Ada sebagian orang ingin menjadi berarti, atau ingin bisa menyelipkan arti, tapi tidak menggunakan hati, hingga akhirnya hilang rasa peduli, berkembang menjelma borjuisme yang bertentangan dengan kalangannya sendiri, fanatisme ortodoks, birokratis non pluralis, taipanis kolonialis, oligarkisme internalis, neo liberalisme, kolonialisme, kapitalisme, angkuhisme, fanatisme, diktatorisme dan berkontradiksi dengan tubuhnya sendiri.
Sejatinya setiap orang hidup dan berjuang hanya agar bisa meminjam identitas, di mana masa hidupnya di habiskan untuk memperjuangkan sebuah identitas, hingga kompetisi sengit, ada yang melakujan persaingan sehat, ada juga yang melakukan persaingan secara tidak terkontrol, apalagi jika bukan untuk sebuah nama, ketenaran, dan popularitas hebat di hadapan publik, ketika masa berlakunya habis, maka harus rela mengembalikan lagi indentitas itu ke pemilik aslinya. Di mana semua titipan dariNya, lalu kembali kepadaNya, dan setiap orang berguna melalui takdirnya masing-masing.
Kita sedsng tersesat, kita juga dalam bahaya, karena banyak huru hara bergejolak di dalam diri kita, setiap waktu kita bertempur habis-habisan dengan rasa yang tidak terkendali, terlalu mengikuti hasrat keinginan, tenggelam di lautan pikiran manusia dan tertipu upadaya dunia. Dan kita menyadari perihal itu, tapi tetap saja kita berjalan meradang menerjang, meski ada sebagian kita yang lunglai oleh rasanya sendiri, ada juga yang tidak mau peduli, sebab menyadari bahwa waktu juga tidak peduli, dan hidup terus berlanjut, ada juga yang tidak ingin terlihat, di mana senantiasa ingin terlihat kuat, sebab tidak ingin orang-orang di sekitarnya ikut khawatir, termasuk orang-orang tersayang.
Ada juga yang pura-pura tidak peduli, lalu tidak memperoleh arti, di mana setiap saat bisa tersenyum, tapi siapa yang menduga bahwa setiap malam menanggung beban kesedihan, kesalahan, atau kekecewaan, bahkan penyesalan yang sangat mendalam. Di mana bisa tersenyum dan ringan hati di hadapan semua orang, tapi akan terlihat dirinya yang sebenarnya ketika sendirian, dan jauh daripada itu, seorang yang pernah tenggelam, akan lebih tenang menghadapi seluruh pertikaan rasa di dalam tubuhnya, buasnya gelombang besar kehidupan dan berbagai warna pikiran yang berbeda-beda.
Sampai kapanpun kita tidak akan pernah memiliki kebenaran, sebab kebenaran tidak pernah ada ujungnya, kadang kita sudah merasa telah mendapatkan kebenaran yang terbaik, tapi di lain hari kita menemukan lagi kebenaran yang jauh lebih baik, hingga kita menyadari bahwa kebenaran hakiki hanya sebuah ilusi, tidak ada kebenaran yang tetap, atau kebenaran masih saja bersembunyi di hamparan luas kehidupan, atau kebenaran yang kita rasa sudah bisa menjamin, tapi seiring waktu berjalan masih juga belum bisa di jadikan jaminan, apalagi kebenaran yang di sajikan sebagai barang dagangan, di perjual belikan dan di nilaikan.
Tidak perlu menyisakan dari apa yang kita ketahui, sebab masih jauh lebih banyak apa-apa yang belum kita ketahui, di mana dunia adalah kepala Tuhan, sedangkan di dalamnya adalah isi kepala Tuhan, masih banyak hal untuk kita bisa pelajari, dan masih banyak kesempatan untuk mempelajarinya, atau masih banyak kesempatan untuk bisa mempelajari banyak hal. Ketika mengamalkan ilmu pengetahuan yang kita ketahui, kita tidak akan pernah kehilangan itu, melainkan akan memperoleh ganti yang jauh lebih banyak dan baik lagi, yaitu apa-apa yang belum kita ketahui, sebab dunia senantiasa akan menawarkan berbagai macam sesuatu, tidak hanya kehidupan, melainkan juga apa saja yang ingin kita ketahui dan dapatkan.
Tidak luput, apa saja yang kita lihat sehari-hari adalah suatu ajaran, sekaligus pembelajaran, semisal pemabuk, sebab terlalu banyak minum akhirnya terpelanting keselokan, mengajarkan kita jangan jadi pemabuk jika tidak ingin terperosok masuk ke selokan. Pengedar narkoba, sebab melanggar hukum dan juga dapat meresahkan masyarakat, meski bisa di katakan profesi yang sangat menggiurkan, dan sebanding dengan resiko yang bisa di peroleh, yaitu masuk penjara hingga hukuman mati, mengajarkan kita jangan jadi pengedar narkoba jika tidak ingin masuk penjara, sebab nikmat risqi yang kita dapatkan bukan terletak pada banyaknya, melainkan rasa bersyukurnya. Di mana juga totonan yang kita lihat sehari-hari, penguasa yang membuat peraturan seringkali berbenturan dengan penguasa yang suka melanggar aturan, atau berbenturan dengan kaum intelektualitas, kalau rakyat tidak tahu apa-apa. Hanya menyaksikan lalu ngomentari, entah melalui ghibah atau dalam hati, ada juga yang tidak peduli, sebab di anggap tidak ada arti, bahkan ada juga yang menganggap seperti anak kecil saja, hanya pekerjaannya berkelahi hanya demi memperebutkan sebuah keinginan.
Ketika kita ikut-ikutan, sama halnya kita seperti memelihara anjing di dalam tubuh, dan Tuhan tidak akan ada dalam sebuah amarah. Sebab Malaikat saja menjauh 70 ribu mil ketika melihat seseorang yang hatinya di penuhi dengan amarah, oleh sebab itu kebanyakan amarah pasti akan berujung pada penyesalan, dan terjebak pada rasa bersalah, hingga ada rasa bersalah yang berlarut larut dan tidak pernah berangsur surut, bukan berarti juga itu di sebabkan oleh Iblis, melainkan melihat situasi manusia masa kini, bisa di katakan Iblis sudah tidak lagi segigih dulu dalam bekerja, cukup diam menyaksikan saja, sebab tanpa Iblis menggoda manusia sudah dulu tergoda, di mana tergoda oleh hasrat keinginannya sendiri, tidak memiliki kontrol diri yang tinggi.
Jika aku sendiri, ketika akhir-akhir ini banyak tontanan pertikaian yang timbul ke permukaan, lebih memilih bersetubuh dengan kata-kata saja, entah kata-kataku di bilang curhat, jelek, tidak bagus, tidak ada nilainya, apa peduliku sama yang hanya mampunya banyak bicara, lebih memaklumi saja, sebab kemampuannya memang cuma segitu, hanya mentok segitu, dan itu juga yang memperlihatkan dan menentukan kualitas dirinya, seorang yang kehilangan dirinya dan tidak memiliki dunianya, sungguh tragis sebenarnya, tidak memiliki suatu yang bisa membuatnya bahagia, sebab jika dia memilikinya, tidak akan mungkin melakukan suatu hal di luar kebahagiaanya, tidak mungkin merusak suasana hatinya, tidak mungkin merusak kebahagiaanya sendiri, sebab! Jika merusak kebahagiaanya orang lain, bisa di katakan dia tidak cukup bahagia dengan kehidupannya, dan aku lebih tidak peduli lagi, sebab mencumbu bibir kata dengan lembut, membelainya dengan penuh cinta, menikmati sekujur tubuhnya yang halus, itu lebih membangkitkan gairah hidup, lebih baik tetap fokus pada persetubuhan saja, di mana kata-kata kusetubuhi habis-habisan, meski juga tidak pernah terkikis dan habis, tapi tetap itulah pilihan yang paling teromantis.
Seharusnya ada yang lebih kita khawatirkan dari besar badan, yaitu besar kepala, apalagi kalau sampai kepala lebih besar dari badan kita sendiri. Di mana bisa di katakan kita kehilangan kredibilitas sebagai manusia, betapa salahnya jika mendewakan egonya, manusia harus sadar, bahwa senantiasa hidupnya bersama banyak orang dan kepentingan hidupnya untuk banyak orang, sebab tinggi hati juga bukanlah sifat manusia, melainkan itu adalah hak milik Tuhan, hanya Tuhan yang berhak melakukan hal itu, bukan hanya maha tinggi, melainkan memiliki hak penuh untuk tinggi hati, sebab Tuhan tidak perlu bersosialisasi untuk memperoleh sesuatu, tidak memerlukan bantuan siapapun, tidak bergantung pada apapun, dan mampu berdiri tegak berdasarkan kehendaknya sendiri.
Manusia adalah gudangnya kekacauan, jika tidak mengacau orang lain, maka akan mengacau dirinya sendiri, tidak ada manusia yang tidak kacau, kecuali pura-pura agar terlihat tidak kacau saja, tidak ingin berpikir, tapi akan tetap terpikirkan, memikirkan dan di pikirkan, selama memiliki pikiran, seiring itu juga hadir kekacauan, terutama adalah kegelisahan yang mendalam, tidak hanya kaum bujang, tidak luput juga yang telah berpasangan, tidak hanya kaum papa, melainkan juga kaum para penguasa, tidak hanya orang biasa, tapi juga para ulama, tidak hanya orang buruk, melainkan juga orang baik, hanya bedanya di antara semua itu adalah cara berpikirnya, oleh sebab itu, jikalau tidak terpenjara jeruji besi. Akan juga terpenjara oleh sunyi. Dan barang siapa bisa bersinergi. Maka iapun akan mampu melahirkan anak dari pikirannya sendiri yang berwujud iman dan inspirasi.
Tidak perlu mengintimidasi orang yang sudah jelas-jelas terintimidasi oleh kesalahannya sendiri. Tidak perlu ikut-ikutan jadi bebek, atau ngebebek hanya untuk memperlihatkan ego, tidak perlu menonjol-nonjolkan diri, tidak perlu melakukan hal yang tidak perlu, sebab hal yang perlu untuk di lakukan masih banyak berserak, tidak perlu berak di sembarangan tempat agar di liat orang banyak, sebab mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih pintar dari orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar