Mengenai Saya

Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.

Sabtu, 05 Oktober 2019

Fungsi Cermin

Orang munafik berada di tengah-tengahnya orang beriman. Dia semisal serigala yang berbulu domba, hingga hampir tidak bisa di bedakan antara domba ataupun serigala, sebab kelihaiannya dalam berpenampilan dan menampilkan diri, hingga siapapun tidak akan mengira bahwa hatinya penuh dengan kemunafikan atau menyimpan sifat munafik yang terbungkus oleh keimanan semu.

Tanda-tanda orang munafik adalah ketika berbicara dusta, ketika di percaya khianat, ketika berjanji mengingkari. Dan ketika mereka berkumpul bersama orang-orang iman mengatakan bahwa dirinya adalah orang iman. Dan ketika mereka kembali berkumpul dengan sesama munafik maka mengatakan mereka bukanlah orang iman.

Dan siapapun bisa menjadi orang munafik, sebab setiap orang memiliki kadar iman dan kadar munafik di dalam dirinya masing-masing. Itulah sebabnya kemunafikan seseorang tidak bisa di ukur, di terka dan di nilai melalui kacamata dunia. Tidak menutup kemungkinan bahwa tidak akan ada satupun orang yang mau dan iklas mengakui kemunafikannya, hingga yang menuduh munafikpun bisa jadi ia sendirilah yang sebenarnya orang munafik itu.

Apalagi di zaman milenial seperti ini, di mana dunia menyuguhkan berbagai tawaran yang menggiurkan, tujuan manusia tidak lagi surga Tuhan, melainkan surga dunia, hingga para ulama sendiri banyak yang terjebak di dalamnya, banyak manusia lebih terobsesi dengan surga dunia daripada surga Tuhan, sebab surga dunia adalah suatu hal yang lebih nyata dan jelas keberadaannya, jelas sekali terlihat di depan mata setiap harinya.

Di mana dunia mengajak manusia untuk berlomba-lomba meraih keduniawian, sebab duniawi adalah surga yang lebih pasti, surga yang tidak berada dalam dunia imajinasi dan fantasi, surga yang lebih menjanjikan daripada surga yang di janjikan oleh Tuhan, dimana antusiasme untuk meraih dunia saat ini berada di tingkat tertinggi, semua dalam ukuran yang sama, semua sama-sama seselera, hingga sulit membedakan antara orang yang benar dan pura-pura benar, antara orang yang melakukan dengan kesungguhan hati atau  yang hanya pura-pura peduli.

Sungguh memilukan, tapi itulah kenyataan yang tidak terelakan, termasuk aku sendiri berada di tepi jurang neraka saat ini, ikut berlomba meraihnya, sebab aku sadar masih di dunia, meski kita mengatakan harus mengerjakan apa yang telah di turunkan dari langit, tetap saja kita tidak bisa menghina dunia, sebab kita masih hidup di dunia dan masih sangat butuh dunia, di mana mencari hidup di dunia, masih berpijak di atas tanah yang sama dan tinggal di dunia, jikalaupun harus memaksa meninggalkan dunia, mungkin jalan satu-satunya adalah membuat peradaban baru di antariksa.

"Bagaimanapun juga urusan dan kehidupan dunia belum bisa di tinggalkan?" Sebab surga yang di janjikan Tuhan sekalipun perlu di beli dari kehidupan dunia, perlu di beli dengan kesungguhan hati, dan memberi keseimbangan antara kehidupan dunia dan keperluan untuk bertransmigrasi kembali ke langit nantinya, itulah tugas yang sebenarnya! Di mana keseimbangan itu terus bergulir dan tanpa ada pertimpangan yang sangat signifikan di dalamnya.

"Apakah keimanan kita sudah berada pada area yang tepat dan stabil?" Atau malah sedang dalam keadaan kurang tepat dan labil, mudah berubah-ubah sebab keadaan, mudah berpindah-pindah sebab situasi yang tidak memungkinkan, mudah beralih dan berdalih sebab adanya keuntungan yang lebih menjanjikan, mudah berpaling sebab adanya tantangan, mudah tak terarah sebab adanya kepentingan yang merasuk tajam ke dalam, bahkan semua dari kita tidak ada yang terjamin surganya, kecuali para Nabi dan sepuluh awalul mukminin yang mengakui keislaman Rasulallah.

Dan yang sangat di sayangkan adalah kebanyakan orang mengaku lebih pantas masuk surga, lebih layak tinggal di surga, begitu egoisnya mereka, di mana mereka hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, membuat pengakuan yang sungguh amat memprihatinkan, sebab surga bukanlah buatan keluarga mereka, tidak sepantasnya mereka berkata seperti itu, sebab yang bisa memberikan keputusan mutlak siapa yang lebih pantas masuk dan tinggal di surga adalah pemilik surga itu sendiri, bukan di antara mereka.

Jikalaupun harus memutuskan "Siapa yang lebih pantas masuk ke dalam surga dan tinggal selama-lamanya di sana?" Semua pantas mendapatkan kesempatan yang sama, tidak menutup kemungkinan dari golongan para durjana sekalipun, lalu buat apa lagi kita melakukan tindakan bodoh terus menerus dengan saling membuat pengakuan diri, tidak perlu menonjol-nonjolkan diri, jika saatnya harus masuk surga, otomatis semua mata akan tertuju padanya.

Dan yang perlu di koreksi kembali adalah ketika kadar munafik itu naik maka kadar keimanan itu yang akan turun, dan ketika kadar keimanan yang naik maka kadar munafik itu yang akan turun. Jangan pernah saling menyalahkan dan menunjuk agar kita juga tidak menjadi seperti mereka. Lebih baik memperbanyak doa dan memperbaiki diri. Karena siapa yang menghina dosanya orang lain, maka tidak akan di matikan sebelum melakukan hal yang sama.

Bukan agamanya yang bermasalah, bukan firman Tuhan yang menjadi polemiknya, sebab agama apapun, firman Tuhan manapun pasti senantiasa mengajarkan kebaikan, tidak ada satupun Tuhan dari agama manapun yang mengajarkan kemungkaran, kerusakan dan kemunafikan, melainkan syetan yang bertubuh manusialah yang berbahaya.

Rasulallah pernah bersabda; "Bahwa orang-orang  munafik yang akan mencoba memecah belah adalah suaranya seperti suaramu, bahasanya seperti bahasamu, pakaiannya seperti pakaianmu, tubuhnya seperti tubuhmu dan kulitnya seperti warna kulitmu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar