Mengenai Saya

Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.

Kamis, 03 Oktober 2019

Fenomenologi Politik Di Hari Ini

Fenomenologi panggung politik di hari ini terlihat nyata, adanya ketidakkonsistenanya logika, dimana Antroposentrisme yang seringkali berdiri sebagai akar polemik masalah yang bercabang di dalam ketiadaan kesadaran bahwa sebuah negara sejatinya terwujud dari berbagai macam perasaan yang menjadi satu.

Kemungkinan logis dan akal sehat saat ini seolah tidak lagi menjadi kunci pokok dalam membangun kesadaran bernegara,  karena keindividualisan, tiadanya jiwa nasionalisme dan juga ke egoisanlah yang menimbulkan pola pikir kolot, kontradiksi besar dan meledaknya perpecahan  secara berkesinambungan.

Kejujuran, ketulusan, kesetiaan, saling menjaga perasaan dan kebijaksaan telah benar-benar menjadi barang langka di ruang negara ini, seperti  meja musyawarah yang seringkali hanya menjadi alat gaduh, nepotisme, tempat menggadaikan harga diri, jual beli kepentingan dan lahan perdangan, hanya demi keuntungan-keuntungan yang tidak sampai ke masyarakat.

Lalu diskursus hanya membangun budaya cara berpikir dangkal, tidak lagi mengena dan mendalam, satu sama lain saling serang, hantam dan tikam. Warisan penjajah benar-benar terlihat jelas sekali telah merasuk serta bersemayam di dalam tulang, darah dan daging mereka yang suka bermain lempar batu sembunyi tangan.

Apalagi seiring datangnya musim politik, nampak juga manusia-manusia yang munculnya hanya musiman,  atau malah munculnya menjelma  alat rekayasa yang menyandiwarakan incident tertentu, yang semestinya hadirnya sebagai peredam malah memanggang terus menerus ujaran kebencian. Termasuk Hoax!

"Apakah kebenaran memang pantas untuk di sandiwarakan?"

"Apakah sudah tepat sasarankah cara berpatisipasi politik kita di hari ini? entah apa yang mereka ingin ungkapkan? Sungguh kata-kata kebenaran atau malah sebaliknya konspirasi picik untuk saling menjatuhkan dan memecah belah kesatuan.

Di tambah lagi sinisme menganggap orang lain lebih buruk benar-benar merajalela, tanpa mau mengaca bahwa dirinya sendiri  jugalah manusia yang menyimpan sesuatu yang buruk, tidak luput juga seringkali merahasiakan perilakunya yang buruk.

Belum mampu mengenali dan menjadi diri sendiri, masih senang menjadi orang lain dan mengenakan topengnya masing-masing.

Sadar, tapi kesadarannya tidak pernah mampu mengetuk pintu hatinya sendiri, masih saja suka saling serang dengan argumentasi mandul data, mengungkapkan informasi palsu, masih suka tipu-tipu dan juga suka saling membuka aib, padalah sesungguhnya haram hukumnya membuka aib dan rahasia saudaranya, meskipun hanya saudara sebangsa. Apalagi saudara seiman.

Apalagi hanya demi kepentingan menuju kemenangan sesaat dengan beranggapan paling layak, paling bisa, paling pantas, paling sanggup, paling unggul, paling handal, palingan juga ujung-ujungnya hanya mengumbar janji yang hambar, lalu pudar seiring perjalanan waktu.

Pandai bersilat lidah, manis di mulut yang sejatinya juga tidak sesuai dengan kenyataan. Dan masyarakat tetap saja menuai kegetiran hidup yang tak pernah usai.

Apakah sebenarnya Pluralisme bangsa ini yang di bangun dengan berpondasikan dari para pahlawan yang bermandikan darah hanya isapan jempol semata?

Apakah rasa gotong royong dan bhineka tunggal ika kita telah terkutuk?

"Apakah juga kekuasaan telah membutakan kebaikan dalam diri masing-masing yang semestinya bisa di tampilkan dengan kebijaksaan telah sekarat?" Dan juga telah meruntuhkan hati nurani yang terdalam?

Sampai-sampai fenomenologi yang setiap hari terlihat di tv dan media publik hanya saling menjatuhkan, saling merusak pandangan, saling meruntuhkan keindahan, tidak lagi menghargai jeri payah para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan, saling menikam kepribadian, saling membunuh karakter, saling mematahkan harapan, saling mempermalukan, saling memecah belah persatuan, saling cakar cakaran, hujam, hantam dan tikam satu sama lain.

"Apakah media saat ini sudah bisa bertindak dewasa tanpa membawa kepentingan, doktrin dan isu tertentu?" Bukankah semestinya di mana keanekar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar