Mengenai Saya

Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.

Sabtu, 12 Oktober 2019

Pandai Bersolek Tapi Tidak Pandai Bercermin

Mari kita sedikit berpikir jernih mengenai kehidupan. Tidak mudah mengambil kesimpulan agar pemikiran kita juga tidak mudah di simpulkan oleh orang, tidak mudah menghina dosanya orang lain, agar ketika kita melakukan dosa tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Tidak mudah mengintimindasi kesalahan orang lain, agar ketika kita melakukan kesalahan tidak di intimidasi oleh orang lain, tidak berat memaafkan kesalahan orang lain, agar orang lain juga mudah memaafkan kesalahan kita, tidak gampang berpikiran buruk terhadap orang lain, agar orang lain juga tidak mudah berpikiran buruk kepada kita. Apalagi mengenai soal-soal yang di anggap riskan, sensitif dan rawan.

Setiap seseorang yang beragama pasti tahu syariat agamanya masing-masing, sebab ketika dia memilih Tuhan yang di percayanya, memilih agama yang di anutnya sebagai sarana tempat beribadah kepada Tuhannya, tentunya ajaran dari Tuhan seluruh agama, dan agama apapun, tidak ada yang mengajarkan keburukan, melainkan mengajak pada kebaikan, supaya berbuat kebajikan kepada siapapun, sebab dalam bahasa sansekerta A artinya tidak, gama artinya kacau, semestinya seorang yang beragama tidak kacau dan tidak mudah di kacaukan oleh apapun dan siapapun, jika sampai seorang yang ngakunya beragama kacau, apalagi sampai membuat kekacauan, bukan agamanya yang kacau, melainkan idividunya, sebab tidak mampu sebagai seorang yang beragama.

Seorang yang kacau atau membuat kekacauan bukan berarti tidak tahu, malah lebih banyak dari mereka adalah seorang yang berilmu, seorang yang di jadikan panutan oleh pengagumnya, seorang yang di ikuti sebagai landasan ilmu, seorang yang di kagumi sebab kepandaian ilmunya, "Mengapa seorang yang berilmu sampai bisa tersesat?" Sebab, saking fasihnya mempelajari ilmu agama hingga lupa ilmu yang di pelajarinya, saking ketinggian ilmunya hingga lupa untuk rendah hati, di mana imanya juga ambil bagian dalam penyesatan itu, "imanmu bisa menyesatkanmu!" Dimana iman itu tidak karena Tuhan, melainkan karena hal lain, imannya keluar dari rel, semestinya iman membenarkan apa yang ada di dalam hati, bukan lantas pembenaran diri yang hakiki, sebab lebih mengedepankan ego, gengsi dan meninggikan nilai harga diri.

Di mana hati tidak sesinergi dengan ucapan, dan apa yang di ucapkan tidak sesuai dengan perbuatan, bisa di katakan bahwa lisan berkhianat terhadap amanah yang di berikan oleh hati, dan perbuatan tubuh menyalahgunakan atau mengambil keuntungan dari apa yang lisan katakan, tidak ada jaminan iman yang tetap teruntuk seorang yang berilmu sekalipun, sebab kadar keimanan tidak pernah menetap permanen di tubuh manusia, bisa berubah-ubah, bisa naik turun, membesar dan mengecil setiap saatnya, ketika kadar keimanan manusia menaik maka kadar yang lainnya akan menurun, kadar kafir, munafik, dan fasik, sebaliknya; Ketika kadar yang negatif menaik maka kadar keimanan seseorang akan menurun, dan iblis pun hanya sebuah julukan bagi siapapun yang menyelisihi atau berpaling dari perintah Tuhan.

Sedangkan setan sendiri bukanlah mahluk, melainkan adalah sifat, siapapun yang melakukan suatu hal di luar kendali, melakukan kerusakan, keburukan, tindak kejahatan bisa di sebut adalah setan, meski menjadi setan sendiri adalah sebuah pentakdiran, di mana yang masih manusia tidak akan bisa menghindar dari takdir salah, sehebat apapun ilmunya pasti akan tetap melakukan kesalahan, sekuat apapun berusaha menghindari, takdir salah tidak bisa di hindari, melainkan hanya bisa di perbaiki dari setelahnya melakukan kesalahan,  di mana kesalahan adalah tempat kita bercermin dan mengukur diri, maka dari itu, sebelum melakukan sesuatu terlebih dahulu manusia di anjurkan untuk bercermin, lalu mengukur diri yang semestinya melakukan segala sesuatunya tidak malampaui batas kemampuanya sebagai manusia.

Apalagi sekarang banyak sekali manusia yang berlaku seperti Tuhan; Minta menang sendiri, sekehendaknya sendiri, semaunya sendiri, melakukan pembenaran diri untuk menutupi kesalahannya, tidak mau di salahkan, merasa paling pantas, merasa paling waras, merasa paling suci, merasa paling benar, merasa paling unggul, merasa paling, paling dan paling yang lainnya, oleh sebab itu... seringkali sebelum kita membaca kitab suci atau melakukan sesuatu selayaknya terlebih dahulu mendoakan tubuh kita agar tidak di kendalikan oleh sifat buruk atau di jauhkan dari sifat buruk, berlindung dari godaan setan yang terkutuk atau berlindung dari sifat buruk kita sendiri.

Seyogyanya sebagai seorang yang berilmu, tidak perlu menonjol-nonjolkan diri, jika saatnya harus kelihatan, maka semua mata akan tertuju padanya, tiadakan dirimu maka engkau akan tumbuh seperti matahari, semakin tinggi ilmunya maka semakin pula bisa berendah hati, ini bermakna bukan berarti tidak tahu, melainkan lebih baik tidak tahu daripada sok tahu tapi tidak menunaikan syariat yang semestinya, kita sedang di ingatkan, atau Tuhan sedang mengingatkan kita melalui berbagai cara, namanya pengingat tidak selamanya terbuat dari emas, kadang juga melalui debu, tidak juga selalu melalui cobaan, melainkan juga bisa melalui kegembiraan, tidak melulu melalui kegagalan ataupun kekalahan, juga bisa merasuk melalui keberhasilan dan kemenangan, itulah kuasa Tuhan. Dan jikalau bisa bagaimana mempositifkan yang negatif, bukan malah menegatifkan yang positif atau menegatifkan yang tak sepaham, atau malah pandai mencari-cari pembenaran dan kesalahan, jika itu yang terjadi, bisa jadi cara berpikir kita saja yang belum sampai, atau ada yang salah dengan cara berpikir kita.

Sering sekali kita bisa lihat, di mana manusia saling mempertanyakan dan meributkan, bahkan saling membenarkan syariat satu sama lain, terlebih dahulu kita harus tahu apa itu makna syariat, adalah jalan yang di lalui manusia menuju ke Tuhan, siapapun melalui jalan menuju ke Tuhan, entah dari agama manapun, tidak perlu di persoalkan, sebab Tuhan dari agama manapun tidak pernah mengajarkan keburukan, bukan bermaksud ingin melukai atau merasa paling benar sendiri, sebab agama adalah nasehat, sudah semestinya kita bisa saling mengingatkan, sedangkan dalam islam sendiri belum tentu manusianya sungguh-sungguh islam, di mana islam yang benar-benar tersinergi, antara hati, lisan dan perbuatan tubuh sejalan, sesinergi! Islam itu adalah penyerahan seluruhnya, seutuhnya! Berarti syariat islam adalah jalan yang di lalui manusia menuju ke Allah dengan menyerahkan seluruhnya, seutuhnya:
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.Al-An’am:162)

"Apakah kewajiban syariat ini sudah kita tetapi dengan sebenar-benarnya?" Jikalau sudah, sederhana saja, kita tidak akan suka memperbesar masalah kecil, lalu setelah besar isunya di alihkan, kita tidak akan akan suka melakukan pembenaran diri, tidak akan suka mencari-cari kesalahan orang lain, tidak akan suka menyalahkan, tidak akan suka mendengarkan orang yang ghibah, apalagi melakukannya, tidak akan suka merusak kehormatan dan hak sesamanya, tidak akan suka merasa lebih pintar dari orang lain, tidak akan mudah mengecap, mengintimidasi dan menjatuhkan, apalagi melakukan pertumpahan darah, tidak akan suka menghalalkan perbuatan sendiri dan mengharamkan perbuatan orang lain, tidak mudah tersulut amarah, tidak mudah terhasut, tidak mudah terprofokasi, tidak mudah di bodoh-bodohi, tidak mudah mencemaskan esok hari, apa yang di anggap telah hilang, tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah juga di pengaruhi. Melainkan seseorang yang imannya penuh dengan kesungguhan, tentu hatinya akan lebih tenang, orang yang tenang itu tidak akan mudah terprofokasi, tidak mudah ikut-ikutan dan lekas mengambil kesimpulan, melainkan segalanya di lakukan melalui pengamatan, perenunangan dan pemikiran jernih.

Memang perlu kita akui, bahwa akhir-akhir ini bisa di katakan taplak meja bisa jadi lebih indah daripada cadar, lihat saja banyak sekali yang bercadar malah merusak hakekat dari cadar itu sendiri, banyak yang bercadar hanya untuk menutupi dengki hatinya, menutupi kemunafikannya, merusak kesakralan cadar yang sejati, merusak keislaman yang murni, bercadar terkena razia portitusi, " mana ada islam mengajarkan berzina?" Melainkan, jikalau tidak kuat maka segeralah menikah, jika belum mau atau mampu menikah maka berpuasalah, bercadar terkena kasus kolusi dan korupsi, "mana ada islam mengajarkan maling atau melakukan transaksi yang tidak sesuai?", bercadar hanya untuk sebuah kepentingan, agar di lihat alim, agar di nilai sholeha, agar mendapatkan pujian dll, atau malah ada yang menjadikan cadar hanya sebagai mainan, bercadar hanya sebagai adegan rekayasa di hadapan publik, tidak tulus lahir batin, inilah yang menjadikan kemurnian islam dan cadar runtuh, lalu mereka yang tidak suka dengan islam memprofokasi dengan mengatakan, bahwa islam sarangnya penyamun, sarangnya teroris dll, "apakah mereka anggap asal bercadar sudah termasuk menunaikan syariat islam?" Tidak sama sekali.

Dalam hal ini juga perlu kita sadari, tidak perlu menelisik dengan hal yang terlampau besar, yang sederhana saja, katanya islam, "apakah ketika suara adzan di kumandangkan, seketika bisa memenuhi panggilan dengan mengambil air wudhu dan sholat sunah dua rakaat sembari menanti shalat wajib?" Apakah suara adzan telah menggugah hati seseorang yang mengaku islam, untuk segera menuju ke masjid dengan meninggalkan seluruh aktifitasnya?" Apakah panggilan Allah melaui Adzan sudah bisa di utamakan?" Apakah seutuhnya segala pujian sudah di berikan kepada Allah?" Apakah sholat atau ibadah seseorang sudah bisa menjamin perbuatannya di dunia?" Apakah air wudhu seseorang sudah bisa mensucikan hatinya?" Apakah iman seseorang sudah bisa menjamin untuk senantiasa melakukan kebaikan?" Apakah ibadah seseorang sudah menjamin untuk tidak dengki pada yang tidak beribadah?" Apakah hasilnya beragama sudah tidak membuatnya fanatik pada yang berbeda agama?" Apakah sholatnya sudah benar-benar tertuju hanya kepada Allah?" Apakah mengomunikasikan hati melalui doa kepada Allah sudah benar-benar seutuhnya?" Apakah komunikasi dengan Allah melalui sholat dan doa sudah bisa berlangsung secara hikmat?", dan "Apakah ketika sholat sudah mengkosongkan pikiran tentang dunia?"

Kadang tanpa kita sadari atau tidak, kita ini sungguh lucu, pandai bersolek tapi tidak pandai bercermin, sudah tahu salah tapi tidak mau mengakui kesalahan, malah marah-marah, akui saja, apalagi jika pengakuan itu tanpa ego, gengsi dan harga diri, pasti akan lebih ringan, agar kita juga bisa memperoleh petunjuk yang lebih terang. Padahal panggilan tertinggi dari maha tinggi yang lebih tinggi daripada para petinggi adalah suara Adzan, jangan lihat siapa yang adzan, melainkan lihat darimana suara itu berasal. Jangan sampai seperti Azazil yang dulunya sebagai pemimpin para Malaikat, termasuk golongan yang kesholehannya tidak di ragukan lagi, kepatuhannya yang sangat luar biasa, dan rasa cinta nya kepada Allah yang tak tertandingi, hanya sebab meremehkan soal sederhana, ketika di suruh sujud kepada Adam, hanya melihat Adamnya, tapi tidak melihat siapa yang menyuruh, akhirnya harus menerima takdirnya di turunkan ke bumi, bukan hanya sekedar di turunkan, melainkan juga di serupakan hewan, mendapatkan kutukan sebagai Iblis dan sebagai penghuni neraka untuk selama-lamanya.  Dan kenyataannya suara adzan masih kalah dengan suara televisi, suara panggilan telpon, suara notifikasi whatshaap, suara kampanye yang akhirnya juga lebih banyak merugikan, masih kalah dengan suara handset, suara teman-teman, suara anak-anak, suara istri, suara-suara keluarga. Di mana sudah dengar adzan masih saja ngobrol ke sana ke mari, acuh dan tidak mau peduli!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar