Mengenai Saya

Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.

Minggu, 06 Oktober 2019

Filsafat Era Modern

Aku khawatir, filsafat era modern ini bukan lagi cara berpikir, melainkan cara mengadu pemikiran. Di mana saling merasa kuat dan hebat dengan membenturkan kepala satu sama lain, tidak hanya tidak ingin menerima kekalahan, melainkan senantiasa ingin menang dan tak terkalahkan, tidak peduli apa yang terjadi di belakang hari, sebab kemenangan adalah harga mati yang harus di beli.

Jikalau itu yang terjadi, maka memudarlah cinta dan kebijaksanaan itu sendiri. Di mana konsep ilmu filsafat sudah tidak lagi seperti bentuk aslinya, sudah tidak lagi peduli saling merawat dan menjaga keutuhan, sebab satu sama lain lebih menggunakan ego dan lebih keras mempertahankan harga diri masing-masing.

Di mana argumentasi yang di lontarkan semaunya sendiri, atau ketika masuk ke ranah politik malah jalannya pincang, membela siapa yang memberi uang, tajam ke bawah tumpul ke atas, tidak memurnikan etika berdealektika, malah ada yang melampaui batas dengan memanfaatkan teori filsafatnya, menggunakan ilmu dengan menghembuskan ujaran kebencian, reaksionisnya menjadi gila ketika berhadapan dengan uang dan popularitas.

Keindahan berfilsafat di hari ini tidak lagi muncul ke permukaan, melainkan di mana permukaan di hari ini malah penuh dengan kata-kata sampah, sebab bibir lebih laju ketika di gunakan untuk menyampah, tidak lain seni retorika sudah keluar dari relnya, tidak lagi terkontrol dan memiliki kontrol diri yang tinggi dalam berseni.

Kata-kata telah menjadi bom waktu yang ledakannya lebih hebat dari perang dunia pertama dan kedua, tidak ada lagi memiliki ukuran indah atau kurang indah, melainkan semua mengindahkan pertanyaannya masing-masing, di mana alasan yang di berikan tidak memiliki hubungan terhadap masalah yang di diskusikan.

Bahkan hampir semua pelaku filsafat merasuk ke dalam dunia saling hujat, bukankah itu malah yang menjadikan filsafat kehilangan kepercayaan dari lingkungan masyarakat awam, atau malah sampai ke dalam lingkungan akademisi, membuat filsafat semakin buruk citranya, padahal sejatinya filsafat adalah filsuf yang mengalirkan ilmu dan pengetahuan soal cinta dan kebijaksaan ke dalam siapapun yang mempelajarinya.

Filsafat yang fungsi sebenarnya sebagai alat untuk bertanya, malah beralih fungsi sebagai komunikasi yang memberikan rasa dilema, membuat kapasitas filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan turun tahta, menjadi ilmu biasa yang tak berguna lagi berbahaya, sebab semua kepala takut mempelajarinya, menjadi suatu yang di anggap sangat berbahaya. Dan momok yang menakutkan bagi kalangan yang fanatismenya setingkat dewa.

Padahal dengan belajar filsafat akan memiliki peluang besar, di mana peluang keingintahuan dan bertanya mendapatkan tempat khusus di hati, dan bisa menjadi peran penting dalam kehidupan, sebab jikalau hati sudah tergerak dan jatuh cinta, maka tidak ada kata sulit di dalamnya, malah hal yang sangat sulit sekalipun adalah suatu terindah yang wajib di nikmati, perlu di gali sebab adalah tambang tersembunyi yang memiliki nilai sangat tinggi, dan perlu di temukan sebab harta berharga yang tidak ternilai.

Jangan membuat kemulian filsafat jatuh, peradaban megah yang tegak hingga beratus-ratus tahun lamanya sekejab runtuh, sebab terkontaminasi ego, gengsi dan harga diri, lalu menjadi racun berbahaya bagi akal kita, menjadi seorang yang sesat pikir yang tidak sadar akan sesat pikir yang di lakukannya.

Koreksi bisa di lakukan dengan tetap fokus pada masalah yang di diskusikan, bukan malah masih saja menyerang orangnya, dan sama sekali tidak mengarah pada masalahnya. Di mana tetap saja kolot dalam menjalankan argumennya, menyerang habis-habisan orangnya, dan kesimpulan yang di ambil tidak pernah berdasarkan premis atau dasar pikiran, atau pikiran dasar dan sadar kita sebagai pelaku filsafat.

Selain pelaku adalah pengguna tetap filsafat, semestinya bisa menggunakan filsafat sebagai alat yang bermanfaat, atau malah bisa mendayagunakan filsafat sebagai kendaraan yang mengantarkan sampai pada ketentraman batin, di mana kebutuhan rohani dan jasmani bisa tercukupi, dan menjadi alat untuk mengendalikan dan mengontrol diri, apalagi ketika diri mulai mengarah di luar kendali.

Jangan sampai filsafat di tukar dengan manisnya dunia yang hanya bisa di nikmati setegukan saja, sebab filsafat adalah karunia indah Tuhan, keajaiban semesta alam yang tidak ternilai, tidak sebanding dengan dunia beserta isinya, di mana filsafat adalah tempatnya menemukan ilmu pengetahuan dari segala keingintahuan, gudangnnya jawaban dari segala pertanyaan, jika belum memilikinya, maka berfikirlah untuk belajar filsafat.

Semisal reaksionis menghamba itu fanatismenya lebih signifikan negatif, tapi tidak ada hukum tetap di dunia ini, sesuatu yang negativitaspun bisa menjelma positivitas bila di letakan di waktu yang pas, di kesempatan yang pas dan di tempat yang pas, misal keharusan ciptaan menghamba pada pencipta filsafat itu sendiri, karena pencipta adalah maha dari kemaha filsafatan itu sendiri.

Bukankah semestinya berfilsafat itu agar kita bisa menempuh jalan sunyi ataupun ramai sampai bisa berujung pada penjelmaan atau reinkarnasian hamba yang baik, atau bisa jadi filsafat mengarahkan kita agar bisa mengetahui cara menghamba yang baik, kalau filsafat tidak bisa menuntun kita menjadi hamba yang baik atau menuntun kita agar bisa menemukan cara menghamba yang baik, pasti itu bukanlah filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar