Adakalanya begitulah kehidupan, kita akan di usik dan kita tidak meladeninya, sebab kita tahu dia bukan lawan yang sesuai, jika saja kita mampu menekan ego, maka akan sampai pada pemahaman bahwa kehidupan itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Jikalau kita tidak bisa mengendalikan diri, dan tidak memiliki kontrol diri yang tinggi, maka kita akan terjebak dalam situasi yang hanya merugikan diri sendiri, di mana tidak ada yang menang atau kalah kecuali sama-sama akan terluka.
Dan jika ingin melawan, maka melawanlah dengan cara yang lebih bersahaja dan bermoral, sebab dunia tidak bisa di lawan dengan kekerasan, tidak lain kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan berikutnya, dan seterusnya, dunia tidak bisa di lawan dengan kekerasan, melainkan minta di akrabi dengan rasa peduli dan kasih sayang yang tinggi.
Sebab tidak semua persoalan bisa di selesaikan dengan keputusan langsung, seketika selesai, jika persoalan tidak menemukan ujung yang sesuai, maka waktu adalah penyelesai dari seluruh persoalan yang terjadi.
Yang terpenting dalam mendiskusikan persoalan, jangan menyerang personality tanpa ada premis yang mengarah pada persoalan itu sendiri, sebab kebanyakan orang di hari ini dalam mendiskusikan persoalan bukan mengarah pada persoalannya, melainkan malah menyerang personalnya.
Persoalan memiliki seribu kemungkinan, karenanya harus mampu menyuguhkan sesuatu yang mendinginkan, sesuatu yang hangat dan menghangatkan, sesuatu yang tulus dan sepenuh hati, tidak berlebihan, apalagi di tambah-tambahi dengan tidak mengarah dan tetap fokus pada persoalan yang di diskusikan.
Jangan mengurusi lawan diskusi kita, karena mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih pintar dari orang lain, dan tetap fokus pada persoalan yang di diskusikan adalah tujuan utama, sebab kebanyakan orang yang keminter pasti akan berujung keblinger.
Percaya pada kata dan tindak laku kita, sehingga yang mendengarkan percaya bahwa kita melakukannya dengan kesungguhan hati dan sungguh-sungguh, tidak ada manipulasi kata atau realita yang di putar balikan atau di sembunyikan dari fakta yang ada, sebab kejujuran dalam menampilkan kata adalah bermanfaat untuk diri kita sendiri, apa yang kita berikan kepada orang lain, itulah yang akan orang lain berikan kepada kita.
Betapa salahnya jika mendewakan ego dan moodnya, seorang yang bijaksana harus sadar, bahwa ia senantiasa hidup bersosialisasi, memerlukan orang lain dalam perjalanan hidupnya, bekerja dengan banyak orang dan kepentingannya untuk banyak orang, bukan malah hanya mementingkan diri sendiri dengan lebih mengutamakan mood, ego dan gengsi.
Betapa tenganya membiarkan pendengar kita hadir hanya untuk mendengarkan kebohongan kita berargumentasi, melihat kebohongan aksi kita yang jauh dari realita yang terjadi, merasakan keberadaan kita yang penuh dengan ketidakjujuran, sebab argumentasi itu... argumentasi itu bukan pamer, argumentasi itu bukan pamer, argumentasi itu bukan pamer.
Dan jangan permalukan diri kita dengan ketidaksiapan kita berargumentasi, sehingga argumentasi kita di anggap tidak relevan, tidak transparan, tidak berguna, mandul data, menjemukan, tidak bernilai, membosankan, tidak bisa di percaya, tidak bermutu, tidak sesuai, tidak semestinya, tidak patut, tidak layak, tidak pantas, tidak sungguh-sungguh dan sepenuh hati.
Tidak perlu menonjol-nonjokan diri dalam berargumentasi, tapi bicara yang sesuai, tidak berlebih-lebihan, sederhana dan dapat di percaya keasliannya. Sehingga pendengar yakin bahwa kita bicara apa adanya tapi memikat hati dan memiliki esekusi tingkat dewa.
Keahlian dalam berargumentasi tidak di peroleh dalam tempo satu malam, sebab itu latihan adalah kebutuhan pokok yang harus di lakukan setiap saat, di mana latihan adalah tempat kita melakukan kesalahan dan sekaligus tempat kita menemukan pendewasaan diri tentang pentingnyan latihan.
Pembicara yang baik adalah pembicara yang mampu mengkomunikasikan dirinya dengan sungguh-sungguh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar