Akhir-akhir ini begitu santer isu kebangkitan PKI, ulama di aniaya orang gila, hingga menkopolhukam di tusuk orang yang tidak di kenal, dan di prediksi orang gila itu adalah PKI, namanya prediksi berarti belum tentu, sebab prediksi belum tentu valid kebenarannya, masih kemungkinan dan setiap kemungkinan belum bisa di jadikan patokan akhir, di mana itu bisa jadi memiliki seribu kemungkinan, bisa jadi adalah suatu hal yang kebetulan, bisa jadi adalah suatu rekayasa sebab adanya kekhawatiran dari suatu pihak, atau ada pihak-pihak tertentu ikut andil di dalamnya, atau ada suatu kepentingan dari pihak tertentu untuk merusak stabilitas negara, atau membuat agar kepercayaan rakyat kepada pemerintah luntur.
Atau ada suatu konspirasi yang sengaja membuat hancurnya sebuah nama baik, atau keinginan dari pihak-pihak tertentu untuk memprofokasi publik dengan pencucian otak secara tidak langsung, atau ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari incident itu, atau hal-hal yang sengaja di buat lagi untuk membangkitkan kemarahan, kebencian dan dendam lama, atau hal paling mudah membuat profokasi melalui suatu yang riskan dan sensitif, atau memang ada yang sengaja memunculkan kembali ketakutan kembali pada masyarakat.
Semestinya yang waras jangan ikut-ikutan gila, mudah terprofokasi lalu ikut-ikutan memanipulasi situasi, sebelum mengetahui kenbenarannya yang pasti, kadang suatu kebohongan yang terus di ulang-ulang bisa menjadi sebuah kebenaran, sebab di benarkan! Dan apabila memang ada sebuah adegan rekayasa di balik itu semua, itu memang di sengaja untuk menyebarkan ketakutan di masyarakat.
Jika masyarakat mudah mengambil kesimpulan tanpa pertimbangan, atau sampai termakan berita yang belum jelas kebenarannya, lalu meluaplah kemarahan dan saling curiga, dan bisa menimbulkan problematik internal di kalangan masyarakat sendiri, maka itulah yang mereka inginkan, ingin rakyat terpecah belah dan sengaja di pecah belah dengan berbagai cara, salah satunya menebar isu dan kebencian di masyarakat, jika sampai masyarakat tidak memiliki kontrol diri yang tinggi, maka akan merugi sendiri.
Sebab, jikalau yang begituan ada unsur politiknya, atau masuk ke ranah politik, maka semua pihak yang tidak bertanggung jawab, atau yang memiliki kepentingan akan mencari keuntungan dari hal semacam itu, atau akan membentuk opini pada publik bahwa indonesia dalam keadaan darurat, apapun yang bisa menguntungkan pasti akan di jadikan lahan perdagangan dan konsumtif, di mana segala lini akan bergerak proaktif pasif, ngendus-ngendus ke arah yang di anggap sebagai berkat hidup, tanpa nalar akan menemukan kesalahan yang di benarkan atau kebenaran yang di salahkan, katanya tidak suka politik praktis, di anggap sebagai pemicu rusaknya moral berbangsa, tapi malah memfasilitasi dan memberikan ruang pada politik praktis.
Bagaimana tidak di katakan memfasilitasi dan memberikan ruang, jika ikut andil menebarkan kebencian, hoax, isu yang belum tentu bisa di jadikan dasar pemikiran, sebab ngebebek pada yang di anggapnya benar dan membenarkan apa yang belum tentu adalah kebenaran, di mana kejahatan ada sebab ada yang menciptakan, selain itu juga di ciptakan oleh perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab, kejahatan semakin merajalela sebab di pelihara, di tumbuhkan dan di kembangbiakan melalui kebencian, semestinya jika seorang yang bijak tidak mudah ikut-ikutan, tidak mudah mengintimidasi tanpa memberikan jalan keluar.
Juga ikut pengkaderisasian massal, di mana pengkaderisasian yang bertujuan memihak, yang awalnya memiliki niat baik saja belum tentu berakhir baik, apalagi yang dari awal tidak memiliki itikat dan niat baik sama sekali, memobilisasi masa ke arah acuan yang di anggap benar dengan mengikuti orang yang salah, lalu membuat pembenaran untuk membangun atau mengubah presespsi, di mana aktualisasi di hari ini yang mengalami pengkroposan akut, dengan memanfaatkan fasilitas internet untuk menyebarkan kebencian, isu yang tidak relevan, hingga hoax yang yang tidak menemui titik terang.
Kadang kita harus lebih bijak mencerna keadaan, harus cermat menelaah kabar berita apapun, harus tenang menghadapi segala isu yang datang, harus tahu dulu kejadian di masa lalu, bukan hanya sebatas tahu, melainkan memahami hingga ke akar-akarnya. Di mana soal-soal itu pernah mencekam di tahun 60an, tepatnya tahun 1967. Dan yang berselisih hebat kala itu adalah Angkatan darat, PKI, Banser dan kalangan Santri. Peristiwa berdarah itu terjadi bukan tiba'-tiba, melainkan sudah terencana secara sistematis sejak jauh-jauh hari. Jika sampai itu terulang lagi, maka yang merugi adalah masyarakat sendiri, di mana konflik brutal tersebut tidak mengenal persaudaraan lagi, dan yang di gunakan adalah hukum rimba, adanya cuma saling curiga dan mencurigai, bahkan jika terus di lanjutkan tidak menutup kemungkinan tragedi berdarah akan terulang kembali.
Terutama Amerika yang memiliki kepentingan terbesar, mekipun bisa di katakan seutuhnya bukan amerikanya, sebab presiden John F Kennedy sendiri berteman baik dengan Bung Karno, hingga satu-satunya Presiden yang mau mengembalikan bunga pinjaman dari harta raja-raja senusantara kepada Indonesia, berkat diplomasi Bung Karno yang mengagumkan, tidak bisa di pungkiri lagi, memang sosok Bung Karno terlahir untuk karunia itu, tidak sampai di situ saja, nyawa Presiden Jonh F Kennedy sendiri sebagai tumbal keberhasilan kudeta tidak langsung di Indonesia, di mana pihak-pihak yang memiliki peranan penting, pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan kapitalisme multinasional adalah pihak yang wajib bertanggung jawab atas keadaan Indonesia saat itu, di mana tujuannya adalah agar freeprot bisa di dirikan di irian barat dan perusahan-perusahan multinasional juga bisa ikut berdiri, bagaimanapun caranya, apapun resikonya, sekalipun harus menumbalkan nyawa seorang presiden, perlu di ingat bahwa nyawa seorang presiden sebagai pondasi dasar berdirinya freeport di irian barat.
Saat itu Bung Karno anti kolonialisme, kapitalisme dan neoliberalisme. Sebab faham yang di anggap radikal halus itu di pandang merugikan bangsa ini, di mana masa depan sebuah bangsa akan hancur jika di kuasai pihak asing, dan sekarang menjadi kenyataan, kita memiliki air, tapi harus membeli terlebih dahulu untuk bisa menikmatinya, kita memiliki tanah, tapi kita ngontrak di atas tanah kita sendiri, kita memiliki sapi perah penghasil susu, tapi kita harus membeli lebih mahal untuk bisa merasakannya, kita pemilik daripada sumber daya alam, tapi kita tidak memiliki kedudukan sebagai pemilik, kita adalah tuan yang menjadi budak di tanah kelahiran kita sendiri, kita di perbudak dengan cara-cara yang lebih moderat dan modern. Hingga kita tidak sadar telah di jajah lagi, di mana penjajahan yang lebih menawarkan keuntungan pribadi, oleh sebab itu semakin banyak terlahir pengkhianat dan penjilat di kalangan kita sendiri, sampai-sampai tidak tahu lagi siapa lawan, siapa kawan! Siapa yang harus di perjuangkan, siapa yang harus di pilih dan siapa yang harus di percaya, sebab pihak asing menggunakan alat penghancur untuk negara ini dari orang dalam sendiri, orang-orang yang seluruh bahasa dan tubuhnya serupa dengan kita.
Semua itu terjadi sebab adanya kepentingan dan politik di dalamnya. Dan yang saya khawatirkan sekarang mulai di gembor-gemborkan lagi. Bagaimanapun keadaannya kita harus bersatu. Sakit loh kalau sampai melawan saudara sebangsa sendiri. Dalam melawan bangsa sendiri tidak ada yang menang dan kalah kecuali semua saling merugi, di mana bangsa-bangsa lain telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan, kita malah sibuk berebut, ribut sendiri dan berkelahi, kita tidak hanya akan menjadi bangsa yang tertinggal, melainkan menjadi bangsa yang akan di tinggalkan, jangan berharap menjadi macan asia, sebab yang ada hanya akan menjadi macan ompong sampai akhir hayatnya, dan ketika kita sampai berpecah belah. Maka itulah kesempatan musuh untuk marasuk lebih dalam, menguasai lebih banyak lagi, semakin merajalela dan tidak terkendali.
Pernah terpikirkan tidak bahwa ini adalah metode belanda dalam memecah belah Indonesia. (Devide et impera/adu domba). Sebab Bangsa ini memiliki banyak manusia yang memiliki ilmu kesaktian tingkat tinggi, tidak bisa di bunuh dengan senapan, tidak mudah di tumbangkan dengan meriam, maka penjajah mencari jalan lain untuk bisa menguasai, yaitu menundukan kesaktian itu dengan materi, dan sasaran utamanya adalah orang-orang yang hatinya lemah, imannya rendah dan harga dirinya murah. Dimana harga dirinya bisa di beli dengan materi, imannya bisa di tukar dengan dunia, dan hatinya di perdaya dengan janji-janji manis, semanis janji seorang yang sedang jatuh cinta, tapi belum tentu menepatinya.
Bangsa ini pernah jatuh berkali-kali, hingga dalam keadaan yang sangat sekarat dan terpuruk sekali, sebab mudah terhasut, di mana kerajaan dan raja besarpun hancur sebab termakan omongan dan isu yang tersebar. Sekarang mulai di bangkitkan kembali melalui isu dan hoax. Jikalaupun benar-benar terjadi jangan juga sampai malah ikut menjadi meriam. "Jangan jadi bebek!" Ikut-ikutan menyebarkan, semestinya bisa belajar tenang jika memang tidak memiliki kepentingan, atau bukan sebagai pihak yang berwenang. "Siapa tahu semua itu hanya settingan?" Entah settingan Tuhan atau settingan manusia, atau malah semua itu suruhan. Atau pesenan dari orang yang ingin berkuasa atau orang yang lebih berkuasa. "Apakah kita mau di pecah belah dengan luka lama?" Sebab isu adalah alat penghacur terbaik di era modern ini, kita saja jikalau masa lalu yang melukai hati di ungkit-ungkit kembali, pastinya marah. Tapi, marahpun bisa berpahala jika tidak sampai di tampilkan melalui perbuatan tubuh, atau sebaik-baiknya marah adalah seorang yang cepat marah dan juga cepat redanya, begitulah cara menghancurkan musuh besar yang bersembunyi dalam diri kita sendiri. Sebab musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri, perlu bijak dalam menelan keadaan, menyikapi isu yang datang dan dalam menerima segala informasi. Hanya sekedar berbagi🙏
Tidak ada komentar:
Posting Komentar