Kadang, di situasi tertentu manusia bisa berlagak melebihi Tuhan, mereka tidak mau mengampuni kesalahan orang lain ketika orang lain melakukan kesalahan, seolah-olah tidak pernah melakukan kesalahan, padahal ketika dirinya melakukan kesalahan memaksa orang lain harus mengampuni kesalahannya.
Tuhan itu senantiasa suci, sebab mampu mensucikan dirinya sendiri. Jernih; Sebab mampu menjernihkan dirinya sendiri. Murni; Sebab mampu memurnikan dirinya sendiri. Tanpa dosa; sebab mampu menghapus dosanya sendiri. Sebab sifat, sikap dan kehendak Tuhan tanpa batas, tidak memiliki ujung pangkal yang pasti dalam batas penglihatan dan penilaian manusia.
Sedangkan manusia sebaliknya, tidak memiliki daya kemampuan itu, sebab sifat determinisme yang mengikat kehendak manusia, di mana kehendak pencapaian hanya mampu sampai pada fitrah bawaan lahiriahnya masing-masing. Oleh sebab itu, pencapaian manusia tidak ada yang sama, tapi masih bisa di kejar dari ketertinggalan, masih bisa di perbaiki dengan daya kemauan, bahkan masih bisa di capai melalui lompatan-lompatan genius sebatas kemampuannya sebagai manusia, tidak lebih!
Di mana manusia senantiasa di pojokan dengan segala sesuatu yang berwujud duniawi, terpaku oleh sistem duniawi, oleh sebab itu manusia sering berlaku yang keduniawian, melakukan apa yang semestinya, melakukan apa yang harus di lakukan, melakukan yang perlu di lakukan, melakukan apa yang masih sanggup di lakukan, melakukan apa yang di anggapnya sesuai.
Dan dari sehabis melakukan tindakan tersebut, meninggalkan jejak yang tidak mampu di hapusnya sendiri, meninggalkan kerak yang tidak mampu di bersihkannya sendiri, meninggalkan kotoran yang tidak mampu di singkirkannya sendiri, meninggalkan bekas yang tidak mampu di kembalikan seperti semula oleh dirinya sendiri, meninggalkan kerusakan yang tidak mampu di perbaiki seperti sediakala oleh dirinya sendiri, dan meninggalkan ingatan yang tidak mampu di hilangkan oleh dirinya sendiri.
Kehidupan ini bukan kebetulan, melainkan telah terencana dan tersistem illahiah, meski dalam filsafat kehidupan adalah kebetulan. Sebab sifat kebetulan Tuhan dan manusia tidak sama, di mana Tuhan mengetahui segala sesuatunya, termasuk apa-apa yang manusia tidak ketahui, Tuhan memiliki sifat kompatibilisme yang tak terhingga.
Bahkan kebetulan dan rencana manusia itu sendiri adalah milik Tuhan, dan manusia adalah rancangan Tuhan yang istimewa, sebab berbeda dengan mahluk yang lainnya, hanya satu pembedanya yang tidak di miliki oleh mahluk yang lainnya, yaitu di karuniai akal yang di pasang di dalam kepala manusia, dan dari sanalah keputusan di ambil, perbuatan, tindakan dan langkah awal manusia di mulai.
Tuhan memasang komponen-komponen yang canggih di dalam tubuh manusia, komponen yang semestinya dapat di dayagunakan dengan baik, sebab komponen tersebut oleh Tuhan di tempatkan di tempat yang layak dan tepat. Bisa di katakan Tuhan mempercayai manusia dan mempercayakan seluruh karyaNya di tangan manusia.
Di mana dari kepercayaan Tuhan tersebut semestinya manusia bisa menjadi mahluk yang amanah, berbeda, menghasilkan budi tinggkat tinggi dan derajat setingkat dewa. Tidak malah jumawa dan semena-mena sebab merasa memiliki identitas yang berbeda, kualitas yang yang tak sama, dan daya intelektualitas yang bisa mendobrak batas kemampuan rata-rata.
Apapun yang terjadi di alam semesta ini sebab predestinasi dan ada izin, tanpa izin Tuhan semua tidak akan pernah terjadi. Semisal keberadaan kejahatan, keburukan, kemaksiatan, kedzaliman dll itu ada sebab Tuhan mengizinkannya. Tuhan selalu bekerja, berbuat, bereaksi dan beraksi dengan caranya sendiri, tak terduga, tak tersangka, tak tertebak, bisa jadi tiba-tiba, bisa jadi seketika.
Semestinya apapun yang terjadi dalam kehidupan kita tidak menjadikan kita lebih tinggi dari kepala sendiri, atau lebih rendah dari ego yang kita miliki. Sebab kehidupan dan diri manusia sendiri memerlukan keseimbangan, bukan ketimpangan, di mana manusia adalah produk yang tercipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar