Di atas ranjang ini peristiwa kesunyian itu pernah berlangsung, saksi bisu tumbuhnya cinta dari bulir-bulir cahaya, kemudian bersua menjadikan situasi semakin intim, di mana aroma peristirahatan lelah masih terasa, tak lama kembali bangkit mengubah wacana duka menjelma tenaga, hingga akhirnya kesadaran menumbuhkan padanya kekuatan.
Sehingga burung-burungpun tak enggan bersuara, menguatkan seluruh ranting yang di pijaknya, memerdukan angin yang berhembus, menitih buih menyemai embun, merendra waktu merebus harapan, menertawakan kesedihan yang ada, lalu terbang melewati ancala, mengelilingi dirgantara dunia, menerabas sunyi menembus ramai, dan tidak berlangsung lama mataharipun memperlihatkan wajahnya.
Sang pusaka semesta alam menyiramkan cahaya, memecah samar menjelma terang, lalu merekahlah kehidupan dengan cerah, di bersamai dengan memekarnya bunga-bunga, tak berangsur lama biji-bijipun mulai berseri, bertumbuh membelah tanah, terus tumbuh menjulang, menggeliat, meradang, dan mempersembahkan hidup.
Keanggunan suasana semesta sungguh terasa, di mana hadirnya menawarkan hidup, dan membiarkan seluruh penduduk bumi menentukan tankdirnya masing-masing, semua melangkah di atas jalan takdirnya, dengan tekad baja menumbangkan angkara, pandangannya ke depan bagaikan ujung pedang untuk menuju ke arah tujuan, terekam oleh para Malaikat, bahwa Iblis bukanlah penyebab, melainkan apa yang menjadi akibat, berawal dari segala sebab yang di jalani penuh hikmat.
Membiarkan tubuh terbebas adalah karunia, di mana melepas segala tangis yang menyayat hati, adalah membuka cendela pikiran sendiri, tidak ada lagi penghalang cahaya untuk merasuk, untuk menerangi segala gelap yang mencekam di dalam tubuh, seiring itu keringanan akan bersemi, dan tidak ada duka yang menggaduh lagi, lalu harapan bisa berlanjut ke kisah berikut, bergulir ke arah kapal, menaikan layar dan siap mengarungi samudera dengan tangan lebih mengepal.
Aroma yang tersembunyi menunjukan wangi, pelbagai warna semestapun tak mau kalah berani, seluruh daya tarik keluar dari pintu rumahnya, menyapa apa saja yang ada di hadapannya, termasuk hujan yang di nantikan oleh keringnya sungai, di harapkan kembali hadir oleh segerombolan akar, agar segala usang kembali segar, apa yang kropos kembali bugar, dan paru-paru pun bisa menghirup rindu dengan lega, lalu terlepaslah apa yang menyesakan dada.
Gadis-gadispun ikut tersenyum menyambut angsa memainkan perannya, di hulu sungai bersayapkan kegembiraan, seperti tidak ada lagi hari esok, sebuah kesempatan agung yang belum tentu terulang, sungguh perayaan sederhana yang berkaruniakan kemulian Tuhan, sebagai berkat hidup, semua yang terkumpul adalah wajah pengantin baru, tidak terlihat sama sekali penampakan sendu.
Tidak ada satupun yang menyembunyikan luka, dan tidak ada yang mempertanyakannya, mengingatnya dan menampilkannya di atas panggung semesta, semua dalam alunan musik klasik yang masih saja asik, lalu tidak berselang lama semua terhipnotis oleh penampilan gerimis, sedikit lebat tapi tidak kehilangan aromanya yang romantis, malah menjadikan lantai bumi semakin manis, di mana mengajak tubuh tidak ingin segera beranjak, dan menbuat suasana hati tak ingin segera berakhir dari apa yang menjadikan nyaman.
Sungguh, tidak ada lagi yang lebih memikat, dari segala rasa yang telah terpikat, di mana jutaan pemandangan terindah yang telah menghanyutkan hati, semua rasa tertunduk di sana, dan tidak ada yang bisa ingin berhenti, apalagi untuk segera mengakhiri, tak terasa waktupun telah berada di ujung, melambaikan tangannya memanggil seluruh jiwa, lalu terlelap kembali seluruh kejadian ke atas ranjang perebahan, tak luput juga rasa turut berbaring di haribaan tenang, dan seluruh semesta kembali dalam keheningan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar