Aku lemah,
aku tak berdaya,
aku yang terbanting,
lalu hancur berkeping-keping,
aku yang tak pernah percaya diri,
dari apa yang senantiasa Engkau beri,
redup terang,
redup terang,
redup terang,
lalu tumbang di pelataran semesta rayaMu yang membentang,
sekali bangkit,
ribuan kali tertindih sakit,
wajahku kusut,
asaku lunglai,
tubuhku mengering,
jiwaku terpelanting,
duniaku terbanting,
senyumku layu,
tatapan mataku sayu,
karena rinduku kepadaMu,
dan akupun tahu,
mencintaiMu bukanlah perkara yang mudah,
apalagi kehendak hati untuk bertatap wajah,
jalannya terjal berliku untuk menuju kekal,
dan lika-likunya seringkali membuatku jemu,
meski Engkau berkata,
“jangan keliru,
justru sembilu itu sebagai tiket untuk bisa menghadiri
pertemuan agung,"
itulah aku,
aku yang lambat,
aku yang tak berbakat,
aku yang tak bisa memenuhi keranjangku dengan
buah-buahanMu yang nikmat,
aku yang nista,
aku yang seringkali lupa atas wujudMu yang nyata.
Candi Penataran. Blitar, 12 April 2017
Dari Buku Perjalanan Rasa, Cinta Di Ujung Tanduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar