Mengenai Saya

Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.

Selasa, 08 Oktober 2019

Rasa Tidak Serupa Joker

Setiap laki-laki tentunya menyadari bukanlah kumbang yang baik teruntuk bunga yang terlampau indah, sebaliknya akan ada seseorang yang menganggap hanya akan merusak keindahannya. Jikalau harus berada di dekat bunga itu, lalu memutuskan untuk menjauh agar keindahan itu tetap tumbuh menyeluruh, atau sebaliknya malah mendapatkan apresiasi atas keberaniannya dalam melawan kelemahannya sendiri, di mana   dia berani melepaskan diri atas belenggu sebagai jelmaan pilu, yang tidak lain hanya menjadikan sekujur tubuhnya kaku, dan seluruh rasanya membeku.

Kemekaran bunga yang menghiasi taman dunia, sekejab bisa rusak sebab adanya tangan yang tidak bertanggung jawab, hanya ingin memetik tanpa ada tindakan nyata untuk merawat, tanpa ada meninggalkan pesan moral dan kesan-kesan ajaib yang bisa di jadikan kenangan, harusnya pemahaman bisa menjadi iman, di mana memetik itu bisa di lakukan oleh siapapun, termasuk anak bayi yang baru belajar merangkak, melainkan untuk menumbuhkan sifat merawat, tidak semua orang mampu melakukannya.

Jikalaupun dunia ini di jejali oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, bukan berarti dunia akan hancur dalam sekejab, melainkan dari kalangan manusia itu sendiri yang hancur, sebab dunia lebih dulu tercipta dari manusia, lebih tahu bagaimana cara mempertahankan, apalagi Tuhan tidak pernah tertidur, tapi tiap kali di datangi hanya pura-pura tidur, hanya ingin manusia lebih baik lagi untuk sebagai penghibur, cukup satu detik saja bisa menentukan segalanya, bisa meruntuhkan peradaban yang terbangun bertahun-tahun, meluluh lantahkan zaman yang tak berangsur membaik, dan juga aristokrat yang terus saja ingin meraja.

Kesantunan telah jarang di temui, bagaimana menggunakan bahasa secara semestinya, mencium tangan orang yang lebih tua, pamitan ketika mau keluar rumah, memberikan salam kepada siapa saja, apalagi seorang yang di tuakan, membantu nenek-nenek menyeberang jalan, mempersilahkan duduk ibu hamil ketika di kendaraan umum, tidak menjawab nasehat, mengakui kesalahan sebagai kesalahan yang perlu di perbaiki, mengakui kekalahan sebagai kekalahan yang perlu di rekonsiliasi, menggunakan helm demi keselamatan dirinya, mengetuk pintu hati dengan tidak mendobrak, dan lantunan doa yang di naikannnya ke langit bukan sebagai pemberontak.

Meski budi luhur terlihat bukan seperti unsur utama, tapi masih perlu di gunakan sebagai alat hubungan jangka panjang, sebab apapun yang di lakukan dengan bisa menghangatkan hati orang lain, pasti akan memperoleh perlakuan sebanding, mungkin tidak cukup, terutama bagi seorang yang tidak minta tentang itu, melainkan ada hak lain yang lebih di perlukan, semisal bunga bukanlah suatu hal yang istimewa, melainkan keistimewaannya sebab ada rasa yang terselip di dalamnya, sehingga bunga itu terlihat lebih ketika di suguhkan dengan rasa, padahal hanya suatu yang sangat dasar dan sederhana.

Tidak semua perempuan mampu memahami dirinya sendiri, sebenarnya apa yang di inginkan, sejauh apa keinginannya, keinginan seperti apa yang semestinya, ingin di mengerti tanpa kata, ingin di pahami tanpa suara, ingin memperoleh peka tanpa harus meminta, bahkan keinginan-keinginan itu banyak yang berakhir tragis, sebab hanya di simpan lalu tidak lama kemudian di tenggelamkan, atau malah sengaja hanya memendam, tanpa pernah ingin memberikan keterangan, cuma memendam, terus memendam, tetap memendam, lalu merasa terluka sendiri, dan di akhiri dengan perpisahan yang di penuhi dengan sesal.

Kadang kita hanya perlu diam, tanpa harus menyikapi dengan kata-kata, seperti tidak peduli, atau seperti tidak pernah berperasaan, daripada harus melakukan hal yang cukup berbahaya, dengan memaksa yang tak semestinya, menarik pelatuk untuk menembak kepala sendiri, padahal jika di telisik kembali, tidak ada bukan berarti tidak ada, malah bisa jadi ketiadaan hanya sebuah penundaan sementara, tidak mau bicara bukan berarti tidak ingin, atau tidak menginginkan lagi, hanya perlu waktu untuk membuka hati kembali, sebab tidak semua yang berarti hasil dari kepututusan dini, apa seharusnya lekas selesai.

Perempuan yang memiliki ketertarikan pada materi secara berlebihan, tidak akan pernah pantas di perjuangkan, jikalaupun pantas, hanya pantas teruntuk seorang yang sepadan, sama-sama sebagai penyuka materi, di mana Tuhan memang telah mentakdirkan begitu, jika itu tidak berlaku, maka akan ada ketimpangan yang bisa mengikutkan dan menyangkutkan banyak orang, dan menggali lobang untuk mengubur hidup-hidup urat malunya, atau malah tidak lagi memiliki kemaluan, sebab kemauan dengan kemampuan memang harus seimbang. Lebih-lebih soal rasa dan selera.

Cinta memang tidak melihat kasta, tapi sepasang matalah yang melihatnya, pikiran yang menilai, dan harga diri yang menentukan, di peradaban yang seterik ini, untuk bisa menemukan seorang tunggal, seorang yang bisa menerima apa adanya telah langka, dari seorang yang kita suka, bukan berarti tidak ada, melainkan belum ketemu saja wujudnya, ketika malam telah tiba, cahaya mataharipun juga saling memakan satu sama lain, jika yang satu di anggap  tidak mampu, maka satunya lagi yang akan maju.

Sebab tidak ada yang ingin saling menunggu, ketika hasrat menjadi Tuan bagi tubuh, dan itu sudah menjadi perkara yang cukup realita, tidak di pungkiri telah menjadi konsumsi publik, jarang seorang mau mengalah untuk mengundurkan diri, ketika dunia berada dalam adu argumen, bahkan saling beradu untuk memperebutkan rindu, jikalaupun seorang itu ada, pasti dalam keadaan mengantuk yang amat sangat, di mana lebih memilih untuk tidur, daripada memperbutkan suatu yang hanya akan membuatnya hancur, sebab dalam peperangan semisal itu, tidak ada yang menang ataupun kalah, melainkan yang ada hanya sebagai budak hasrat.

Merawat keindahan hati, kemurnian jiwa, ketulusan akan cinta dan cita-cita, adalah suatu hal yang pusat dan mendasar, sebab keindahan apapun tidak akan ada apa-apanya, jika tubuh belum mampu terlebih dahulu mengindahkan hati, di mana hati adalah penentu segala apa yang akan di nilai, dan nilai seseorang berada dalam hatinya, penampilan tidak menjamin, kata-kata tidak bisa di jadikan jaminan, bahkan perlakukan yang terlihat baik sekalipun," bagaimana cara melihat hati seseorang?" Hiduplah dalam kesehariaannya, hiduplah dalam masa-masa sulit, mendakilah bersama dalam suka duka, dan mintalah suatu hal yang sangat mendasar darinya.

Mungkin tak selamanya kesalahan memperoleh maaf. Tapi, maaf pasti akan senantiasa ada dalam setiap kesalahan, di mana seorang yang benar-benar baik senantiasa akan tetap baik, di mana saja, kapan saja dan bagaimanapun keadaannya, jikalaupun seorang yang baik tiba-tiba terlihat jahat, bukan berarti dia berubah jahat, melainkan pasti ada mindset yang membuatnya memang perlu berubah, sebab jika tidak lekas berubah, maka dia hanya akan seperti batang kering dan rapuh di tengah lautan, yang senantiasa menjadi permainan gelombang.

Mungkin sebab traumatis yang mendalam, atau sebab belum mampu melupakan masa lalu yang terjadi, seseorang akan khawatir dengan kehadiran, atau malah risih dengan keberadaan, dan situasi yang tak menjadikan perasaannya nyaman. Gairah hidupnya seperti berada di ruang penjara, menjadikan ruang geraknya cekak, dan rasanya hampir tiada, lalu hatinyapun mulai membeku, tapi..akan ada suatu hari semuanya akan kembali membaik, dan waktu mengajaknya kembali untuk berjalan semestinya, agar tegas menentukan pilihan hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar