Ini bukan soal retorika yang perlu di persoalkan, lebih muda, lebih tua atau setara, ini tentang keseimbangan hidup dan dapat berjalan seiring sejalan, meski berbeda pandangan atau ideologi, di mana tidak memiliki ukuran buruk atau bagus, melainkan bisa sampai pada pemahaman saling bisa menjadi vitamin pendorong, bukan lantas saling mematahkan semangat.
Orang lain kadang bisa menjadi keluarga daripada keluarga sendiri, di mana bisa memahami dengan hati, karena isi kepala setiap orang tidak sama, dan senantiasa saling mencari perbedaannya, bukan kesamaannya, saling membenturkan isi kepala dengan argumentasi yang ingin menang sendiri, dealektika yang memaksakan kehendak, pembunuhan karakter, saling menyerang tubuh, tidak mengarah pada persoalannya.
Jika saja manusia bisa saling menekan egonya, mau bercermin sebelum menilai orang lain, mau mengkur diri sebelum menakar kapasitas orang lain, tidak mendewakan moodnya, tidak memaksakan kehendak personaliti, maka akan melahirkan kedamaian di fikiran, menumbuhkan ketentraman di hati, meluruskan posisi, melanggengkan kenyamanan untuk selalu berdampingan. Dan cinta kasih yang tidak terlepaskan.
Tentang suka duka bersama, saling menspirit, mendoakan, mengisi dan melengkapi satu sama lain, berucap kata terbuka tanpa tertutup-tutupi, ringan tanpa beban, lepas tak terbatas tanpa berprasangka ini ideal atau tidak pas. Karena menarik senjata dari sarungnya itu tidak penting, melainkan yang terpenting adalah tujuannya menarik senjata dari sarungnya itu apa.
Seseorang yang mampu melahirkan kenyamanan, ketika dunia begitu garang ia menjadi tempatmu untuk berlindung, ketika langit menurunkan hujan lebat, ia menjadi tempatmu untuk berteduh, ketika angin melepas dingin, ia menjadi tempat penghangat, ketika perasaanmu berserakan, ia menjadi tempatmu untuk mengumpulkan senyuman dan menjadi penawar luka. Karena mawar itu indah bunganya, tapi memiliki pohon yang berduri, di mana setiap keindahan harus di ambil dengan perjuangan yang tidak mudah, itu yang perlu di imani.
Iman adalah karunia terbesar dalam hidup manusia, yang dapat mewujudkan sabar dan berupaya meski sukar, menerima apa adanya meskipun kita seadanya, wajah tak rupawan, kantong pas-pasan dan masa depan yang belum terang, tapi kebersamaan yang tercipta adalah sesuatu yang yakin harus kita perjuangkan. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, selalu ada ribuan kemungkinan dalam perjuangan, salah satu kemungkinan terbesar ketika belum saatnya berjalan adalah bertahan, hanya dengan membiasakan dalam menempa daya bertahan akan membuat seseorang akan bertumbuh semakin kuat.
Masa lalu yang tidak perlu di gali-gali, di ungkit-ungkit, di kontradiksi dan di pertanyakan lagi, karena kita menyadari itu adalah pelajaran, alat bercermin, dan alat mengukur diri, wawasan dan juga pengalaman yang membentuk dirinya sekarang. Bahkan hingga di kemudian hari, tidak ada hukum tetap di muka bumu ini, setiap yang benderang akan kembali gelap, atau sebaliknya, semestinya seorang yang di bawah bisa naik dengan memilih jalan yang benar, begitu juga seorang yang di atas, bisa turun dengan memilih jalan yang benar, jangan sampai tersungkur dari ketinggian.
Keterbatasan, kekurangan dan kelemahan masing-masing adalah tugas bersama untuk saling menerima, mengindahkan satu sama lain agar selalu tercipta keindahan bersama, dan memperbaiki apa yang belum baik agar lebih baik lagi. Jika sudah baik, maka mempertahankan agar tetap baik, di mana daya bertahan adalah kunci dalam menjatuhkan lawan, bukan sebaliknya mudah patah dan tersungkur dari ketinggian, atau melemah dalam keterbatasan, merintih dalam penyesalan, meratap dalam kemiskinan, menangis sejadi-jadinya hanya karena patah hati, tidak ada yang bisa menolong diri seseorang kecuali dirinya sendiri.
Tentang ia yang kita sayangi tulus sampai nafas terakhir menjadi imam atau makmum, membuat kita bangga lagi bahagia menjadi ayah atau ibu dari anak-anaknya, membuat kita bangga sebagai seorang sahabat, sampai kakek nenek saling percaya, setia hidup bersama hingga selama-lamanya.
Mengenai Saya
- TeGar Alam
- Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.
Sabtu, 26 Oktober 2019
Rabu, 23 Oktober 2019
Ratu Adil
Aku tidak pernah percaya dengan yang namanya Ratu adil, setelah zaman kalabendu atau goro-goro dari sumpahnya Sabdo palon nawa genggong di alas purwo banyuwangi, atas anggapakan ketiada kesetiaan lagi dari Prabu Brawijaya 5(Bhre kertabhumi), lalu setelah itu sabdo palon nawa genggong mukso, sebelum mukso berkata bahwa 500 tahun lagi akan kembali, di mana agama nusantara juga akan kembali ke Budha, yang di maksud Budha adalah budi, peringai yang baik, tidak perlu menjaga nama baik, jika perbuatan seseorang baik pasti namanya juga akan baik.
Memiliki kebijaksanaan berakal, orang baik pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun, tidak mudah terprofokasi, ikut-ikutan dan senang membenarkan diri sendiri, tidak mudah patah kebaikan hatinya lalu menjadi seorang yang buruk, jahat dan kejam, sebab dendam menaun yang tersimpan di dalam dada, dendam terhadap kemiskinan, dendam terhadap masa lalu, dendam terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan, dendam terhadap keadaan, melainkan bisa memiliki kontrol diri yang tinggi, lalu meruwat dendam menjadi kebaikan dan untuk meraih masa depan.
Atau ramalan dari wangsit Siliwangi(Pamanah rasa)-> Sili artinya pengganti, Wangi adalah Nama raja sebelumnya, berarti Siliwangi adalah pengganti prabu wangi. Atau ramalan dari Jongko Joyoboyo, atau ramalan dari sastra Raden Ronggo warsito atau di balik rahasia NOTONOGORO. No: Seokarno, di mana karunia dan kemampuannya hanya sampai menjadikan Indonesia merdeka, sebab Soekarno adalah Soekarnoto, akhirnya Bung Karno sendiri harus menumbalkan dirinya demi mempertahankan Indonesia agar tetap bisa tumbuh, Bung Karno harus rela menjadi pupuk untuk pertumbunhan Bangsa Indonesia, mengalah demi tidak terjadinya perang saudara.
Setelah itu To adalah Soeharto, seorang pemimpin yang doyan harta, Seoharto...senang harto atau harta, hingga harta yang dikumpulkannya tujuh turunanpun tidak akan habis, biarpun Pak Harto di bilang senang sama harta, suka mengumpulkan harta, entah dari tempat dan arah mana, setidaknya masih lebih baik dari pemerintahan sekarang, sebab korupsi sekarang lebih mengkhawatirkan, dulu 50% ke kantong pribadi lalu 50% lagi ke rakyat, sebaliknya sekarang 99% ke golongannya lalu 1% ke rakyat, sebab itu kemajuan daripada bangsa indonesia agak terhambat, negara lain sudah menjadi apa, kita masih saja begini-begini saja, rakyat bangsa lain sudah merasakan manisnya hidup, sebab kebijakan yang mengena dan sampai ke masyarakatnya, bahkan pemerintahnya bukan hanya sebatas melakukan dukungan moril saja, melainkan juga memodali dan memfasilitasi rakyatnya agar mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya, sebaliknya pemerintah kita malah sibuk ribut dan saling berebut sendiri, hingga impact keributan itu menjadikan rakyatnya saling curiga, saling tikam, dan baku hantam, bahkan sampai menumpahkan darah.
No adalah Susilo Bambang Yudhoyono, seorang pemimpin yang suka silo atau duduk bersila saja, padahal Bambang adalah seorang anak dewa atau keurunan dari trah priyayi yang semestinya memiliki daya empati sangat tinggi dan perasaan lebih halus dari orang biasa, melainkan hanya melihat tanpa memberikan impact lebih ketika bangsanya di luluhlantahkan oleh alam, ejekan dari luar dan kericuhan dari dalam, entah diamnya sebagai strategi cari aman, atau tahtik dalam berpolitik atau memang daya empatinya kurang, seutuhnya hanya selaku pribadinya yang paham, meskipun begitu bukan berarti SBY adalah pemimpin yang tidak meninggalkan suatu yang baik buat bangsanya, pasti ada kebaikan yang di tinggalkan untuk bangsa Indonesia.
Goro adalah goro-goro, di mana suatu musibah besar melanda sekencang bengisnya angin, entah sebagai konflik internal ataupun eksternal, bisa jadi pagi jadi kawan lalu sore jadi lawan, bisa jadi sebaliknya pagi jadi lawan sore jadi kawan, di mana isu menjadi senjata terampuh untuk meraih kemenangan, isu di goreng serenyah mungkin, hingga rakyat buta wacana dan berita, tidak bisa menilai lagi mana yang benar dan mana yang salah, kecuali semua hanyalah kepentingan, isu kecil di besar-besarkan, setelahnya besar isunya di alihkan, atau di ganti isu baru yang lebih menguntungkan, hingga perang senjata bukan apa-apa di bandingkan dengan perang isu, malah dari isu bisa menjadi konflik yang tidak terkendali, saling menumpahkan darah dan perang senjata, sebab perang isu semisal perang dingin, diam-diam bukan lagi menghayutkan, melainkan menenggelam, bukan lagi menusuk hati, melainkan langsung menikam jantung.
Di mana juga kata-kata lebih tajam dari senjata, hanya satu kata hoax saja bisa mengguncang kestabilitas sebuah negara, apalagi jika sampai jutaan kata-kata hoax, sebab kebohongan yang sering di ulang-ulang bisa menjadi sebuah kebenaran, apalagi jika kebenaran yang di yakini itu terlahir dari kebohongan, sekejab kebaikan yang di bangun menaunpun bisa lenyap, dan bisa membuat orang-orang yang awalnya baik, sebab tidak sanggup menahan kebaikannya lagi bisa kalap, di mana kemarahan orang baik dan sabar itu lebih bahaya daripada kemarahan orang yang sering marah, bisa di telisik dari daerah-daerah yang terlihat aman, damai dan tidak banyak polah, sekali tersulut amarah, kekejaman yang di timbulkan bukan hanya membuat pemerintah kebakaran jenggot, mengambil banyak nyawa, menumpahkan darah di mana-mana dan nama baik bangsa inipun menjadi taruhannya.
Setelah goro-goro seorang yang di tunggu akan muncul sebagai juru selamat untuk bangsa ini, walau Bung Karno sendiri pernah berkata:" Di mana akan tercipta dunia baru dengan penuh keadilan di bawah pimpinan ratu adil," itu semua hanya suatu pendamai hati, pembahagia telinga untuk membuat senang hati rakyat Indonesia saja, di mana harapan besar rakyat atas penderitaan berlarut-larut yang tidak segera menemui kesudahan, dan berujung pada kebahagiaan, Wahyu keprabon-pun juga hanya suatu mitos yang tidak perlu terlalu di tanggapi, walau sebenarnya hanya dua pemimpin yang memperoleh Wahyu keprabon tersebut( Bung Karno& Pak Harto melaui Bu Tien), lalu sesudahnya hanya wahyu anaknya tetanggaku saja, alias belum ada lagi yang memperolehnya. Atlantis juga sama, Lemuria apalagi, Bangsa ini tidak pernah menjadi bagian dari keduanya, lihat saja kenyataan, bahwa itu semua hanya sekedar "MITOS."
"Jangan menunggu ratu adil. Jadilah pemimpin yang adil maka kamu adalah ratu adil."
Memiliki kebijaksanaan berakal, orang baik pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun, tidak mudah terprofokasi, ikut-ikutan dan senang membenarkan diri sendiri, tidak mudah patah kebaikan hatinya lalu menjadi seorang yang buruk, jahat dan kejam, sebab dendam menaun yang tersimpan di dalam dada, dendam terhadap kemiskinan, dendam terhadap masa lalu, dendam terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan, dendam terhadap keadaan, melainkan bisa memiliki kontrol diri yang tinggi, lalu meruwat dendam menjadi kebaikan dan untuk meraih masa depan.
Atau ramalan dari wangsit Siliwangi(Pamanah rasa)-> Sili artinya pengganti, Wangi adalah Nama raja sebelumnya, berarti Siliwangi adalah pengganti prabu wangi. Atau ramalan dari Jongko Joyoboyo, atau ramalan dari sastra Raden Ronggo warsito atau di balik rahasia NOTONOGORO. No: Seokarno, di mana karunia dan kemampuannya hanya sampai menjadikan Indonesia merdeka, sebab Soekarno adalah Soekarnoto, akhirnya Bung Karno sendiri harus menumbalkan dirinya demi mempertahankan Indonesia agar tetap bisa tumbuh, Bung Karno harus rela menjadi pupuk untuk pertumbunhan Bangsa Indonesia, mengalah demi tidak terjadinya perang saudara.
Setelah itu To adalah Soeharto, seorang pemimpin yang doyan harta, Seoharto...senang harto atau harta, hingga harta yang dikumpulkannya tujuh turunanpun tidak akan habis, biarpun Pak Harto di bilang senang sama harta, suka mengumpulkan harta, entah dari tempat dan arah mana, setidaknya masih lebih baik dari pemerintahan sekarang, sebab korupsi sekarang lebih mengkhawatirkan, dulu 50% ke kantong pribadi lalu 50% lagi ke rakyat, sebaliknya sekarang 99% ke golongannya lalu 1% ke rakyat, sebab itu kemajuan daripada bangsa indonesia agak terhambat, negara lain sudah menjadi apa, kita masih saja begini-begini saja, rakyat bangsa lain sudah merasakan manisnya hidup, sebab kebijakan yang mengena dan sampai ke masyarakatnya, bahkan pemerintahnya bukan hanya sebatas melakukan dukungan moril saja, melainkan juga memodali dan memfasilitasi rakyatnya agar mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya, sebaliknya pemerintah kita malah sibuk ribut dan saling berebut sendiri, hingga impact keributan itu menjadikan rakyatnya saling curiga, saling tikam, dan baku hantam, bahkan sampai menumpahkan darah.
No adalah Susilo Bambang Yudhoyono, seorang pemimpin yang suka silo atau duduk bersila saja, padahal Bambang adalah seorang anak dewa atau keurunan dari trah priyayi yang semestinya memiliki daya empati sangat tinggi dan perasaan lebih halus dari orang biasa, melainkan hanya melihat tanpa memberikan impact lebih ketika bangsanya di luluhlantahkan oleh alam, ejekan dari luar dan kericuhan dari dalam, entah diamnya sebagai strategi cari aman, atau tahtik dalam berpolitik atau memang daya empatinya kurang, seutuhnya hanya selaku pribadinya yang paham, meskipun begitu bukan berarti SBY adalah pemimpin yang tidak meninggalkan suatu yang baik buat bangsanya, pasti ada kebaikan yang di tinggalkan untuk bangsa Indonesia.
Goro adalah goro-goro, di mana suatu musibah besar melanda sekencang bengisnya angin, entah sebagai konflik internal ataupun eksternal, bisa jadi pagi jadi kawan lalu sore jadi lawan, bisa jadi sebaliknya pagi jadi lawan sore jadi kawan, di mana isu menjadi senjata terampuh untuk meraih kemenangan, isu di goreng serenyah mungkin, hingga rakyat buta wacana dan berita, tidak bisa menilai lagi mana yang benar dan mana yang salah, kecuali semua hanyalah kepentingan, isu kecil di besar-besarkan, setelahnya besar isunya di alihkan, atau di ganti isu baru yang lebih menguntungkan, hingga perang senjata bukan apa-apa di bandingkan dengan perang isu, malah dari isu bisa menjadi konflik yang tidak terkendali, saling menumpahkan darah dan perang senjata, sebab perang isu semisal perang dingin, diam-diam bukan lagi menghayutkan, melainkan menenggelam, bukan lagi menusuk hati, melainkan langsung menikam jantung.
Di mana juga kata-kata lebih tajam dari senjata, hanya satu kata hoax saja bisa mengguncang kestabilitas sebuah negara, apalagi jika sampai jutaan kata-kata hoax, sebab kebohongan yang sering di ulang-ulang bisa menjadi sebuah kebenaran, apalagi jika kebenaran yang di yakini itu terlahir dari kebohongan, sekejab kebaikan yang di bangun menaunpun bisa lenyap, dan bisa membuat orang-orang yang awalnya baik, sebab tidak sanggup menahan kebaikannya lagi bisa kalap, di mana kemarahan orang baik dan sabar itu lebih bahaya daripada kemarahan orang yang sering marah, bisa di telisik dari daerah-daerah yang terlihat aman, damai dan tidak banyak polah, sekali tersulut amarah, kekejaman yang di timbulkan bukan hanya membuat pemerintah kebakaran jenggot, mengambil banyak nyawa, menumpahkan darah di mana-mana dan nama baik bangsa inipun menjadi taruhannya.
Setelah goro-goro seorang yang di tunggu akan muncul sebagai juru selamat untuk bangsa ini, walau Bung Karno sendiri pernah berkata:" Di mana akan tercipta dunia baru dengan penuh keadilan di bawah pimpinan ratu adil," itu semua hanya suatu pendamai hati, pembahagia telinga untuk membuat senang hati rakyat Indonesia saja, di mana harapan besar rakyat atas penderitaan berlarut-larut yang tidak segera menemui kesudahan, dan berujung pada kebahagiaan, Wahyu keprabon-pun juga hanya suatu mitos yang tidak perlu terlalu di tanggapi, walau sebenarnya hanya dua pemimpin yang memperoleh Wahyu keprabon tersebut( Bung Karno& Pak Harto melaui Bu Tien), lalu sesudahnya hanya wahyu anaknya tetanggaku saja, alias belum ada lagi yang memperolehnya. Atlantis juga sama, Lemuria apalagi, Bangsa ini tidak pernah menjadi bagian dari keduanya, lihat saja kenyataan, bahwa itu semua hanya sekedar "MITOS."
"Jangan menunggu ratu adil. Jadilah pemimpin yang adil maka kamu adalah ratu adil."
Senin, 21 Oktober 2019
Satria Piningit
"Bagaimana dengan Satria Piningit?" Dia akhirnya akan menjadi Ratu Adil pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan atas kehendak Tuhan, karena di kerajaan manapun sebelum menjadi ratu pastilah menjadi kesatria dulu, Tuhan melatih kepekaan rasanya, mengasah hatinya hingga tajam dan memupuk dirinya dengan penderitaan, di mana dengan mengalami dan observasi secara langsung akan membuatnya bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, bisa peka terhadap sekitarnya, agar tidak tinggi hati dan semaunya sendiri ketika berkuasa.
King Arthur, Lancelot, Napoleon Bonaparte, Ken Arok, Karebet atau Joko tingkir, Joko Samudera, Bung Karno, Sri Krisna, Sri Rama, di mana jauh-jauh hari sebelum menjadi ratu adil berkelana meleburkan diri di rahimnya rakyat, banyak raja-raja dulu sangat arif dan bijaksana, karena pernah menjalani tapa ngluruk atau berkelana, dengan berkelana membuat mereka mengerti apa yang harus di lakukan ketika mendapatkan amanah, bisa melayani rakyat dengan segenap kemampuan dan kesungguhan hati, hukumnya tidak buta, kebijakannya tidak pincang, atau tajam ke bawah tumpul ke atas, karena mengerti apa yang harus di lakukan untuk rakyatnya, memahami apa yang di inginkan rakyatnya, dan tidak gamang dalam menjalankan kekuasaannya.
Apalagi di zaman milenial ini, di mana banyak pemimpin yang keblinger, karena kekuasaan di jadikan pemburuan harta, penciptaan nama dan penguasaan sumber daya, yang semestinya kodrat seorang pemimpin adalah pelayan, tugas pelayan adalah seluruh kepentingannya untuk tuannya, sedangkan tuannya pemimpin adalah rakyat, karena pemimpin di gaji oleh rakyat, tanpa rakyat pemimpin bukan siapa-siapa, bukan malah aji mumpung, mumpung berkuasa melakukan segala cara untuk melakukan apa saja, apalagi dengan mengatasnamakan pengabdian dan kemanusian.
Satria adalah seorang yang jantan, berani jujur di tengah kebohongan, tidak main keroyokan, tidak lari dari medan pertempuran. Pemberani, berani mengakui kekalahan, berani mengakui kesalahan dan tidak memutar balikan kenyataan karena hidup dalam kepengecutan, kokoh dalam pendirian bak batu karang yang tidak mudah terhantam gelombang, pendirian dalam melangkah di jalan yang benar, tetap menjadi orang baik dan bisa memuliakan sesamanya, bukan malah menjadi batang yang menjadi permainan gelombang, tidak mudah menyerah di medan pertempuran melawan takdirnya sendiri, ulet seulet pendaki gunung dalam mendaki ke puncak kehidupannya, tidak mudah putus asa menghadapi sebuah keadaan, meski tersulit sekalipun, tegas penuh dengan kelembutan dan kasih sayang
Sedangkan Piningit adalah keberadaannya di sembunyikan oleh Tuhan, di sembunyikan bukan berarti harus hidup di goa, atau kehidupannya berada di tengah hutan yang belum terendus oleh manusia, atau keberadaannya di langit, melainkan dia adalah seorang biasa seperti pada umumnya, hidup di tengah rakyat, berkumpul dengan rakyat, bergaul dengan rakyat hingga tidak ada yang tahu dan menyadari, bahwa dialah suatu hari yang tampil sebagai Satria piningit. Pemimpin sejati itu terlahir dari rahimnya rakyat, liat video Bung Karno bersama Ibu Ratna sari dewi, wawancara terakhirnya Bung Karno dengan Cindy Adams. "Siapa sukseksor itu?" Siapa saja bisa menjadi suksesor, dia akan tampil ketika waktunya telah tiba, dia muncul tiba-tiba dari rahimnya rakyat.
Sedikitnya ciri satria piningit adalah dewa berwujud manusia, berwajah Sri Krisna/ Govinda/Gopala/Achala/Bihari/Brajesh/Bali/Hari/Narayana/Vishnu/Gopal/Ananta/Dravin/Manohara/Yogi/Yadav/Sumedha/Shyam/Mayura/Mohana/Mahendra/Murali/Achala/Aditya/Ajanma/Ajaya/Danavendra dll( sangat tampan, ramah, muda8h bergaul, banyak teman dan suka bercanda/humor).
Berwatak Baladewa/ Kakrasana/Balarama: Tegas, keras hati tapi tidak keras perbuatannya, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana, memiliki sejata Trisula weda adalah Ilmu, Amal dan Iman, dia akan datang dari arah timur menuju barat, suka menggoda, bisa meramal dalam artian weroh sang durunge winarah(mengetahui dulu apa yang orang lain belum ketahui), bisa membaca pikiran orang lain, musuh yang memusuhinya tanpa di balas dengan memusuhi akan jatuh sendiri, dia hidup melebur bersama rakyat, sampai rakyat tidak tahu itulah yang bakal menjadi pemimpinya.
Tidak lain itu juga hanyalah MITOS, liat saja pada kenyataan yang ada, bahwa ada pemimpin tidak ada pemimpin sama saja, nasib kita di tangan kita sendiri yang berjuang, pemimpin bukan Tuhan, tidak bisa mengubah nasib siapapun, hanya saja kadang kebijakan yang di lakukan seorang pemimpin bisa membuat pengaruh dalam kehidupan rakyatnya. Jangan berharap pemimpin baik jika kita sebagai rakyat tidak mau memperbaiki diri, karena pemimpin yang baik terlahir dari rakyat yang baik, sebaliknya juga begitu! Pemimpin yang tidak baik terlahir dari rakyat yang kurang baik, maka lakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, jika sungguh-sungguh merindukan pemimpin yang baik, jangan sampai orang baik malas menjadi pemimpin karena melihat rakyatnya berkepala batu, lalu orang-orang yang tidak baik menjadi pemimpin, jadilah sekumpulan kepala batu.
Tidak lain yang ada hanya sebuah kepentingan, tidak ada lagi otak yang mengarah ke rakyat, jikalau ada hanya basa basi semata, tidak ada impact nyata, semua hanya mementingkan diri sendiri, golongannya dan siapa yang lebih menguntungkan itu yang lebih di utamakan, otaknya hanya mencari keberuntungan dan keuntungan, semua hanya memikirkan diri sendiri, bukan karena rakyatnya bodoh atau mudah di bodohi, karena rakyat sekarang juga sudah semakin pandai, tapi karena kepandaian itulah juga jadi kepala batu, munculan pemimpin yang berkepala batu, karena melihat rakyatnya kepala batu dan pemimpin yang di pilihnya memperlihatkan watak aslinya yang juga kepala batu, jadilah sesama kepala batu yang berbenturan, saling membenturkan kepala batunya dan tidak ada kesadaran berbangsa lagi di dalamnya.
King Arthur, Lancelot, Napoleon Bonaparte, Ken Arok, Karebet atau Joko tingkir, Joko Samudera, Bung Karno, Sri Krisna, Sri Rama, di mana jauh-jauh hari sebelum menjadi ratu adil berkelana meleburkan diri di rahimnya rakyat, banyak raja-raja dulu sangat arif dan bijaksana, karena pernah menjalani tapa ngluruk atau berkelana, dengan berkelana membuat mereka mengerti apa yang harus di lakukan ketika mendapatkan amanah, bisa melayani rakyat dengan segenap kemampuan dan kesungguhan hati, hukumnya tidak buta, kebijakannya tidak pincang, atau tajam ke bawah tumpul ke atas, karena mengerti apa yang harus di lakukan untuk rakyatnya, memahami apa yang di inginkan rakyatnya, dan tidak gamang dalam menjalankan kekuasaannya.
Apalagi di zaman milenial ini, di mana banyak pemimpin yang keblinger, karena kekuasaan di jadikan pemburuan harta, penciptaan nama dan penguasaan sumber daya, yang semestinya kodrat seorang pemimpin adalah pelayan, tugas pelayan adalah seluruh kepentingannya untuk tuannya, sedangkan tuannya pemimpin adalah rakyat, karena pemimpin di gaji oleh rakyat, tanpa rakyat pemimpin bukan siapa-siapa, bukan malah aji mumpung, mumpung berkuasa melakukan segala cara untuk melakukan apa saja, apalagi dengan mengatasnamakan pengabdian dan kemanusian.
Satria adalah seorang yang jantan, berani jujur di tengah kebohongan, tidak main keroyokan, tidak lari dari medan pertempuran. Pemberani, berani mengakui kekalahan, berani mengakui kesalahan dan tidak memutar balikan kenyataan karena hidup dalam kepengecutan, kokoh dalam pendirian bak batu karang yang tidak mudah terhantam gelombang, pendirian dalam melangkah di jalan yang benar, tetap menjadi orang baik dan bisa memuliakan sesamanya, bukan malah menjadi batang yang menjadi permainan gelombang, tidak mudah menyerah di medan pertempuran melawan takdirnya sendiri, ulet seulet pendaki gunung dalam mendaki ke puncak kehidupannya, tidak mudah putus asa menghadapi sebuah keadaan, meski tersulit sekalipun, tegas penuh dengan kelembutan dan kasih sayang
Sedangkan Piningit adalah keberadaannya di sembunyikan oleh Tuhan, di sembunyikan bukan berarti harus hidup di goa, atau kehidupannya berada di tengah hutan yang belum terendus oleh manusia, atau keberadaannya di langit, melainkan dia adalah seorang biasa seperti pada umumnya, hidup di tengah rakyat, berkumpul dengan rakyat, bergaul dengan rakyat hingga tidak ada yang tahu dan menyadari, bahwa dialah suatu hari yang tampil sebagai Satria piningit. Pemimpin sejati itu terlahir dari rahimnya rakyat, liat video Bung Karno bersama Ibu Ratna sari dewi, wawancara terakhirnya Bung Karno dengan Cindy Adams. "Siapa sukseksor itu?" Siapa saja bisa menjadi suksesor, dia akan tampil ketika waktunya telah tiba, dia muncul tiba-tiba dari rahimnya rakyat.
Sedikitnya ciri satria piningit adalah dewa berwujud manusia, berwajah Sri Krisna/ Govinda/Gopala/Achala/Bihari/Brajesh/Bali/Hari/Narayana/Vishnu/Gopal/Ananta/Dravin/Manohara/Yogi/Yadav/Sumedha/Shyam/Mayura/Mohana/Mahendra/Murali/Achala/Aditya/Ajanma/Ajaya/Danavendra dll( sangat tampan, ramah, muda8h bergaul, banyak teman dan suka bercanda/humor).
Berwatak Baladewa/ Kakrasana/Balarama: Tegas, keras hati tapi tidak keras perbuatannya, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana, memiliki sejata Trisula weda adalah Ilmu, Amal dan Iman, dia akan datang dari arah timur menuju barat, suka menggoda, bisa meramal dalam artian weroh sang durunge winarah(mengetahui dulu apa yang orang lain belum ketahui), bisa membaca pikiran orang lain, musuh yang memusuhinya tanpa di balas dengan memusuhi akan jatuh sendiri, dia hidup melebur bersama rakyat, sampai rakyat tidak tahu itulah yang bakal menjadi pemimpinya.
Tidak lain itu juga hanyalah MITOS, liat saja pada kenyataan yang ada, bahwa ada pemimpin tidak ada pemimpin sama saja, nasib kita di tangan kita sendiri yang berjuang, pemimpin bukan Tuhan, tidak bisa mengubah nasib siapapun, hanya saja kadang kebijakan yang di lakukan seorang pemimpin bisa membuat pengaruh dalam kehidupan rakyatnya. Jangan berharap pemimpin baik jika kita sebagai rakyat tidak mau memperbaiki diri, karena pemimpin yang baik terlahir dari rakyat yang baik, sebaliknya juga begitu! Pemimpin yang tidak baik terlahir dari rakyat yang kurang baik, maka lakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, jika sungguh-sungguh merindukan pemimpin yang baik, jangan sampai orang baik malas menjadi pemimpin karena melihat rakyatnya berkepala batu, lalu orang-orang yang tidak baik menjadi pemimpin, jadilah sekumpulan kepala batu.
Tidak lain yang ada hanya sebuah kepentingan, tidak ada lagi otak yang mengarah ke rakyat, jikalau ada hanya basa basi semata, tidak ada impact nyata, semua hanya mementingkan diri sendiri, golongannya dan siapa yang lebih menguntungkan itu yang lebih di utamakan, otaknya hanya mencari keberuntungan dan keuntungan, semua hanya memikirkan diri sendiri, bukan karena rakyatnya bodoh atau mudah di bodohi, karena rakyat sekarang juga sudah semakin pandai, tapi karena kepandaian itulah juga jadi kepala batu, munculan pemimpin yang berkepala batu, karena melihat rakyatnya kepala batu dan pemimpin yang di pilihnya memperlihatkan watak aslinya yang juga kepala batu, jadilah sesama kepala batu yang berbenturan, saling membenturkan kepala batunya dan tidak ada kesadaran berbangsa lagi di dalamnya.
Bocah Angon
"Siapakah sosok bocah angon atau anak gembala?" Bocah angon atau anak gembala bukan berarti dia adalah tukang angon atau pengembala kambing, kerbau, sapi, kuda, atau unta dll, melainkan dia adalah dewa yang berwujud manusia, berparas wisnu berwatak baladewa, sakti tanpa aji-aji, menang tidak menghina, mampu mengembalakan dirinya dan orang lain menuju kebaikan, sekaligus mengembalikan keburukan pada kebaikan.
Seperti halnya Firman Allah: Berlomba-lombalah dalam kebaikan, sebab tidak ada kebaikan yang tidak mendapatkan pengembalian kebaikan, bukan kebenaran, sebab kebenaran tidak berujung, kadang di lain hari kita menemukan yang lebih baik dari kebenaran yang kita pegang di hari ini, dan kebenaran yang tidak terkendali bisa menjadikan seseorang bisa merasa paling benar sendiri, bukan keadilan, sebab keadilan berada di rasa bersyukur kita, melainkan seseorang yang senantiasa menginginkan keadilan lebih banyak menemukan kekecewaan
Allah mengutus para Nabi tidak di tempat yang suci dan baik, melainkan di tempat yang buruk dan hina. Semisal Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, Daud dll terlahir ketika di zaman jahiliyah, "tugasnya apa?" Memperbaiki peradaban, menjadi pemakmur muka bumi, meluruskan kebenaran yang bengkok, mengembalikan wajah kaumnya yang berpaling dari Allah, meluruskan jalannya sejarah, menyinari kehidupan dengan kebaikan, memberikan kabar gembira dan penakut, menjadi cahaya teruntuk jiwa-jiwa yang tersesat, dan mengabdikan hidupnya teruntuk kebaikan.
Begitu juga dalam agama Hindu, di mana Wisnu turun menjelmakan dirinya sebagai Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, Parasurama, Sri Rama, Sri Kresna, Buddha, Kalki, sebab adanya kejahiliahan, kebenaran merosot dan kejahatan merajalela di mana-mana. Lalu di dalam Agama Budha Sidarta Gautama berani meninggalkan kemewahan istana sebab adanya kejahiliahan, pertimpangan kehidupan dan kebodohan yang menyebabkan kesesatan, Isa Al Masih, Yesus atau Abdullah terlahir di zaman kejahiliahan, kemerosotan moral, dan bengkoknya keimanan dari kaumnya. Muhamad terlahir di zaman fatroh, zaman kekosongan utusan kurang lebih 600 tahun, kebodohan yang merajalela dan meluapnya kesesatan yang tidak terbendung lagi.
Tidak tahunya bocah angon sekarang sudah muncul di dalam sebuah republik, beliau telah melewati kesusahan menetas kesudahan, melalui berbagai jalan yang terjal hingga berubah aspal, mendaki penderitaan hingga mencapai puncak kegembiraan, meruwat sunyi hingga berubah ramai, memupuk kesedihan hingga tumbuh kebahagiaan, menanam kesabaran hingga tumbuh keriangan, mendobrak dogma lama yang kolot menjadi flexsible dan efisiean. "Petruk dadi Ratu," Bocah angon itu jiwanya, Satria piningit itu wataknya dan Ratu Adil wujudnya.
Beliau sudah lulus weda jawa. Trisula Weda adalah SU : Sesuatu yang sangat unggul. JIWO: Berada di tempat yang sangat dalam sekali. TEJO: wujudnya cahaya yang begitu amat suci. Di mana SuJiwoTejo adalah seseorang yang unggul, sebab memiliki cahaya yang amat suci, letaknya sangat dalam dan tersembunyi. Seseorang yang jujur dan senantiasa melangkah di jalan yang benar, orang benar itu pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun.
Beliau sebagai Presiden telah memimpin Republik Jancukers dengan penuh kearifan, sebagai Ratu Adil untuk bangsa Jancukers, sebab wahyu keprabon telah jatuh kepadanya, di Republik Jancukers tidak ada lagi yang namanya rebutan pepesan kosong, saling serang argumentasi, saling hantam kata-kata, saling hujat hingga melempar fitnah, saling melakukan pembunuhan karakter, saling serang tubuh, saling mencari kesalahan, saling mengotak-ngotakan perbedaan, saling jegal-jegalan, saling ugal-ugalan dialog, saling memprofokasi, membuat keos dan merekayasa dengan alasan demi kemanusian atau tatanan yang lebih baik atau peradaban yang lebih maju, melainkan yang ada adalah daun pisang yang isinya kosong di jadikan pepesan, untuk di nikmati bersama dalam rasa penuh bersyukur dan kegembiraan. Ratu Adil telah lahir dari rahimnya rakyat Jancukers.
Seperti halnya Firman Allah: Berlomba-lombalah dalam kebaikan, sebab tidak ada kebaikan yang tidak mendapatkan pengembalian kebaikan, bukan kebenaran, sebab kebenaran tidak berujung, kadang di lain hari kita menemukan yang lebih baik dari kebenaran yang kita pegang di hari ini, dan kebenaran yang tidak terkendali bisa menjadikan seseorang bisa merasa paling benar sendiri, bukan keadilan, sebab keadilan berada di rasa bersyukur kita, melainkan seseorang yang senantiasa menginginkan keadilan lebih banyak menemukan kekecewaan
Allah mengutus para Nabi tidak di tempat yang suci dan baik, melainkan di tempat yang buruk dan hina. Semisal Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, Daud dll terlahir ketika di zaman jahiliyah, "tugasnya apa?" Memperbaiki peradaban, menjadi pemakmur muka bumi, meluruskan kebenaran yang bengkok, mengembalikan wajah kaumnya yang berpaling dari Allah, meluruskan jalannya sejarah, menyinari kehidupan dengan kebaikan, memberikan kabar gembira dan penakut, menjadi cahaya teruntuk jiwa-jiwa yang tersesat, dan mengabdikan hidupnya teruntuk kebaikan.
Begitu juga dalam agama Hindu, di mana Wisnu turun menjelmakan dirinya sebagai Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, Parasurama, Sri Rama, Sri Kresna, Buddha, Kalki, sebab adanya kejahiliahan, kebenaran merosot dan kejahatan merajalela di mana-mana. Lalu di dalam Agama Budha Sidarta Gautama berani meninggalkan kemewahan istana sebab adanya kejahiliahan, pertimpangan kehidupan dan kebodohan yang menyebabkan kesesatan, Isa Al Masih, Yesus atau Abdullah terlahir di zaman kejahiliahan, kemerosotan moral, dan bengkoknya keimanan dari kaumnya. Muhamad terlahir di zaman fatroh, zaman kekosongan utusan kurang lebih 600 tahun, kebodohan yang merajalela dan meluapnya kesesatan yang tidak terbendung lagi.
Tidak tahunya bocah angon sekarang sudah muncul di dalam sebuah republik, beliau telah melewati kesusahan menetas kesudahan, melalui berbagai jalan yang terjal hingga berubah aspal, mendaki penderitaan hingga mencapai puncak kegembiraan, meruwat sunyi hingga berubah ramai, memupuk kesedihan hingga tumbuh kebahagiaan, menanam kesabaran hingga tumbuh keriangan, mendobrak dogma lama yang kolot menjadi flexsible dan efisiean. "Petruk dadi Ratu," Bocah angon itu jiwanya, Satria piningit itu wataknya dan Ratu Adil wujudnya.
Beliau sudah lulus weda jawa. Trisula Weda adalah SU : Sesuatu yang sangat unggul. JIWO: Berada di tempat yang sangat dalam sekali. TEJO: wujudnya cahaya yang begitu amat suci. Di mana SuJiwoTejo adalah seseorang yang unggul, sebab memiliki cahaya yang amat suci, letaknya sangat dalam dan tersembunyi. Seseorang yang jujur dan senantiasa melangkah di jalan yang benar, orang benar itu pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun.
Beliau sebagai Presiden telah memimpin Republik Jancukers dengan penuh kearifan, sebagai Ratu Adil untuk bangsa Jancukers, sebab wahyu keprabon telah jatuh kepadanya, di Republik Jancukers tidak ada lagi yang namanya rebutan pepesan kosong, saling serang argumentasi, saling hantam kata-kata, saling hujat hingga melempar fitnah, saling melakukan pembunuhan karakter, saling serang tubuh, saling mencari kesalahan, saling mengotak-ngotakan perbedaan, saling jegal-jegalan, saling ugal-ugalan dialog, saling memprofokasi, membuat keos dan merekayasa dengan alasan demi kemanusian atau tatanan yang lebih baik atau peradaban yang lebih maju, melainkan yang ada adalah daun pisang yang isinya kosong di jadikan pepesan, untuk di nikmati bersama dalam rasa penuh bersyukur dan kegembiraan. Ratu Adil telah lahir dari rahimnya rakyat Jancukers.
313
Sebenarnya 313 itu adalah kemurnian hati, kesucian jasmani dan keridhoan Illahi, tiada upadaya dan tiada kekuatan, kecuali upadaya dan kekuatan yang meluncurnya dari Tuhan yang maha Esa. Tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada yang mustahil, sebab semua adalah milik Allah, semua akan menjadi, jika semua menjadi kehendak Allah, di mana Allah bersama hamba-hambanya yang bersabar, dan kebahagiaan ada di dalam kesabaran.
Esa adalah tanda dari Allah yang hendak menunjukan kemaha kuasaanNya, maha kuasa di atas segala kekuasaan, pemilik dari segala kekuasaan, memiliki kekuasaan yang tidak berujung, tidak bertepi, tidak berkurang dan tidak akan pernah runtuh. Hingga kekuasaan yang tidak sanggup di pahami, kekuasaanNya abadi, di mana tidak ada pertolongan kecuali hanya dariNya, tidak ada penolong kecuali hanya Allah, satu-satunya tempat yang bisa di mintai pertolongan dan sebagai sandaran hidup.
Saat itu di kota badar 80 mil barat daya madinah, tepatnya tanggal 13 maret 624 M/17 ramadhan 2 H, ketika Al' quran di turunkan dari langit, dari tempat tertinggi, yang tidak terjangkau, suci dan abadi, sekaligus orang-orang iman dalam keadaan berpuasa, sebagai saksi bisu buncahnya perang melawan kedzaliman, sebagai lokomotif awal dalam pembangunan pondasi islam di muka bumi, dan sebagai sinar matahari yang memecah kabut masa kejahiliyahan, bukan sebab menghendaki kekuasaan, atau membawa-bawa nama Tuhan demi perolehan kekuasaan.
Di mana di pihak orang iman di pimpin langsung oleh Nabi Muhamad, Hamzah bin abdul Muntholib atau umat islam menjulukinya sebagai Singa Allah" (أسد الله asadullah) dan Ali bin Abi Thalib pemilik kisah cinta yang keharumannya hidup sepanjang masa, sedangkan pihak orang dzalim di pimpin oleh Abu Jahal atau Amr bin Hisyam( pamannya Nabi sendiri yang dzolim),
Di mana pertama Rasullalah beserta pasukannya menghadapi Abu Sufyan, yang kemudian sebab tidak sanggup menghadapi pasukan Rasullalah, Abu Sufyan melarikan diri dari kekalahannya, tidak sanggup lagi berdiri di atas kekuatan pasukannya sendiri, kemudian Abu Sufyan meminta bantuan dari golongan Abu Jahal di makkah.
Jumlah pasukan yang tidak sebanding, di mana dari pihak pasukan orang iman berjumlah 313 berhadapan dengan pasukan lawannya dari pihak orang-orang dzalim yang berjumlah 1000, ada juga yang menyebutkan 950 dan 700 unta, di mana dalam menghadapi situasi yang amat sulit, menghimpit dan menjepit itu, hampir saja Rosullalah putus asa dengan berkata: "Mata Nasrullah( kapan pertolongan Allah)."
Kemudian Allah mengingatkan secara gamblang: "Percayalah kepadaKu, sebab pertolonganku dekat," tidak berangsur lama Allah bergegas sebagai Sang Maha Kuasa mengutus pasukan elit dari golongan para Malaikat, bertubuh sangat besar sekali, ukurannya yang tidak bisa di bayangkan, menunggangi kuda, yang berasal dari cahaya dan berbusana cahaya, Malaikat yang besar itu di kelilingi oleh 70000 ribu malaikat yang mengenakan berbagai busana dan perhiasan.
Masing-masing mereka memegang tombak yang terbuat dari cahaya, mentereng seterang matahari dan berkilauan bagaikan berlian, mereka di sebut sebagai Jundallah(Tentara Allah), di mana keberadaan mereka sebagai perantara Allah secara tidak langsung, mereka di utus oleh Allah untuk memenangkan setiap peperangan yang berlangsung, termasuk untuk membantu Rosullalah agar bisa memenangkan perang badar.
Ada yang menjelaskan 1000 Malaikat, ada yang menjelaskan 5000 Malaikat, dan ada juga yang menjelaskan 70000 ribu Malaikat, dengan datang berturut-turut seperti jatuhnya air hujan dari langit dan tidak pernah patah, kekuatan para Malaikat itu sungguh menakjubkan, kehadirannya ajaib, tidak ada satupun orang dzalim yang mengetahui kehadiran para Malaikat itu, tanpa sepengetahuan orang-orang dzolim para Malaikat menghunuskan tombaknya, menghantam tubuh, dan memporak-porandakan pasukan lawan.
Akhirnya Rasullalah memenangkan pertempuran di kota badar dengan rasa bersyukur yang hikmat, sebab nikmat Allah memperlihatkan wujudnya, dan tidak ada alasan untuk mendustakan nikmat Allah yang hadir. Dan Rasulallah bersabda: "Nasrumminallah: inilah pertolongan Allah," dari pihak orang iman yang terbunuh berjumlah 14 orang, sedangkan dari pihak orang-orang dzalim yang terbunuh berjumlah 50 sampai 70 orang. Rosullalah selalu menang di setiap pertempuran bukan sebab kekuatan dari pasukannya, atau kemampuannya sebagai manusia, melainkan adanya rahmat Allah dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, ada ridha Allah di dalamnya, ada campur tangan Allah di seluruh aktifitas hidupnya, di bersamai Allah dengan manusia-manusia luar biasa di sekekilingnya dan para Malaikat, termasuk Jundallah menyertainya di setiap pertempuran.
Betapa berdosanya jika manusia mendewakan ego dan moodnya, manusia harus sadar bahwa dia adalah mahluk sosial, di mana senantiasa dia bekerja dengan banyak orang, terhubung dengan banyak orang dan kepentingannya untuk banyak orang, oleh sebab itu Rasulallah luar biasa bukan sebab jeripayahnya sendiri, melainkan sebab kerendahan dan kemurahan hatinya, di kelilingi oleh manusia-manusia luar biasa dan Allah meridhai tindakannya.
Rosullalah tidak hebat, melainkan Allah memudahkan urusannya, Rasulallah selalu menang di setiap pertempuran, bukan sebab kemampuan pasukannya atau sebab kemampuannya sebagai manusia, melainkan sebab rahmat dari Allah, ada ridha di dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, Allah menghadirkan Jundallah sebagai alat untuk merebut kemenangan, menyertai di setiap pertempuran yang di lakukan Rasulallah, dan semua terjadi atas kehendak dari sang penyelenggara hidup. Dan juga menghadirkan para Malaikat sebagai penjaga dan membersamai Rasulallah di mana saja, kapan saja dan bagaimanapun keadaannya.
Esa adalah tanda dari Allah yang hendak menunjukan kemaha kuasaanNya, maha kuasa di atas segala kekuasaan, pemilik dari segala kekuasaan, memiliki kekuasaan yang tidak berujung, tidak bertepi, tidak berkurang dan tidak akan pernah runtuh. Hingga kekuasaan yang tidak sanggup di pahami, kekuasaanNya abadi, di mana tidak ada pertolongan kecuali hanya dariNya, tidak ada penolong kecuali hanya Allah, satu-satunya tempat yang bisa di mintai pertolongan dan sebagai sandaran hidup.
Saat itu di kota badar 80 mil barat daya madinah, tepatnya tanggal 13 maret 624 M/17 ramadhan 2 H, ketika Al' quran di turunkan dari langit, dari tempat tertinggi, yang tidak terjangkau, suci dan abadi, sekaligus orang-orang iman dalam keadaan berpuasa, sebagai saksi bisu buncahnya perang melawan kedzaliman, sebagai lokomotif awal dalam pembangunan pondasi islam di muka bumi, dan sebagai sinar matahari yang memecah kabut masa kejahiliyahan, bukan sebab menghendaki kekuasaan, atau membawa-bawa nama Tuhan demi perolehan kekuasaan.
Di mana di pihak orang iman di pimpin langsung oleh Nabi Muhamad, Hamzah bin abdul Muntholib atau umat islam menjulukinya sebagai Singa Allah" (أسد الله asadullah) dan Ali bin Abi Thalib pemilik kisah cinta yang keharumannya hidup sepanjang masa, sedangkan pihak orang dzalim di pimpin oleh Abu Jahal atau Amr bin Hisyam( pamannya Nabi sendiri yang dzolim),
Di mana pertama Rasullalah beserta pasukannya menghadapi Abu Sufyan, yang kemudian sebab tidak sanggup menghadapi pasukan Rasullalah, Abu Sufyan melarikan diri dari kekalahannya, tidak sanggup lagi berdiri di atas kekuatan pasukannya sendiri, kemudian Abu Sufyan meminta bantuan dari golongan Abu Jahal di makkah.
Jumlah pasukan yang tidak sebanding, di mana dari pihak pasukan orang iman berjumlah 313 berhadapan dengan pasukan lawannya dari pihak orang-orang dzalim yang berjumlah 1000, ada juga yang menyebutkan 950 dan 700 unta, di mana dalam menghadapi situasi yang amat sulit, menghimpit dan menjepit itu, hampir saja Rosullalah putus asa dengan berkata: "Mata Nasrullah( kapan pertolongan Allah)."
Kemudian Allah mengingatkan secara gamblang: "Percayalah kepadaKu, sebab pertolonganku dekat," tidak berangsur lama Allah bergegas sebagai Sang Maha Kuasa mengutus pasukan elit dari golongan para Malaikat, bertubuh sangat besar sekali, ukurannya yang tidak bisa di bayangkan, menunggangi kuda, yang berasal dari cahaya dan berbusana cahaya, Malaikat yang besar itu di kelilingi oleh 70000 ribu malaikat yang mengenakan berbagai busana dan perhiasan.
Masing-masing mereka memegang tombak yang terbuat dari cahaya, mentereng seterang matahari dan berkilauan bagaikan berlian, mereka di sebut sebagai Jundallah(Tentara Allah), di mana keberadaan mereka sebagai perantara Allah secara tidak langsung, mereka di utus oleh Allah untuk memenangkan setiap peperangan yang berlangsung, termasuk untuk membantu Rosullalah agar bisa memenangkan perang badar.
Ada yang menjelaskan 1000 Malaikat, ada yang menjelaskan 5000 Malaikat, dan ada juga yang menjelaskan 70000 ribu Malaikat, dengan datang berturut-turut seperti jatuhnya air hujan dari langit dan tidak pernah patah, kekuatan para Malaikat itu sungguh menakjubkan, kehadirannya ajaib, tidak ada satupun orang dzalim yang mengetahui kehadiran para Malaikat itu, tanpa sepengetahuan orang-orang dzolim para Malaikat menghunuskan tombaknya, menghantam tubuh, dan memporak-porandakan pasukan lawan.
Akhirnya Rasullalah memenangkan pertempuran di kota badar dengan rasa bersyukur yang hikmat, sebab nikmat Allah memperlihatkan wujudnya, dan tidak ada alasan untuk mendustakan nikmat Allah yang hadir. Dan Rasulallah bersabda: "Nasrumminallah: inilah pertolongan Allah," dari pihak orang iman yang terbunuh berjumlah 14 orang, sedangkan dari pihak orang-orang dzalim yang terbunuh berjumlah 50 sampai 70 orang. Rosullalah selalu menang di setiap pertempuran bukan sebab kekuatan dari pasukannya, atau kemampuannya sebagai manusia, melainkan adanya rahmat Allah dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, ada ridha Allah di dalamnya, ada campur tangan Allah di seluruh aktifitas hidupnya, di bersamai Allah dengan manusia-manusia luar biasa di sekekilingnya dan para Malaikat, termasuk Jundallah menyertainya di setiap pertempuran.
Betapa berdosanya jika manusia mendewakan ego dan moodnya, manusia harus sadar bahwa dia adalah mahluk sosial, di mana senantiasa dia bekerja dengan banyak orang, terhubung dengan banyak orang dan kepentingannya untuk banyak orang, oleh sebab itu Rasulallah luar biasa bukan sebab jeripayahnya sendiri, melainkan sebab kerendahan dan kemurahan hatinya, di kelilingi oleh manusia-manusia luar biasa dan Allah meridhai tindakannya.
Rosullalah tidak hebat, melainkan Allah memudahkan urusannya, Rasulallah selalu menang di setiap pertempuran, bukan sebab kemampuan pasukannya atau sebab kemampuannya sebagai manusia, melainkan sebab rahmat dari Allah, ada ridha di dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, Allah menghadirkan Jundallah sebagai alat untuk merebut kemenangan, menyertai di setiap pertempuran yang di lakukan Rasulallah, dan semua terjadi atas kehendak dari sang penyelenggara hidup. Dan juga menghadirkan para Malaikat sebagai penjaga dan membersamai Rasulallah di mana saja, kapan saja dan bagaimanapun keadaannya.
Minggu, 20 Oktober 2019
Berlaku Sesuai Fitrah
Agama dan politik memang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, tapi kedudukan ulama dan pemerintah harus sesuai dengan bakat atau jiwa atau fitrahnya masing-masing, sebab, setiap orang tidak bisa menduduki kodrat atau jiwa atau fitrahnya orang lain, biarpun bisa! Pasti akan menimbulkan polemik internal dan external(kurang adanya kecakapan pada dirinya), kemudian apa yang di lakukan tidak seutuhnya sesuai dengan passion yang terlahir dari hatinya(tidak sepenuh hati).
Kemudian timbulah determinisme( terbatas), ketidaksanggupannya sebagai pemimpin, tidak memiliki mental politik, tidak sanggup menekan egonya, kebijakannya tidak mengena ke rakyat, kebijakannya tidak sampai ke masyarakat, bahkan ada yang mengambil keuntungan dari wewenangnya. Ada alternatif lain yang bisa berbanding terbalik, Jikalau agama di jadikan imannere( menempatkan Tuhan hingga ke dasar hatinya yang terdalam dan sebagai pegangan hidup bukan profesi).
Semisal imam Nasai, Abi daud, Ibnu madjah, Tirmizdi, Bukhori, Muslim bisa melahirkan hadist-hadist besar, sebab sesuai passionnya. Atau mengerjakan apa yang di cintainya, melakukan sesuatu sesuai dengan hatinya, dan agama ada sebagai penengah, bukan malah memihak, atau ikut membela apa yang di anggap sesuai, kemudian menghardik apa yang tidal sesuai melalui ceramahnya, padahal agama adalah rahmat bagi seluruh alam, semestunya hadirnya menyejukan ketika dunia dalam keadaan carut makrut, mendamaikan kontradiksi yang hadir, bukan malah menghadirkan lebih besar kontradiksi lagi.
Jikalau Politik, sebenarnya setiap orang sejak lahir sudah berpolitik. Apa devinisi politik: Tujuan, ketika seseorang menghendaki sesuatu, dia sebenarnya sudah berpolitik, ketika bayi menangis dengan tujuan supaya ibunya mengerti, dia sebenarnya menginginkan air susu, itu sudah berpolitik(politik praktis), di mana tujuan itu semestinya membawa pada peradapan yang lebih indah, sampai pada pemahaman indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bisa memberikan kontribusi besar dan jalan keluar tanpa banyak bicara, bukan malah banyak bicara dan menyela tanpa memberikan jalan keluar sama sekali.
Politik itu sebenarnya baik, baik sekali, sebab sistem pasti di buat sebaik mungkin, tidak ada sistem yang di bangun ngasal, melainkan dengan daya kemampuan yang baik, ideologi yang mumpuni, pikiran yang cemerlang, pengalaman yang luar biasa dan wawasan yang menakjubkan, hanya fatalnya adalah banyak oknum yang menyalah gunakan sistem itu sesuai dengan kepentingannya masing-masing, itulah fatalnya. "Semua kembali lagi pada manusianya."
Zaman kenabian, kekhalifahan, hingga monarki absolut(kerajaan), dan ada juga sebagian utusan yang menjadi pejabat pemerintahan( Sulaiman, Daud, Yusuf"Gubernur mesir", Zulkarnaen dll) semua ikut adil dalam partisipasi politik, tapi tidak menyalahgunakan wewenang, tidak menyalah gunakan kebaikan, tidak aji mumpung dan menjalankan roda pemerintahan sesuai amanah dari Tuhannya.
Sedikit kisah tentang Bung Karno: ketika itu Bung Karno memiliki saudara seperguruan seorang ulama(Lubis Al Musawa, bukan nama sebenarnya melainkan julukkan, bukan juga orang batak, di namakan Lubis: Luar biasa, Al Musawa: karena banyak sawahnya, ketika itu Bung Karno di ajak H. Lubis berdakwah, kemudian Bung Karno menjawab: "Biarkan aku memperjuangkan bangsa ini menuju kemerdekaan, dan sampean perjuangkan agama untuk masa depan bangsa ini," jelaskan. Bisa berlaku sesuai fitrah dan jiwanya masing- masing.
Kemudian timbulah determinisme( terbatas), ketidaksanggupannya sebagai pemimpin, tidak memiliki mental politik, tidak sanggup menekan egonya, kebijakannya tidak mengena ke rakyat, kebijakannya tidak sampai ke masyarakat, bahkan ada yang mengambil keuntungan dari wewenangnya. Ada alternatif lain yang bisa berbanding terbalik, Jikalau agama di jadikan imannere( menempatkan Tuhan hingga ke dasar hatinya yang terdalam dan sebagai pegangan hidup bukan profesi).
Semisal imam Nasai, Abi daud, Ibnu madjah, Tirmizdi, Bukhori, Muslim bisa melahirkan hadist-hadist besar, sebab sesuai passionnya. Atau mengerjakan apa yang di cintainya, melakukan sesuatu sesuai dengan hatinya, dan agama ada sebagai penengah, bukan malah memihak, atau ikut membela apa yang di anggap sesuai, kemudian menghardik apa yang tidal sesuai melalui ceramahnya, padahal agama adalah rahmat bagi seluruh alam, semestunya hadirnya menyejukan ketika dunia dalam keadaan carut makrut, mendamaikan kontradiksi yang hadir, bukan malah menghadirkan lebih besar kontradiksi lagi.
Jikalau Politik, sebenarnya setiap orang sejak lahir sudah berpolitik. Apa devinisi politik: Tujuan, ketika seseorang menghendaki sesuatu, dia sebenarnya sudah berpolitik, ketika bayi menangis dengan tujuan supaya ibunya mengerti, dia sebenarnya menginginkan air susu, itu sudah berpolitik(politik praktis), di mana tujuan itu semestinya membawa pada peradapan yang lebih indah, sampai pada pemahaman indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bisa memberikan kontribusi besar dan jalan keluar tanpa banyak bicara, bukan malah banyak bicara dan menyela tanpa memberikan jalan keluar sama sekali.
Politik itu sebenarnya baik, baik sekali, sebab sistem pasti di buat sebaik mungkin, tidak ada sistem yang di bangun ngasal, melainkan dengan daya kemampuan yang baik, ideologi yang mumpuni, pikiran yang cemerlang, pengalaman yang luar biasa dan wawasan yang menakjubkan, hanya fatalnya adalah banyak oknum yang menyalah gunakan sistem itu sesuai dengan kepentingannya masing-masing, itulah fatalnya. "Semua kembali lagi pada manusianya."
Zaman kenabian, kekhalifahan, hingga monarki absolut(kerajaan), dan ada juga sebagian utusan yang menjadi pejabat pemerintahan( Sulaiman, Daud, Yusuf"Gubernur mesir", Zulkarnaen dll) semua ikut adil dalam partisipasi politik, tapi tidak menyalahgunakan wewenang, tidak menyalah gunakan kebaikan, tidak aji mumpung dan menjalankan roda pemerintahan sesuai amanah dari Tuhannya.
Sedikit kisah tentang Bung Karno: ketika itu Bung Karno memiliki saudara seperguruan seorang ulama(Lubis Al Musawa, bukan nama sebenarnya melainkan julukkan, bukan juga orang batak, di namakan Lubis: Luar biasa, Al Musawa: karena banyak sawahnya, ketika itu Bung Karno di ajak H. Lubis berdakwah, kemudian Bung Karno menjawab: "Biarkan aku memperjuangkan bangsa ini menuju kemerdekaan, dan sampean perjuangkan agama untuk masa depan bangsa ini," jelaskan. Bisa berlaku sesuai fitrah dan jiwanya masing- masing.
Sakaunya Kredibilitas
Ketika orang yang tidak sekeyaninan atau sesuai dengan ideologinya lebih di pilih untuk memimpin, seharusnya yang merasa seideologi mengintropeksi diri dan memperbaiki hati kembali.
"Mengapa geopolitik dalam hal partisipasi politik tersebut bisa terjadi?" Jikalau dia merasa dirinya cerdas, seharusnya tidak memandang hanya sekedar dari periferisnya(kerak luarnya) semata, tapi sampai ke akar- akarnya.
Apalagi jikalau masuk dalam dunia filsafat, harus sering bertanya ke dalam dirinya sendiri sebagai bahan pertimbangan, komunikasi religius pada dirinya sendiri, dan bahan renungan untuk bisa di ambil sebagai ilmu hikmah.
Semisal : "Mengapa soal-soal itu bisa timbul?" "apa sebabnya?" Hal-hal yang seharusnya tidak terjadi "mengapa bisa terjadi?" Mengapa matahari bisa terbit dari barat padahal belum waktunya kiamat?" Dll.
Sebab dengan kemajuan zaman dan peradaban rakyat juga tidak bodoh, walau masih banyak juga yang di bodoh- bodohi, atau mau di bodohi oleh pihak yang akhirnya tidak mau bertanggung jawab.
Bagiku; ini telah masuk ke dalam ranah krisis kepemimpinan dan kepercayaan, rakyat sudah tidak lagi mau percaya atau telah menanggung kecewa terhadap pemimpinnya sendiri, sampai dia merasa sebab tidak ada lagi yang lebih baik, lebih baik memilih saja yang ada.
Walau sebenarnya tidak seideologi tidak masalah, yang penting bisa di percaya, dalam incident( incident dalam filsafat bermakna sifat kebetulan) tersebut, seharusnya yang seideologi malu, "mengapa yang tidak seideologi lebih di pilih?"
Seharusnya lebih mau mengintropeksi diri dan memperbaiki hati daripada hanya bisanya mengintimidasi dan hanya mampunya bicara saja, tapi tidak mampu menjadi pelaksana kata-kata.
Seharusnya malu bukan lantas malah belagu; merasa sudah paling mengerti, paling tahu, paling keren, paling benar, paling paham, paling pol padahal sama sekali 0(nol) besar.
Guru besar atau profesor dalam hal politik itu sebenarnya kaum papa, sebab mereka merasakan dampak langsung dari segala yang terjadi di sebuah negara, harusnya juga bisa menyadari.
Jikalau tidak ada rakyat; pemimpin, pemerintah hingga politikuspun akan kembali menjadi bukan siapa-siapa, mereka ada sebab adanya rakyat, ingatlah: bahwa menjadi pemimpin itu amanah dan berkat.
"Mengapa geopolitik dalam hal partisipasi politik tersebut bisa terjadi?" Jikalau dia merasa dirinya cerdas, seharusnya tidak memandang hanya sekedar dari periferisnya(kerak luarnya) semata, tapi sampai ke akar- akarnya.
Apalagi jikalau masuk dalam dunia filsafat, harus sering bertanya ke dalam dirinya sendiri sebagai bahan pertimbangan, komunikasi religius pada dirinya sendiri, dan bahan renungan untuk bisa di ambil sebagai ilmu hikmah.
Semisal : "Mengapa soal-soal itu bisa timbul?" "apa sebabnya?" Hal-hal yang seharusnya tidak terjadi "mengapa bisa terjadi?" Mengapa matahari bisa terbit dari barat padahal belum waktunya kiamat?" Dll.
Sebab dengan kemajuan zaman dan peradaban rakyat juga tidak bodoh, walau masih banyak juga yang di bodoh- bodohi, atau mau di bodohi oleh pihak yang akhirnya tidak mau bertanggung jawab.
Bagiku; ini telah masuk ke dalam ranah krisis kepemimpinan dan kepercayaan, rakyat sudah tidak lagi mau percaya atau telah menanggung kecewa terhadap pemimpinnya sendiri, sampai dia merasa sebab tidak ada lagi yang lebih baik, lebih baik memilih saja yang ada.
Walau sebenarnya tidak seideologi tidak masalah, yang penting bisa di percaya, dalam incident( incident dalam filsafat bermakna sifat kebetulan) tersebut, seharusnya yang seideologi malu, "mengapa yang tidak seideologi lebih di pilih?"
Seharusnya lebih mau mengintropeksi diri dan memperbaiki hati daripada hanya bisanya mengintimidasi dan hanya mampunya bicara saja, tapi tidak mampu menjadi pelaksana kata-kata.
Seharusnya malu bukan lantas malah belagu; merasa sudah paling mengerti, paling tahu, paling keren, paling benar, paling paham, paling pol padahal sama sekali 0(nol) besar.
Guru besar atau profesor dalam hal politik itu sebenarnya kaum papa, sebab mereka merasakan dampak langsung dari segala yang terjadi di sebuah negara, harusnya juga bisa menyadari.
Jikalau tidak ada rakyat; pemimpin, pemerintah hingga politikuspun akan kembali menjadi bukan siapa-siapa, mereka ada sebab adanya rakyat, ingatlah: bahwa menjadi pemimpin itu amanah dan berkat.
Determinisme Integritas Berbangsa
Kita dapat menyadari bahwa rakyat daripada bangsa Indonesia memang religius, sudah dari nenek-nenek moyang dahulu, tidak dapat di pungkiri religius sudah melekat kuat di hati, jauh-jauh hari sebelum islam datang sudah religius.
Semisal agama aslinya dari para leluhur indonesia, ada Sunda wiwitan(Sunda), Kejawen(Jawa), merapu(Sumba), Buhun(Sunda), Kaharingan(Kalimantan), Ugamo malim(Batak, Toba), Tolotang(Kalimantan), Madrais(Jawa Sunda) dll.
Kemudian datang Hindu Budha, di susul Islam Kristen Konghuchu dll, "apa yang di maksud religius?" Perilaku patuh taat dalam melaksanakan ajaran agama yang di peluknya, bisa bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain, serta bisa menjalin hubungan baik antar agama. Pertanyaanya, "apakah kita sudah religius?"
Kemudian apa Profesional : "Kepandaian untuk menjalankannya, sudah jelaskan, banyak yang religius tapi tidak profesional, "kenapa bisa?" Buktinya perbedaan dalam memeluk agama sering kali riskan dengan gesekan, kemudian terjadilah kontradiksi mendalam, pertikaian, perselisihan, permusuhan, saling cela dan menghina dll.
Padahal jikalau bisa menyadari konflik adalah kesempatan musuh atau memberi ruang musuh untuk masuk, menyerang dan mencari keuntungan di dalamnya, berarti sedang memberikan peluang musuh untuk menang, "musuhnya siapa?" Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab baik external maupun internal , dan "siapa yang bekerja untuk perpecahan berarti sedang bekerja untuk musuh?"
Dan yang harus lebih di sadari lagi bahwa Indonesia tidak berazaskan pada agama tertentu, melainkan mutlak pancasila, seadangkan seburuk- buruknya perang adalah perang saudara.
Example: ketika Bung Karno hendak di kudeta paksa dengan cara sabotase politik, sesunggunya bisa melawan, dengan terbelahnya tubuh TNI menjadi dua bagian, satu bagian pro Bung Karno dan satu bagian lagi pro Pak Harto.
Tapi apa jawaban Bung Karno : "Biar saja aku yang mengalah, biar saja aku yang tenggelam, aku rela tenggelam untuk Indonesia, asalkan tidak sampai terjadi perang saudara, karena konflik adalah kesempatan musuh untuk menyerang, dan musuh akan mengambil peluang dari terjadinya konflik."
"Bung Karno tidak rela Bangsa Indonesia terpecah belah." Kemudian apa gunanya hakekat hidup kalau hanya di habiskan dalam kebencian.
Semisal agama aslinya dari para leluhur indonesia, ada Sunda wiwitan(Sunda), Kejawen(Jawa), merapu(Sumba), Buhun(Sunda), Kaharingan(Kalimantan), Ugamo malim(Batak, Toba), Tolotang(Kalimantan), Madrais(Jawa Sunda) dll.
Kemudian datang Hindu Budha, di susul Islam Kristen Konghuchu dll, "apa yang di maksud religius?" Perilaku patuh taat dalam melaksanakan ajaran agama yang di peluknya, bisa bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain, serta bisa menjalin hubungan baik antar agama. Pertanyaanya, "apakah kita sudah religius?"
Kemudian apa Profesional : "Kepandaian untuk menjalankannya, sudah jelaskan, banyak yang religius tapi tidak profesional, "kenapa bisa?" Buktinya perbedaan dalam memeluk agama sering kali riskan dengan gesekan, kemudian terjadilah kontradiksi mendalam, pertikaian, perselisihan, permusuhan, saling cela dan menghina dll.
Padahal jikalau bisa menyadari konflik adalah kesempatan musuh atau memberi ruang musuh untuk masuk, menyerang dan mencari keuntungan di dalamnya, berarti sedang memberikan peluang musuh untuk menang, "musuhnya siapa?" Pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab baik external maupun internal , dan "siapa yang bekerja untuk perpecahan berarti sedang bekerja untuk musuh?"
Dan yang harus lebih di sadari lagi bahwa Indonesia tidak berazaskan pada agama tertentu, melainkan mutlak pancasila, seadangkan seburuk- buruknya perang adalah perang saudara.
Example: ketika Bung Karno hendak di kudeta paksa dengan cara sabotase politik, sesunggunya bisa melawan, dengan terbelahnya tubuh TNI menjadi dua bagian, satu bagian pro Bung Karno dan satu bagian lagi pro Pak Harto.
Tapi apa jawaban Bung Karno : "Biar saja aku yang mengalah, biar saja aku yang tenggelam, aku rela tenggelam untuk Indonesia, asalkan tidak sampai terjadi perang saudara, karena konflik adalah kesempatan musuh untuk menyerang, dan musuh akan mengambil peluang dari terjadinya konflik."
"Bung Karno tidak rela Bangsa Indonesia terpecah belah." Kemudian apa gunanya hakekat hidup kalau hanya di habiskan dalam kebencian.
Sang Guru
Tuhan sengaja menciptakan perbedaan, agar kita bisa mau saling berkenalan, agar dari perkenalan itu tumbuh kasih sayang, agar dari kasih sayang tumbuh kesadaran, agar dari kesadaran tumbuh empati, sikap saling memahami, mengisi dan melengkapi satu sama lain.
Dahsyatnya Cinta! Tuhan terhadap hambanya, orang tua terhadap putra putrinya, para kekasih terhadap belahan jiwanya dll, cinta selalu punya kekuatan buat memaafkan.
Diam bukan berarti tak mengerti perihal isi hati, bukan berarti tak peduli, malah karena saking mengerti dan pedulinya dia memilih diam!
Apakah cinta kepada Allah harus di katakan," aku cinta Engkau yaa, Rabb, aku cinta Engkau ya, Rabb, dan aku cinta Engkau ya, Rabb, tak perlu seExtrem itu, cukup diam! diam mendengarkan ketika firmanNya di bacakan, diam-diam senantiasa membaca dan masih mau menyampaikan firmanNya, melakukan kebaikan semampunya, berusaha mengikuti perintahNya, bisa di percaya dan jujur itu juga termasuk cara mencinta kita kepada Rabb, karena tidak semua hubungan khusus bisa di katakan, apalagi di koar-koarkan, di ungkap sembarangan dan di sebar luaskan.
Cinta tidak menggunakan segala sesuatu yang berbaur politeisme, tentang taktik, tehnik, trik, siasat dan muslihat, karena cinta yang tulus tumbuh dari ladang hati yang lurus!
Cinta terbaik di dunia ini bukan hasil tiruan, hasil jiplakkan, atau hasil copyan, melainkan yang memiliki gayanya sendiri, gaya yang terlahir dari hati, dan hatinya alam semesta
Meskipun lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi di ciptakan, segala takdir alam semesta beserta isinya, termasuk manusia telah di tentukan, tetapi tak ada yang tahu perihal masa depan seseorang, kehidupan sebagai jembatan penghubung dari masa lalu ke arah masa depan. "esok akan jadi apa dan seperti apa?" "Esok akan jadi siapa?" Setidaknya hari ini kita masih memiliki niat mulia dan masih melangkah di jalan yang mulia.
Entah mimpi apa aku ini malam, tiba-tiba seorang bijak berkata kepadaku," bila engkau ingin menjadi seorang yang hebat:
Pertama kali milikilah cita-cita,
Kedua kali menulislah,
dan ketiga kalinya milikilah budi pekerti yang luhur."
Lalu aku menjawab: saya tak berkeinginan lagi buat menjadi seorang hebat.
dan beliau menjawab: Hebat itu tak di minta melainkan Tuhan yang menganugerahkan.
Hikmahnya yang bisa kuambil," jalanilah hidup sebaik-baiknya, semestinya dan jangan pernah lari dari kenyataan."
Melihat apa yang tidak pernah kita lihat sebagai sarana buat menambah nilai iman dan taqwa, dan setiap diri memiliki cara tersendiri buat men-cinta.
Ada sesuatu yang tak perlu buat di jelaskan, biarkan sang waktu yang menjelaskan dengan sendirinya.
Doa adalah kata-kata yang menghujam ke arah langit, berniat mendobrak misteri semesta yang wingit, kuat dan bersahaja dengan sepenuhnya percaya, luruh dan runtuh segala rasa di pangkuan hangat cinta
Dahsyatnya Cinta! Tuhan terhadap hambanya, orang tua terhadap putra putrinya, para kekasih terhadap belahan jiwanya dll, cinta selalu punya kekuatan buat memaafkan.
Diam bukan berarti tak mengerti perihal isi hati, bukan berarti tak peduli, malah karena saking mengerti dan pedulinya dia memilih diam!
Apakah cinta kepada Allah harus di katakan," aku cinta Engkau yaa, Rabb, aku cinta Engkau ya, Rabb, dan aku cinta Engkau ya, Rabb, tak perlu seExtrem itu, cukup diam! diam mendengarkan ketika firmanNya di bacakan, diam-diam senantiasa membaca dan masih mau menyampaikan firmanNya, melakukan kebaikan semampunya, berusaha mengikuti perintahNya, bisa di percaya dan jujur itu juga termasuk cara mencinta kita kepada Rabb, karena tidak semua hubungan khusus bisa di katakan, apalagi di koar-koarkan, di ungkap sembarangan dan di sebar luaskan.
Cinta tidak menggunakan segala sesuatu yang berbaur politeisme, tentang taktik, tehnik, trik, siasat dan muslihat, karena cinta yang tulus tumbuh dari ladang hati yang lurus!
Cinta terbaik di dunia ini bukan hasil tiruan, hasil jiplakkan, atau hasil copyan, melainkan yang memiliki gayanya sendiri, gaya yang terlahir dari hati, dan hatinya alam semesta
Meskipun lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi di ciptakan, segala takdir alam semesta beserta isinya, termasuk manusia telah di tentukan, tetapi tak ada yang tahu perihal masa depan seseorang, kehidupan sebagai jembatan penghubung dari masa lalu ke arah masa depan. "esok akan jadi apa dan seperti apa?" "Esok akan jadi siapa?" Setidaknya hari ini kita masih memiliki niat mulia dan masih melangkah di jalan yang mulia.
Entah mimpi apa aku ini malam, tiba-tiba seorang bijak berkata kepadaku," bila engkau ingin menjadi seorang yang hebat:
Pertama kali milikilah cita-cita,
Kedua kali menulislah,
dan ketiga kalinya milikilah budi pekerti yang luhur."
Lalu aku menjawab: saya tak berkeinginan lagi buat menjadi seorang hebat.
dan beliau menjawab: Hebat itu tak di minta melainkan Tuhan yang menganugerahkan.
Hikmahnya yang bisa kuambil," jalanilah hidup sebaik-baiknya, semestinya dan jangan pernah lari dari kenyataan."
Melihat apa yang tidak pernah kita lihat sebagai sarana buat menambah nilai iman dan taqwa, dan setiap diri memiliki cara tersendiri buat men-cinta.
Ada sesuatu yang tak perlu buat di jelaskan, biarkan sang waktu yang menjelaskan dengan sendirinya.
Doa adalah kata-kata yang menghujam ke arah langit, berniat mendobrak misteri semesta yang wingit, kuat dan bersahaja dengan sepenuhnya percaya, luruh dan runtuh segala rasa di pangkuan hangat cinta
Sabtu, 19 Oktober 2019
Mas
Mas...
Di mana hatiku penuh dengan rasanya,
Sungguh!
"Bagaimana harus menyatakannya?"
Sedangkan kebohongan terbesar
adalah menyembunyikan alasan di dalam alasan.
Mas...
Mungkin aku telah kecanduan sunyi,
Hingga lupa bagaimana cara bercumbu dengan ramai,
Aku bagaikan bumi yang kehilangan matahari.
Mas...
Benar katamu,
Kebohongan adalah yang menyiksa hati,
Sekencang apapun kebohongan berlari,
Akan kembali mengambil sendalnya yang tertinggal.
Mas...
Aku hanya batu kali,
"Apakah di tanganmu bisa berubah berlian?"
Aku adalah seorang pemalu,
"Apakah di tanganmu akan lenyap segala itu?"
Mas...
Kata-katamu adalah candu,
Tidak ada alasan bosan untuk menikmatinya,
Senantiasa hidup di ladang pikiranku,
Semenjak itu aku jadi seorang yang sakau.
Mas...
Aku memerlukanmu sebagai guru,
Sejauh ini aku adalah seorang yang dungu,
Dan kupercaya engkau tahu perihal itu.
Mas...
Ajarkanlah aku cara mencintai tubuhku sendiri,
Sebagai rumahku,
Dan tidak pernah berkhianat pada hatiku.
Mas...
Aku tidak istimewa dan berbakat,
Aku percaya kepadamu,
Sebab kata-katamu membangkitkan kepercayaanku,
Dan akan kurawat kepercayaan itu.
Di mana hatiku penuh dengan rasanya,
Sungguh!
"Bagaimana harus menyatakannya?"
Sedangkan kebohongan terbesar
adalah menyembunyikan alasan di dalam alasan.
Mas...
Mungkin aku telah kecanduan sunyi,
Hingga lupa bagaimana cara bercumbu dengan ramai,
Aku bagaikan bumi yang kehilangan matahari.
Mas...
Benar katamu,
Kebohongan adalah yang menyiksa hati,
Sekencang apapun kebohongan berlari,
Akan kembali mengambil sendalnya yang tertinggal.
Mas...
Aku hanya batu kali,
"Apakah di tanganmu bisa berubah berlian?"
Aku adalah seorang pemalu,
"Apakah di tanganmu akan lenyap segala itu?"
Mas...
Kata-katamu adalah candu,
Tidak ada alasan bosan untuk menikmatinya,
Senantiasa hidup di ladang pikiranku,
Semenjak itu aku jadi seorang yang sakau.
Mas...
Aku memerlukanmu sebagai guru,
Sejauh ini aku adalah seorang yang dungu,
Dan kupercaya engkau tahu perihal itu.
Mas...
Ajarkanlah aku cara mencintai tubuhku sendiri,
Sebagai rumahku,
Dan tidak pernah berkhianat pada hatiku.
Mas...
Aku tidak istimewa dan berbakat,
Aku percaya kepadamu,
Sebab kata-katamu membangkitkan kepercayaanku,
Dan akan kurawat kepercayaan itu.
Jumat, 18 Oktober 2019
Kegelisahan
"Bagaimana bisa mereka saling berebut?"
"Bagaimana bisa mereka saling ribut?"
Bahkan sampai mentakfirismekan satu sama lain.
Sedangkan yang di perebutkan dan di ributkan, bukanlah milik mereka,
Islam, Nasrani dan Yahudi saling berebut satu sama lain, saling meributkan satu sama lain, sedangkan apa yang mereka rebutkan bukanlah milik mereka, sungguh ajaib, saling berebut yang bukan haknya, bukankah mengambil yang bukan haknya itu haram hukumnya, apalagi sampai menumpahkan darah.
Sungguh ironis penganut kepercayaan di hari ini, di mana satu sama lain merasa paling berhak, merasa paling layak, merasa paling benar, merasa paling pantas, merasa paling unggul dan merasa paling suci, jika saja penganut kepercayaan itu mampu menekan egonya, maka akan sampai pada pemahaman bahwa iman itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Bukan hanya beda agama, melainkan seagama sendiri mengalami determinisme kepercayaan, di mana agama yang telah terpecah menjadi beberapa golongan, dan ada yang lebih bahaya dari minum-minuman keras, yaitu mabuk agama dan kekuasaan. Sebagaimana orang-orang musrik, fasik, munafik, kapitalis, oportunis, hedonis, nepotis, dan kolonialis. Mereka memecah belah agama dan bangsanya menjadi beberapa golongan. Dan setelah itu mereka saling berbangga dengan golongannya.
Hal apapun bagi setiap isi kepala tidaklah sama, karena tidak sama itulah agar bisa saling menghargai dan memahami perbedaannya, dan menemukan kesamaannya, bukan malah di beda-bedakan, atau sengaja di cari perbedaannya, itulah yang sering menjadikan salah paham, kadang sesama orang baikpun bisa salah paham, apa yang di anggap besar belum tentu menjadi sesuatu yang besar bagi orang lain, kadang juga apa yang di anggap kecil belum tentu hal kecil bagi orang lain, tapi jika kita bisa saling memahami, akan bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Apalagi jika sampai hal kecil di besar-besarkan, setelah besar di timbulkan ke permukaan menjadi konflik yang tidak pernah berujung.
Ketika isi kepala merasa berbeda, disitulah fungsi hati untuk bisa saling memahami, fungsi pikiran untuk bisa saling terbuka, fungsi bibir untuk bisa saling menjalin komunikasi yang efektif, fungsi tangan saling berjabat dan bekenalan, bukan belum kenal sudah saling menghujat, meski kebenaran itu sudah ada di hati, tidak perlu juga saling menonjol-nonjolkan diri, saling unjuk gigi, saling membenarkan diri dan golongannya masing-masing, meski hanya konflik yang bisa membuat perubahan, tapi jika agama di jadikan alat konflik untuk mencapai perubahan, adalah suatu yang telah melampaui batas.
Seseorang paham bukan karena dia telah mengerti, melainkan dari bisa mengertilah maka dia akan paham, mengerti bukan hanya sebatas tahu, melainkan bisa sampai pada apa yang belum dia ketahui, jangan sampai terjebak pada periferisnya semata, melihat orang lain hanya dari segi penampilannya, menilai orang lain hanya sebatas perbuatannya, mengenali orang lain hanya sekilas, bahkan jika sudah merasa mengenal lebih jauh dan merasa telah mengetahui segalanyapun pasti masih ada sisi yang belum terlihat. Karena paham bukan sekedar tahu, sebatas tahu, bahkan sudah tahu, atau sekedar mengerti, sebatas mengerti, bahkan sudah mengerti, tapi bagaimana melakukan tindakan baik dari apa yang kita tidak mengerti.
Bukan karena rajin ibadah lalu paham, melainkan karena bisa mengamalkan ibadah yang di lakukannyalah menjadi paham, seorang yang ibadahnya rajin belum bisa di jadikan jaminan, pertama kita tidak pernah tahu isi hatinya, niat ibadahnya kepada siapa?" Seutuhnya kepada Tuhannya atau malah kepada yang lain, ada pamrih di dalam hatinya atau benar-benar murni ibadah," Untuk apa? " Benar-benar murni ibadah atau sekedar ingin ibadah, atau ada alasan pamer kepada sesamanya agar di nilai seorang yang terpuji, shaleh dan alim," berharap apa?" Benar-benar murni ibadah atau berharap pujian.
Bahkan banyak orang ibadah tapi dengki kepada yang tidak melakukan ibadah, lalu hatinya hanya di penuhi kedengkian, "apa guna ibadahnya?" Ada yang melakukan ibadah, lalu merasa telah terjamin surganya, lebih pantas masuk surga, dan meneraka-nerakakan yang lainnya, jika di telisik lebih dalam," apa yang di dapat dari hati yang tidak suci?" Tubuh yang kotor di sucikan dengan air wudhu, sedangkan hati kotor di sucikan dengan niat yang baik, jika niatnya sudah tidak baik, lalu "apa yang di dapat dari ibadahnya?"
Seorang yang beribadahpun sekaligus bisa berbuat munafik, "mengapa bisa di katakan munafik?" Di mana tubuhnya melakukan ibadah, tapi hati dan pikirannya bukan menuju ke Tuhannya, melainkan memikirkan dunia yang sementara di tinggalkannya."Apakah ibadah yang di lakukan sudah benar-benar sempurna?" Atau malah hanya merasa telah sempurna, "Apakah katarsis yang telah di lakukan sudah sampai pada pensucian diri sekaligus juga sampai pada pensucian hati?" bukankah semestinya jangan melakukan suatu yang terlihat benar, tapi lakukan dengan benar, apalagi yang menilai hanya diri sendiri, pasti senantiasa akan merasa benar.
Bukan karena penampilannya yang alim menjadi paham, melainkan karena hati sucinya yang membuatnya paham, sedangkan keimanan hati tidak ada seorang pun yang bisa melihat dan menilai, karena hati adalah suatu yang tersembunyi dan terkunci dari dalam, sedangkan penampilan sendiri seutuhnya juga tidak bisa di jadikan jaminan, semisal sebagus apapun chasingnya hp, jika mesinnya rusak tidak akan bernilai, bermanfaat dan tidak bisa di gunakan, sebaliknya... meskipun chasingnya buruk, jika mesinnya berfungsi dengan baik pasti akan memiliki nilai, bermanfaat dan bisa di gunakan sesuai dengan fungsinya, itulah gambaran dari penampilan dan hati seseorang, sebagus apapun penampilannya, jika hatinya buruk tidak ada istimewa dan harganya, sebaliknya seburuk apapun penampilannya, jika hatinya baik pasti baik juga perbuatannya dan bermanfaat buat yang lainnya. Dan banyak penilaian orang terjebak di penampilan seseorang, tanpa terlebih dahulu mau bercermin, mengukur diri dan mengenal lebih dalam lagi.
Bukan karena tidak pernah meninggalkan pengajian menjadi paham, melainkan karena tidak pernah meninggalkan kebaikanlah seseorang menjadi paham, karena agama menganjurkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, banyak orang tidak pernah meninggalkan majelis taklim hingga lupa apa yang dia peroleh dari pengajian itu, semakin banyak ilmu yang di dapat, semakin lupa juga cara mengamalkan ilmunya, apalagi sedikit ilmu yang di dapatkan, sedikit juga pemahamannya, atau malah sebaliknya merasa lebih pintar dari orang lain, padahal mengurus diri sendiri jauh lebih penting. "Jangan tanya agamanya apa?" Karena kebaikan tidak memiliki agama, melainkan kebaikan milik semua agama, karena semua agama mengajarkan kebaikan, jika seseorang beragama menampilkan perbuatan kurang baik, bukan agamanya yang tidak baik, melainkan saat pengajian orang tersebut bicara sendiri, melamun atau tidak fokus, bahkan datang hanya untuk pindah tidur di pojokan, atau terlalu bersemangat dan agresif setelah mendapatkan ilmu hingga lupa bagaimana agama mengajarkan kebaikan, karena agama adalah rahmat bagi seluruh alam, namanya rahmat adalah kebaikan, jika di nilai tidak baik, bukan agamanya yang tidak baik, melainkan manusianya.
Bukan karena ilmunya yang setinggi langit menjadikannya paham, melainkan karena sikapnya yang membumilah menjadikannya paham, orang yang benar-benar berilmu pasti akan seperti padi, semakin berisi akan semakin menundukan diri, bukan malah tinggi hati, merasa paling benar sendiri, merasa paling unggul sendiri, merasa paling layak sendiri."Apa surga itu warisan orang tuamu?" Hingga merasa hanya kamu sendiri yang layak masuk surga! Umar Bin Khatab pernah berkata, bahwa ilmu memiliki tiga tahapan; Jika seseorang memasuki tahapan pertama dia akan sombong, jika dia memasuki tahapan kedua akan tawaduq atau rendah hati. Dan ketika dia memasuki tahapan ketiga akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.
Bukan karena ilmunya yang lebih tinggi langit menjadikannya paham, melainkan karena sikapnya yang membumilah menjadikannya paham, orang yang benar-benar berilmu pasti akan seperti padi, semakin berisi akan semakin menundukan diri, bukan malah tinggi hati, merasa paling benar sendiri, merasa paling unggul sendiri, merasa paling layak sendiri."Apa surga itu warisan orang tuamu?" Hingga merasa hanya kamu sendiri yang layak masuk surga! Umar Bin Khatab pernah berkata, bahwa ilmu memiliki tiga tahapan; Jika seseorang memasuki tahapan pertama dia akan sombong, jika dia memasuki tahapan kedua akan tawaduq atau rendah hati. Dan ketika dia memasuki tahapan ketiga akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.
Bukan karena ilmunya yang lebih tinggi menjadi paham, melainkan karena mampu rendah hatilah yang menjadikannya paham. Orang boleh pandai mengenai apapun, tapi jika tidak bisa mengenali dirinya sendiri, tidak rendah hati dan sadar diri, kepandaiannya hanya seperti monyet yang makan pisang lalu membuang kulitnya di sembarang tempat, membuang sampah tidak pada tempatnya, di mana sadar diri adalah kesadaran yang sampai ke diri, bukan hanya sadar yang tidak sampai ke diri, banyak orang sadar tapi tidak sampai ke dalam dirinya, hingga dia hanya sadar saja, dan lebih banyak pura-pura sadar, sadar sehari kambuhnya setahun hingga menaun. Di mana kesadaran di dapatkan dari bercermin guna merapikan hati, mau rendah hati, mengukur diri dan belajar dari kesalahan.
Bukan karena menetapi seseorang paham, melaikan karena memahami seseorang menjadi paham, jika seseorang paham hanya dari menetapi, lalu mentakfirismekan yang tidak menetapi. " Apakah sungguh begitu?" Menetapi berarti tidak berpindah, bergeser dari tempatnya dan melakukan kegiatan lain, sedangkan siapa yang masih manusia berarti harus melakukan rutinitas sebagai manusia, siapa yang masih berpijak di bumi semestinya harus bisa membumi, tidak melampaui batas kemampuannya sebagai manusia, atau tidak ada manusia yang sanggup melampaui batas kemampuannya sebagai manusia, maka perlu hati-hati menggunakan kata menetapi, jangan mudah mengintimidasi tanpa terlebih dahulu bercermin dan mengukur diri.
Jika tidak menetapi sudah di nilai murtad, "siapa yang tidak murtad di dunia ini dalam hal menetapi?" Harusnya menetapi tidak beranjak dari tempatnya, dan tidak ada manusia yang tidak beranjak, karena manusia tidak sanggup menahan lapar, menahan syahwatnya, menahan hasrat keinginannya, harus mencukupi keperluan hidupnya, harus melanjutkan untuk meraih impiannya. Sama halnya itu juga murtad, meski sementara, karena berpaling sementara dari apa yang di tetapinya, bahkan bisa di katakan selingkuh dari apa yang di tetapinya, karena melakukan hal lain dari selain yang di tetapinya.
Jika toh melihat seorang yang benar melakukan kemurtadan, tentu tidak perlu juga jadi hakim, karena tujuan manusia di ciptakan bukan untuk menghakimi sesamanya, jangan mudah mengkafir-kafirkan orang lain, jika kekafiran itu tidak terbukti, maka akan kembali pada dirinya sendiri, jangan juga suka menghina, karena seseorang tidak akan di matikan sebelum merasakan hal yang sama, atau merasakan apa yang pernah di lakukannya terhadap orang lain. Jangan juga mudah menghukumi, karena mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih suci dari orang lain.
Bukan karena ahli ibadah yang membuatnya paham, melainkan bisa memanusiakan manusialah yang menjadikannya paham, banyak orang pandai ilmu agamanya hingga lupa cara mengamalkan ilmunya, banyak orang belajar ilmu keTuhanan hingga lupa ajaran Tuhan itu sendiri, banyak orang berusaha meniru Nabinya malah perbuatannya semisal Iblis, banyak orang yang ilmunya melangit hingga lupa masih berpijak di bumi dan lupa untuk membumi.
Seseorang di hargai bukan karena ilmunya, melainkan cara mengamalkan ilmunya yang di tampilkan melalui perbuatan tubuhnya, jangan hanya di anggap keturunan Nabi lalu di anggap pasti sesuai Nabi, jika Hasan dan Husain adalah keturuan Nabi yang langsung dalam asuhan Nabi, tapi setelah itu tidak ada yang langsung dari asuhan Nabi, apalagi keturunan jauh dan jauh dari zaman kenabian, hati-hati ketika sebagai pengikut, jangan sampai merasa benar dengan mengikuti orang salah yang terlihat benar, jangan mengikuti orang yang terlihat benar, tapi ikutilah orang yang benar.
Semestinya jika seseorang memiliki kepahaman agama yang baik, pasti perbuatan yang di tampilkan melalui tubuhnya juga baik, tidak mudah mengintimidasi, mentakfirismekan, mengolok-ngolok, menghina, melainkan mudah memaafkan kesalahan orang lain agar ketika kita melakukan kesalahan mudah mendapatkan maaf dari orang lain, meskipun semua adalah atas kehendak Tuhan, para Malaikat yang kepatuhannya tidak diragukan lagi saja protes atas perkara penciptaan manusia, apalagi manusia yang senangnya memprotes segala sesuatu, juga senangnya memprotes, meski perkara yang telah di tetapkan oleh Tuhan sekalipun.
Iman bukan terletak pada periferis semata, melainkan iman berwujud abstrak dan terletak di dasar hati, tersembunyi dan terkunci dari dalam, aku tidak berharap manusia memujiku, cukup Allah yang menilaiku, aku bukan Yahudi, Nasrani bahkan Islam, jika ketika menyebutkan apa agamaku malah menimbulkan sebuah kebencian, karenanya sebelum beragama dan beribadah semestinya menjadi manusia terlebih dahulu, agar ketika beragama dan beribadah bisa selayaknya manusia, agamaku adalah bayi yang terlahir outentik, bisa di percaya, murni, suci dan bisa menyerahkan seutuhnya hidup kepada pemiliknya, dalam kubur sendiri tidak ada pertanyaan "agamamu apa?" Melainkan "siapa Tuhanmu?" Siapa Nabimu?" Dan "Apa kitabmu?"
"Mengapa Tuhan mengkaruniakan kemampuan yang terbatas kepada kita?" Karena yang di luar batas kemampuan kita adalah hak Tuhan, ada hak Tuhan di dalam tindakan atau keputusan yang kita lakukan dan ambil, maka kita harus mengembalikan atau memberikan hak itu kepadaTuhan, adalah hak Tuhan yang bekerja melakukan tindakan dan kehendak di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, oleh karena itu Tuhan melarang kita bertindak melampaui batas.
"Bagaimana aku menerakan-nerakan seseorang?" Sedangkan aku saja belum benar-benar menginjakan kakiku di surga! Jikalau pernah singgah di surga, atau mungkin pernah tinggal di surga, bahkan terjamin surgaku, mungki aku akan berani meneraka-nerakakan orang lain, karena aku pernah tinggal di surga dan terjamin surgaku, dan akupun tahu betul seperti apa surga.
"Bagaimana aku berani mengatakan seseorang berdosa?" sedangkan aku sendiri tidak luput dari dosa, jika dosa kita tidak terlihat, karena Tuhan menyembunyikan aib kita.
Ketika aku menghina Iblis, menuduh seorang pendosa, bukankah hanya menjadikan sama buruknya, bahkan jika Tuhan tidak berkenan bisa di jadikan jauh lebih buruk, bukankah menghina apapun dan siapapun sama saja menghina karya Tuhan. Karena semua yang ada di alam semesta ini adalah tercipta dari ide agung, pikiran cemerlang, hati yang
suci sekaligus penuh kesungguhan, dan sentuhan yang penuh cinta kasih Tuhan "Siapa yang tidak murka jika karyanya di hina?"
Siapa kita? Sekedar alat Tuhan, karena takdir perlu alat agar terus berjalan, kita adalah alat Tuhan untuk menjalankan takdir Tuhan. Takdir ada karena adanya kita, tanpa kita maka takdir juga tidak mungkin ada. Tanpa kita takdir bukan apa-apa, tanpa takdir kita bukan siapa-siapa, tapi sebaiknya kita menentukan takdir kita ke arah yang baik, bukan baik di mata manusia, karena berharap baik di mata manusia hanya akan lebih banyak menuai kecewanya, melainkan baik karena semestinya itu yang kita lakukan.
Setiap hari kita bertemu dengan dunia yang beku, kaku dan semaunya sendiri, dunia menghardik kita dengan egonya, dan menantang kita dengan caranya. Dan dengan satu persatu tantangan yang di perlihatkan oleh dunia, kita memperoleh peluang besar untuk bertumbuh. Dan tidak mudah untuk terbunuh. Selalu ada hal yang menjadikan kita lebih baik dari setiap waktu yang masih kita miliki.
"Bagaimana bisa mereka saling ribut?"
Bahkan sampai mentakfirismekan satu sama lain.
Sedangkan yang di perebutkan dan di ributkan, bukanlah milik mereka,
Islam, Nasrani dan Yahudi saling berebut satu sama lain, saling meributkan satu sama lain, sedangkan apa yang mereka rebutkan bukanlah milik mereka, sungguh ajaib, saling berebut yang bukan haknya, bukankah mengambil yang bukan haknya itu haram hukumnya, apalagi sampai menumpahkan darah.
Sungguh ironis penganut kepercayaan di hari ini, di mana satu sama lain merasa paling berhak, merasa paling layak, merasa paling benar, merasa paling pantas, merasa paling unggul dan merasa paling suci, jika saja penganut kepercayaan itu mampu menekan egonya, maka akan sampai pada pemahaman bahwa iman itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Bukan hanya beda agama, melainkan seagama sendiri mengalami determinisme kepercayaan, di mana agama yang telah terpecah menjadi beberapa golongan, dan ada yang lebih bahaya dari minum-minuman keras, yaitu mabuk agama dan kekuasaan. Sebagaimana orang-orang musrik, fasik, munafik, kapitalis, oportunis, hedonis, nepotis, dan kolonialis. Mereka memecah belah agama dan bangsanya menjadi beberapa golongan. Dan setelah itu mereka saling berbangga dengan golongannya.
Hal apapun bagi setiap isi kepala tidaklah sama, karena tidak sama itulah agar bisa saling menghargai dan memahami perbedaannya, dan menemukan kesamaannya, bukan malah di beda-bedakan, atau sengaja di cari perbedaannya, itulah yang sering menjadikan salah paham, kadang sesama orang baikpun bisa salah paham, apa yang di anggap besar belum tentu menjadi sesuatu yang besar bagi orang lain, kadang juga apa yang di anggap kecil belum tentu hal kecil bagi orang lain, tapi jika kita bisa saling memahami, akan bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Apalagi jika sampai hal kecil di besar-besarkan, setelah besar di timbulkan ke permukaan menjadi konflik yang tidak pernah berujung.
Ketika isi kepala merasa berbeda, disitulah fungsi hati untuk bisa saling memahami, fungsi pikiran untuk bisa saling terbuka, fungsi bibir untuk bisa saling menjalin komunikasi yang efektif, fungsi tangan saling berjabat dan bekenalan, bukan belum kenal sudah saling menghujat, meski kebenaran itu sudah ada di hati, tidak perlu juga saling menonjol-nonjolkan diri, saling unjuk gigi, saling membenarkan diri dan golongannya masing-masing, meski hanya konflik yang bisa membuat perubahan, tapi jika agama di jadikan alat konflik untuk mencapai perubahan, adalah suatu yang telah melampaui batas.
Seseorang paham bukan karena dia telah mengerti, melainkan dari bisa mengertilah maka dia akan paham, mengerti bukan hanya sebatas tahu, melainkan bisa sampai pada apa yang belum dia ketahui, jangan sampai terjebak pada periferisnya semata, melihat orang lain hanya dari segi penampilannya, menilai orang lain hanya sebatas perbuatannya, mengenali orang lain hanya sekilas, bahkan jika sudah merasa mengenal lebih jauh dan merasa telah mengetahui segalanyapun pasti masih ada sisi yang belum terlihat. Karena paham bukan sekedar tahu, sebatas tahu, bahkan sudah tahu, atau sekedar mengerti, sebatas mengerti, bahkan sudah mengerti, tapi bagaimana melakukan tindakan baik dari apa yang kita tidak mengerti.
Bukan karena rajin ibadah lalu paham, melainkan karena bisa mengamalkan ibadah yang di lakukannyalah menjadi paham, seorang yang ibadahnya rajin belum bisa di jadikan jaminan, pertama kita tidak pernah tahu isi hatinya, niat ibadahnya kepada siapa?" Seutuhnya kepada Tuhannya atau malah kepada yang lain, ada pamrih di dalam hatinya atau benar-benar murni ibadah," Untuk apa? " Benar-benar murni ibadah atau sekedar ingin ibadah, atau ada alasan pamer kepada sesamanya agar di nilai seorang yang terpuji, shaleh dan alim," berharap apa?" Benar-benar murni ibadah atau berharap pujian.
Bahkan banyak orang ibadah tapi dengki kepada yang tidak melakukan ibadah, lalu hatinya hanya di penuhi kedengkian, "apa guna ibadahnya?" Ada yang melakukan ibadah, lalu merasa telah terjamin surganya, lebih pantas masuk surga, dan meneraka-nerakakan yang lainnya, jika di telisik lebih dalam," apa yang di dapat dari hati yang tidak suci?" Tubuh yang kotor di sucikan dengan air wudhu, sedangkan hati kotor di sucikan dengan niat yang baik, jika niatnya sudah tidak baik, lalu "apa yang di dapat dari ibadahnya?"
Seorang yang beribadahpun sekaligus bisa berbuat munafik, "mengapa bisa di katakan munafik?" Di mana tubuhnya melakukan ibadah, tapi hati dan pikirannya bukan menuju ke Tuhannya, melainkan memikirkan dunia yang sementara di tinggalkannya."Apakah ibadah yang di lakukan sudah benar-benar sempurna?" Atau malah hanya merasa telah sempurna, "Apakah katarsis yang telah di lakukan sudah sampai pada pensucian diri sekaligus juga sampai pada pensucian hati?" bukankah semestinya jangan melakukan suatu yang terlihat benar, tapi lakukan dengan benar, apalagi yang menilai hanya diri sendiri, pasti senantiasa akan merasa benar.
Bukan karena penampilannya yang alim menjadi paham, melainkan karena hati sucinya yang membuatnya paham, sedangkan keimanan hati tidak ada seorang pun yang bisa melihat dan menilai, karena hati adalah suatu yang tersembunyi dan terkunci dari dalam, sedangkan penampilan sendiri seutuhnya juga tidak bisa di jadikan jaminan, semisal sebagus apapun chasingnya hp, jika mesinnya rusak tidak akan bernilai, bermanfaat dan tidak bisa di gunakan, sebaliknya... meskipun chasingnya buruk, jika mesinnya berfungsi dengan baik pasti akan memiliki nilai, bermanfaat dan bisa di gunakan sesuai dengan fungsinya, itulah gambaran dari penampilan dan hati seseorang, sebagus apapun penampilannya, jika hatinya buruk tidak ada istimewa dan harganya, sebaliknya seburuk apapun penampilannya, jika hatinya baik pasti baik juga perbuatannya dan bermanfaat buat yang lainnya. Dan banyak penilaian orang terjebak di penampilan seseorang, tanpa terlebih dahulu mau bercermin, mengukur diri dan mengenal lebih dalam lagi.
Bukan karena tidak pernah meninggalkan pengajian menjadi paham, melainkan karena tidak pernah meninggalkan kebaikanlah seseorang menjadi paham, karena agama menganjurkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, banyak orang tidak pernah meninggalkan majelis taklim hingga lupa apa yang dia peroleh dari pengajian itu, semakin banyak ilmu yang di dapat, semakin lupa juga cara mengamalkan ilmunya, apalagi sedikit ilmu yang di dapatkan, sedikit juga pemahamannya, atau malah sebaliknya merasa lebih pintar dari orang lain, padahal mengurus diri sendiri jauh lebih penting. "Jangan tanya agamanya apa?" Karena kebaikan tidak memiliki agama, melainkan kebaikan milik semua agama, karena semua agama mengajarkan kebaikan, jika seseorang beragama menampilkan perbuatan kurang baik, bukan agamanya yang tidak baik, melainkan saat pengajian orang tersebut bicara sendiri, melamun atau tidak fokus, bahkan datang hanya untuk pindah tidur di pojokan, atau terlalu bersemangat dan agresif setelah mendapatkan ilmu hingga lupa bagaimana agama mengajarkan kebaikan, karena agama adalah rahmat bagi seluruh alam, namanya rahmat adalah kebaikan, jika di nilai tidak baik, bukan agamanya yang tidak baik, melainkan manusianya.
Bukan karena ilmunya yang setinggi langit menjadikannya paham, melainkan karena sikapnya yang membumilah menjadikannya paham, orang yang benar-benar berilmu pasti akan seperti padi, semakin berisi akan semakin menundukan diri, bukan malah tinggi hati, merasa paling benar sendiri, merasa paling unggul sendiri, merasa paling layak sendiri."Apa surga itu warisan orang tuamu?" Hingga merasa hanya kamu sendiri yang layak masuk surga! Umar Bin Khatab pernah berkata, bahwa ilmu memiliki tiga tahapan; Jika seseorang memasuki tahapan pertama dia akan sombong, jika dia memasuki tahapan kedua akan tawaduq atau rendah hati. Dan ketika dia memasuki tahapan ketiga akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.
Bukan karena ilmunya yang lebih tinggi langit menjadikannya paham, melainkan karena sikapnya yang membumilah menjadikannya paham, orang yang benar-benar berilmu pasti akan seperti padi, semakin berisi akan semakin menundukan diri, bukan malah tinggi hati, merasa paling benar sendiri, merasa paling unggul sendiri, merasa paling layak sendiri."Apa surga itu warisan orang tuamu?" Hingga merasa hanya kamu sendiri yang layak masuk surga! Umar Bin Khatab pernah berkata, bahwa ilmu memiliki tiga tahapan; Jika seseorang memasuki tahapan pertama dia akan sombong, jika dia memasuki tahapan kedua akan tawaduq atau rendah hati. Dan ketika dia memasuki tahapan ketiga akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.
Bukan karena ilmunya yang lebih tinggi menjadi paham, melainkan karena mampu rendah hatilah yang menjadikannya paham. Orang boleh pandai mengenai apapun, tapi jika tidak bisa mengenali dirinya sendiri, tidak rendah hati dan sadar diri, kepandaiannya hanya seperti monyet yang makan pisang lalu membuang kulitnya di sembarang tempat, membuang sampah tidak pada tempatnya, di mana sadar diri adalah kesadaran yang sampai ke diri, bukan hanya sadar yang tidak sampai ke diri, banyak orang sadar tapi tidak sampai ke dalam dirinya, hingga dia hanya sadar saja, dan lebih banyak pura-pura sadar, sadar sehari kambuhnya setahun hingga menaun. Di mana kesadaran di dapatkan dari bercermin guna merapikan hati, mau rendah hati, mengukur diri dan belajar dari kesalahan.
Bukan karena menetapi seseorang paham, melaikan karena memahami seseorang menjadi paham, jika seseorang paham hanya dari menetapi, lalu mentakfirismekan yang tidak menetapi. " Apakah sungguh begitu?" Menetapi berarti tidak berpindah, bergeser dari tempatnya dan melakukan kegiatan lain, sedangkan siapa yang masih manusia berarti harus melakukan rutinitas sebagai manusia, siapa yang masih berpijak di bumi semestinya harus bisa membumi, tidak melampaui batas kemampuannya sebagai manusia, atau tidak ada manusia yang sanggup melampaui batas kemampuannya sebagai manusia, maka perlu hati-hati menggunakan kata menetapi, jangan mudah mengintimidasi tanpa terlebih dahulu bercermin dan mengukur diri.
Jika tidak menetapi sudah di nilai murtad, "siapa yang tidak murtad di dunia ini dalam hal menetapi?" Harusnya menetapi tidak beranjak dari tempatnya, dan tidak ada manusia yang tidak beranjak, karena manusia tidak sanggup menahan lapar, menahan syahwatnya, menahan hasrat keinginannya, harus mencukupi keperluan hidupnya, harus melanjutkan untuk meraih impiannya. Sama halnya itu juga murtad, meski sementara, karena berpaling sementara dari apa yang di tetapinya, bahkan bisa di katakan selingkuh dari apa yang di tetapinya, karena melakukan hal lain dari selain yang di tetapinya.
Jika toh melihat seorang yang benar melakukan kemurtadan, tentu tidak perlu juga jadi hakim, karena tujuan manusia di ciptakan bukan untuk menghakimi sesamanya, jangan mudah mengkafir-kafirkan orang lain, jika kekafiran itu tidak terbukti, maka akan kembali pada dirinya sendiri, jangan juga suka menghina, karena seseorang tidak akan di matikan sebelum merasakan hal yang sama, atau merasakan apa yang pernah di lakukannya terhadap orang lain. Jangan juga mudah menghukumi, karena mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih suci dari orang lain.
Bukan karena ahli ibadah yang membuatnya paham, melainkan bisa memanusiakan manusialah yang menjadikannya paham, banyak orang pandai ilmu agamanya hingga lupa cara mengamalkan ilmunya, banyak orang belajar ilmu keTuhanan hingga lupa ajaran Tuhan itu sendiri, banyak orang berusaha meniru Nabinya malah perbuatannya semisal Iblis, banyak orang yang ilmunya melangit hingga lupa masih berpijak di bumi dan lupa untuk membumi.
Seseorang di hargai bukan karena ilmunya, melainkan cara mengamalkan ilmunya yang di tampilkan melalui perbuatan tubuhnya, jangan hanya di anggap keturunan Nabi lalu di anggap pasti sesuai Nabi, jika Hasan dan Husain adalah keturuan Nabi yang langsung dalam asuhan Nabi, tapi setelah itu tidak ada yang langsung dari asuhan Nabi, apalagi keturunan jauh dan jauh dari zaman kenabian, hati-hati ketika sebagai pengikut, jangan sampai merasa benar dengan mengikuti orang salah yang terlihat benar, jangan mengikuti orang yang terlihat benar, tapi ikutilah orang yang benar.
Semestinya jika seseorang memiliki kepahaman agama yang baik, pasti perbuatan yang di tampilkan melalui tubuhnya juga baik, tidak mudah mengintimidasi, mentakfirismekan, mengolok-ngolok, menghina, melainkan mudah memaafkan kesalahan orang lain agar ketika kita melakukan kesalahan mudah mendapatkan maaf dari orang lain, meskipun semua adalah atas kehendak Tuhan, para Malaikat yang kepatuhannya tidak diragukan lagi saja protes atas perkara penciptaan manusia, apalagi manusia yang senangnya memprotes segala sesuatu, juga senangnya memprotes, meski perkara yang telah di tetapkan oleh Tuhan sekalipun.
Iman bukan terletak pada periferis semata, melainkan iman berwujud abstrak dan terletak di dasar hati, tersembunyi dan terkunci dari dalam, aku tidak berharap manusia memujiku, cukup Allah yang menilaiku, aku bukan Yahudi, Nasrani bahkan Islam, jika ketika menyebutkan apa agamaku malah menimbulkan sebuah kebencian, karenanya sebelum beragama dan beribadah semestinya menjadi manusia terlebih dahulu, agar ketika beragama dan beribadah bisa selayaknya manusia, agamaku adalah bayi yang terlahir outentik, bisa di percaya, murni, suci dan bisa menyerahkan seutuhnya hidup kepada pemiliknya, dalam kubur sendiri tidak ada pertanyaan "agamamu apa?" Melainkan "siapa Tuhanmu?" Siapa Nabimu?" Dan "Apa kitabmu?"
"Mengapa Tuhan mengkaruniakan kemampuan yang terbatas kepada kita?" Karena yang di luar batas kemampuan kita adalah hak Tuhan, ada hak Tuhan di dalam tindakan atau keputusan yang kita lakukan dan ambil, maka kita harus mengembalikan atau memberikan hak itu kepadaTuhan, adalah hak Tuhan yang bekerja melakukan tindakan dan kehendak di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, oleh karena itu Tuhan melarang kita bertindak melampaui batas.
"Bagaimana aku menerakan-nerakan seseorang?" Sedangkan aku saja belum benar-benar menginjakan kakiku di surga! Jikalau pernah singgah di surga, atau mungkin pernah tinggal di surga, bahkan terjamin surgaku, mungki aku akan berani meneraka-nerakakan orang lain, karena aku pernah tinggal di surga dan terjamin surgaku, dan akupun tahu betul seperti apa surga.
"Bagaimana aku berani mengatakan seseorang berdosa?" sedangkan aku sendiri tidak luput dari dosa, jika dosa kita tidak terlihat, karena Tuhan menyembunyikan aib kita.
Ketika aku menghina Iblis, menuduh seorang pendosa, bukankah hanya menjadikan sama buruknya, bahkan jika Tuhan tidak berkenan bisa di jadikan jauh lebih buruk, bukankah menghina apapun dan siapapun sama saja menghina karya Tuhan. Karena semua yang ada di alam semesta ini adalah tercipta dari ide agung, pikiran cemerlang, hati yang
suci sekaligus penuh kesungguhan, dan sentuhan yang penuh cinta kasih Tuhan "Siapa yang tidak murka jika karyanya di hina?"
Siapa kita? Sekedar alat Tuhan, karena takdir perlu alat agar terus berjalan, kita adalah alat Tuhan untuk menjalankan takdir Tuhan. Takdir ada karena adanya kita, tanpa kita maka takdir juga tidak mungkin ada. Tanpa kita takdir bukan apa-apa, tanpa takdir kita bukan siapa-siapa, tapi sebaiknya kita menentukan takdir kita ke arah yang baik, bukan baik di mata manusia, karena berharap baik di mata manusia hanya akan lebih banyak menuai kecewanya, melainkan baik karena semestinya itu yang kita lakukan.
Setiap hari kita bertemu dengan dunia yang beku, kaku dan semaunya sendiri, dunia menghardik kita dengan egonya, dan menantang kita dengan caranya. Dan dengan satu persatu tantangan yang di perlihatkan oleh dunia, kita memperoleh peluang besar untuk bertumbuh. Dan tidak mudah untuk terbunuh. Selalu ada hal yang menjadikan kita lebih baik dari setiap waktu yang masih kita miliki.
Kamis, 17 Oktober 2019
Kita Hanya Alat Tuhan
Aku tak ada niat mematahkan apapun yang kalian ingin perjuangkan,
Senantiasa aku akan tetap menjadi kawan seperjalanan.
Mungkin aku telah mengambil jalan yang berbeda,
namun aku tetaplah sama.
Aku tak ingin menjadi penghalang kalian,
entah kalian ingin naik tangga menjadi penguasa.
Atau malah menetap menjadi aksara di sepanjang jalan raya,
melebur di antara buruh, petani, nelayan, kemiskinan kota, atau apa saja.
Kalian menyuarakan kata lawanpun aku akan tetap kawan,
kalian menjadi orator, katalisator atau malah profokator.
Kalian menjadi Karl Max, Lenin, Wiji Tukul, Marsinah, Octavius Catto, Munir, Che Guevara, atau Soe Hok Gie.
Jadilah aktor yang baik dalam meretorikakan diri kalian sendiri,
Semoga menjelma generasi yang baik hati,
biarkan aku tetap sendiri,
dan tetap bersembunyi di dalam sunyi.
Atau kelak akan kembali menjadi seorang yang lebih menerima,
Bahwa aku hanyalah alat Tuhan di dunia ini.
Apapun yang terjadi dalam hidup kita,
Itulah takdir kita,
Kita menjadi apapun yang kita inginkan,
Atau menjadi apa yang Tuhan kehendaki,
Itulah takdir kita,
Kita tidak bisa berlari dan bersembunyi dari takdir kita sendiri,
Secepat apapun kebohongan berlari,
Pasti akan kembali mengambil sendalnya yang tertinggal.
Marilah Belajar Sejarah
Marilah kita belajar sejarah, mencabut ilmunya, menggali kejadiaanya, membawa hasilnya sampai akar-akarnya, bukan hanya sebatas periferisnya semata. Sebab sejarah adalah kumpulan dari memori yang tidak akan mudah di lupakan, tidak melupakan bukan berarti harus mengingat apa yang tidak menyenangkan, mengingat apa yang tidak menyenangkanpun tidak salah, asal menjadi sebuah alat untuk bercermin, mengukur diri, menekan ego yang tinggi dan sebagai alat menemukan pendewasaan.
Marilah belajar sejarah, mempelajari sejarah bukan untuk membangkitkan segenap amarah, melainkan agar bisa menghasilkan ramah.
Marilah belajar sejarah, mempelajari sejarah bukan untuk menjadikan diri menonjolkan diri dan unjuk gigi, melainkan agar bisa sampai pemahaman bahwa sejarah itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Marilah belajar sejarah dengan konsep "Jas Merah," belajar sejarah untuk meluruskan kembali jalannya sejarah, bukan membelokkan agar tetap salah arah.
Mari belajar sejarah, agar dengan belajar sejarah kita mengenal diri kita sendiri, agar kita empati, agar kita tidak mudah di profokasi, agar kita tidak mudah di pecah belah, agar kita bisa lebih rendah hati, agar kita tidak mudah di bodohi, agar kita tidak semau sendiri, merasa benar sendiri dan otoriterian, agar kita mengenal sejarah bangsa kita, mengenal sejarah agama kita, tidak melupakan sejarah diri kita sendiri, dan agar bisa mengerti apa yang tidak kita ketahui.
Marilah belajar sejarah, agar kita memiliki pendirian," lebih baik makan gaplek namun merdeka, daripada makan bistik namun budak, agar kita juga tidak terus menerus di perbudak di negeri sendiri, terus di perbudak situasi, dan saling memperbudak demi ambisi-ambisi.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak mudah patah hati, putus asa dan menyerah, semisal biji yang hendak tumbuh, mendapat tekanan dari tanah, tidak menyerah, terus tumbuh dan tidak mudah terbunuh.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak mudah di belokkan, agar kita tidak terlarut arus zaman, kemudian lenyap tertelan bengisnya peradaban, agar kita tidak menjadi bebek, hanya bisanya ngebebek, ikut-ikutan tanpa tahu tujuan, hanya agar terlihat keren padahal tidak sama sekali, melainkan agar bisa menjelma elang, tak pernah takut, jenuh dan khawatir meski dalam kesendirian.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak asal membenci, agar kita tidak asal menzdolimi, agar kita tak asal berprasangka buruk, agar kita tidak asal memperkeruh suasana, agar kita tidak asal mendengki, agar kita tidak asal anti sana sini atau asal membela, apalagi membela diri demi kepentingan sendiri. Atau membela kebenaran dengan mengikuti orang yang salah, atau merasa benar sendiri yang akhirnya hanya memanen penyesalan di kemudian hari.
Marilah belajar sejarah, hanya bersama sejarah kita akan mengenal dan mengetahui sejarah itu sendiri, tanpa sejarah sehebat apapun bukan siapa-siapa,(banyak orang hebat yang ke blinger: korupsi, manipulasi, mensabotase, konspirasi, propaganda menyalahkan sana sini hanya demi kepentingan-kepentingan mereka), setinggi apapun ilmu bukan apa-apa(banyak orang pintar yang terlihat bodoh, dan banyak orang bodoh yang di bodohi, bukan hanya membodohkan orang lain namun juga dirinya sendiri, kemudian berakhir dengan penyesalan-penyesalan), apalagi yg tidak memiliki ilmu dan kehebatan sama sekali, alhasil hanya akan menjadi kaum bebek, hanya ikut-ikutan ke sana kemari.
Marilah belajar sejarah, mempelajari sejarah bukan untuk membangkitkan segenap amarah, melainkan agar bisa menghasilkan ramah.
Marilah belajar sejarah, mempelajari sejarah bukan untuk menjadikan diri menonjolkan diri dan unjuk gigi, melainkan agar bisa sampai pemahaman bahwa sejarah itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Marilah belajar sejarah dengan konsep "Jas Merah," belajar sejarah untuk meluruskan kembali jalannya sejarah, bukan membelokkan agar tetap salah arah.
Mari belajar sejarah, agar dengan belajar sejarah kita mengenal diri kita sendiri, agar kita empati, agar kita tidak mudah di profokasi, agar kita tidak mudah di pecah belah, agar kita bisa lebih rendah hati, agar kita tidak mudah di bodohi, agar kita tidak semau sendiri, merasa benar sendiri dan otoriterian, agar kita mengenal sejarah bangsa kita, mengenal sejarah agama kita, tidak melupakan sejarah diri kita sendiri, dan agar bisa mengerti apa yang tidak kita ketahui.
Marilah belajar sejarah, agar kita memiliki pendirian," lebih baik makan gaplek namun merdeka, daripada makan bistik namun budak, agar kita juga tidak terus menerus di perbudak di negeri sendiri, terus di perbudak situasi, dan saling memperbudak demi ambisi-ambisi.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak mudah patah hati, putus asa dan menyerah, semisal biji yang hendak tumbuh, mendapat tekanan dari tanah, tidak menyerah, terus tumbuh dan tidak mudah terbunuh.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak mudah di belokkan, agar kita tidak terlarut arus zaman, kemudian lenyap tertelan bengisnya peradaban, agar kita tidak menjadi bebek, hanya bisanya ngebebek, ikut-ikutan tanpa tahu tujuan, hanya agar terlihat keren padahal tidak sama sekali, melainkan agar bisa menjelma elang, tak pernah takut, jenuh dan khawatir meski dalam kesendirian.
Marilah belajar sejarah, agar kita tidak asal membenci, agar kita tidak asal menzdolimi, agar kita tak asal berprasangka buruk, agar kita tidak asal memperkeruh suasana, agar kita tidak asal mendengki, agar kita tidak asal anti sana sini atau asal membela, apalagi membela diri demi kepentingan sendiri. Atau membela kebenaran dengan mengikuti orang yang salah, atau merasa benar sendiri yang akhirnya hanya memanen penyesalan di kemudian hari.
Marilah belajar sejarah, hanya bersama sejarah kita akan mengenal dan mengetahui sejarah itu sendiri, tanpa sejarah sehebat apapun bukan siapa-siapa,(banyak orang hebat yang ke blinger: korupsi, manipulasi, mensabotase, konspirasi, propaganda menyalahkan sana sini hanya demi kepentingan-kepentingan mereka), setinggi apapun ilmu bukan apa-apa(banyak orang pintar yang terlihat bodoh, dan banyak orang bodoh yang di bodohi, bukan hanya membodohkan orang lain namun juga dirinya sendiri, kemudian berakhir dengan penyesalan-penyesalan), apalagi yg tidak memiliki ilmu dan kehebatan sama sekali, alhasil hanya akan menjadi kaum bebek, hanya ikut-ikutan ke sana kemari.
Keajaiban Alam
Sekali-kali aku ingin menuliskan sifat dan sikap antagonistik di hadapan perempuan, memperlihatkan sisi gelap perempuan, di mana sisi tersembunyi yang membuat pria hanya bergeleng-geleng kepala, lalu pria lebih memilih diam mendengarkan daripada memicu konflik baru, lebih baik berbohong daripada jujur tidak di hargai, lebih baik menyendiri daripada saling melukai, lebih baik melepaskan daripada menjadi kekacauan di hati, lebih baik mengalah demi perdamaian, lebih baik menjauh jika mendekat lebih banyak mudzorotnya, lebih baik melupakan daripada hanya jadi beban pikiran, dan lebih baik menghindar daripada mendapatkan hardik yang lebih pelik.
Mungkin malah akan ada pria yang berkata menggunakan tebakkan. "Siapakah mahluk teraneh di dunia?" Mahluk unik yang kadang hadirnya menggelitik, atau malah ada yang berkata; bahwa perempuan adalah misteri yang sulit di mengerti. Bahkan ada yang mengatakan perempuan adalah monster, maka perlu hati-hati dalam mengambil tindakan dan kata-kata di hadapannya, salah langkah dan salah bicara akan bisa menjelma bencana, meremuk suasana dan sekejab hubungan baikpun bisa sirna, sebab perempuan sering menggunakan study kualitatif katanya, melihat tanpa memahami dan selalu ingin di mengerti.
Iya, misteri perempuan yang seringkali pria sembunyikan, karena bila jujur apa adanya tentang perempuan, tidak akan ada pria yang bisa selamat dari sergapan seluruh perempuan di dunia ini, dia akan menjadi mangsa yang di diamkan begitu saja, atau tidak memperoleh jatah kehidupan, atau malah karya-karyanya tidak bakal laku, karena separuh lebih perempuan sebagai pembaca aktif dan elegan, dan diam-diam menegangkan. Perempuan adalah mahluk unik yang sulit di analisis, di perdiksi dan di tebak, suka menjebak dan sering juga terjebak oleh pria-pria maniak.
Perempuan senantiasa lebih menggunakan inner/ rasa terdalamnya dalam bertindak, entah sebagai kekasih, entah sebagai anak, entah sebagai istri, entah sebagai ibu, entah sebagai pekerja, entah sebagai guru, entah sebagai murid, entah sebagai ratu, entah sebagai presiden hingga panglima perang. Sedikit memainkan logika, melainkan lebih banyak menggunakan rasa, perasaannya mudah labil dan mudah berubah-ubah seperti cuaca, sekaligus tidak terduga, oleh karena itu kebanyakan pria maniak menganggap bahwa perempuan tidak selalu perlu di pahami, melainkan cukup di nikmati.
Dealektika perempuan melalui rasanya, perempuan menggunakan dialog penuh dengan pendalaman rasa, dan berkontradiksi dengan perempuan bukanlah suatu yang menyenangkan, meskipun pria kadang merasa lebih bisa, lebih mampu, lebih kuat, lebih hebat, lebih tangguh, lebih unggul, dan lebih logos spermatikos dalam kehidupan. Karena perempuan adalah penguasa yang sebenarnya, meskipun perempuan kadang merepotkan, mericuhkan dan mengkacaukan, tapi tidak ada perempuan tidak ada kehidupan, terkecuali bagi pria yang memang belum menginginkan ada perempuan di sisinya.
Perempuan melihat dan menilai tidak dengan matanya, melainkan dengan suasana hatinya, oleh karena itu, kadang pria menganggap bahwa perempuan semaunya sendiri, sedangkan perempuan sendiri senantiasa menginginkan perhatian lebih, kadang yang lebih ajaib lagi, ketika di dekati malah menjauh, ketika di diamkan bingung sendiri, ketika di acuhkan marah-marah tidak jelas, ketika di tinggalkan merasa kehilangan, hingga priapun yang ketandusan ide rasanya ingin bunuh diri, sebaliknya bagi pria yang cerdik, apalagi yang maniak, tidak mau putus asa, terus berusaha dengan berbagai cara.
Perempuan bisa menjadi racun bagi pria, tapi juga bisa menjadi vitamin yang mendorongnya lebih maju, pria harus percaya sama kata dan tindak lakunya, sehingga perempuan bisa menilai bahwa pria tersebut melakukannya dengan sungguh-sungguh, kadang tidak perlu juga menonjol-nonjolkan diri di hadapan perempuan, meski perempuan lebih menyukai kelebihan apa yang di miliki oleh pria, jika saatnya harus terlihat, maka perempuan yang sesuai pasti akan melihat ketulusan hati itu, dan jauh daripada itu, perempuan sangat suka dengan kejutan yang tidak terduga.
Kadang tidak perlu memamerkan kemampuan dan memperlihatkan betapa kerennya kita, karena perempuan yang tulus hatinya tidak memerlukan itu, melainkan bisa berada di sisi pria yang sangat di cintainya adalah karunia terindah teruntuk hidupnya, meski di zaman milenial ini lebih banyak perempuan mengukur pria dari kedudukan dan materi, karenanya perempuan juga sulit menemukan pasangan hidupnya, perempuan yang baik tidak mengukur baik atau buruk, tapi bisa sampai pada pemahaman indah atau kurang indah, jika saja perempuan mampu menekan egonya, maka ia akan sampai pada pemahaman bahwa pria yang di cintainya indah, karena bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Ketika perempuan sebagai vitamin pendorong, semua itu teruntuk pria adalah tenaga pembangkit, meski otot pria lebih kuat, tapi dorongan doa lebih kuat dan berbobot menggunakan rasa, karena berdoa perlu pendalaman rasa dan menggunakan rasa yang terdalam, mungkin pria lebih unggul dalam tenaga, tapi lemah rasanya, sedangkan perempuan lemah tenaganya, tapi kuat rasanya, karenanya doa perempuan terlihat lebih mustajab, atau jikalau tidak, lebih terdepan, di utamakan dan di dengarkan, karena lebih menggunakan rasa, bukan berarti juga doa pria tidak ajaib, ada kelebihan di setiap kelemahan dan ada kelemahan di setiap kelebihan. Meski perempuan itu rumit, dia adalah raksasa.
Ngomong-ngomong soal perempuan, perihal sisi gelap perempuan yang menyimpan banyak misteri, perempuan itu semisal kutukan tapi di butuhkan, engkau ingin membenci tapi butuh, engkau ingin menjauhi tapi butuh, engkau ingin tak lagi peduli tapi juga butuh secara penuh dan utuh, terkecuali bagi pria yang memang belum membutuhkan perempuan ada di sisinya. Perempuan adalah keajaiban alam, seperti musim yang tidak bisa di prediksi, seperti cuaca yang mudah berubah-ubah, seperti kabut yang menyimpan matahari sekaligus teriknya, seperti gunung yang hanya bisa di lihat keindahannya ketika bisa sampai ke puncaknya, seperti hujan yang menyembunyikan pelangi, sekaligus juga menyimpan teriknya matahari, seperti langit yang cerah lalu tiba-tiba mendung, seperti lautan pasir yang menyimpan keindahan dan juga sejarah yang di sembunyikan, seperti angin yang mampu menaikan layar sekaligus mendatangkan gelombang, seperti udara yang bisa memanjangkan usia, seperti hutan yang tidak bisa di lihat dari luarnya saja, serumit apapun perempuan, cara terampuh untuk bisa mengerti dan menaklukannya adalah bisa hidup dalam kesehariannya.
Mungkin malah akan ada pria yang berkata menggunakan tebakkan. "Siapakah mahluk teraneh di dunia?" Mahluk unik yang kadang hadirnya menggelitik, atau malah ada yang berkata; bahwa perempuan adalah misteri yang sulit di mengerti. Bahkan ada yang mengatakan perempuan adalah monster, maka perlu hati-hati dalam mengambil tindakan dan kata-kata di hadapannya, salah langkah dan salah bicara akan bisa menjelma bencana, meremuk suasana dan sekejab hubungan baikpun bisa sirna, sebab perempuan sering menggunakan study kualitatif katanya, melihat tanpa memahami dan selalu ingin di mengerti.
Iya, misteri perempuan yang seringkali pria sembunyikan, karena bila jujur apa adanya tentang perempuan, tidak akan ada pria yang bisa selamat dari sergapan seluruh perempuan di dunia ini, dia akan menjadi mangsa yang di diamkan begitu saja, atau tidak memperoleh jatah kehidupan, atau malah karya-karyanya tidak bakal laku, karena separuh lebih perempuan sebagai pembaca aktif dan elegan, dan diam-diam menegangkan. Perempuan adalah mahluk unik yang sulit di analisis, di perdiksi dan di tebak, suka menjebak dan sering juga terjebak oleh pria-pria maniak.
Perempuan senantiasa lebih menggunakan inner/ rasa terdalamnya dalam bertindak, entah sebagai kekasih, entah sebagai anak, entah sebagai istri, entah sebagai ibu, entah sebagai pekerja, entah sebagai guru, entah sebagai murid, entah sebagai ratu, entah sebagai presiden hingga panglima perang. Sedikit memainkan logika, melainkan lebih banyak menggunakan rasa, perasaannya mudah labil dan mudah berubah-ubah seperti cuaca, sekaligus tidak terduga, oleh karena itu kebanyakan pria maniak menganggap bahwa perempuan tidak selalu perlu di pahami, melainkan cukup di nikmati.
Dealektika perempuan melalui rasanya, perempuan menggunakan dialog penuh dengan pendalaman rasa, dan berkontradiksi dengan perempuan bukanlah suatu yang menyenangkan, meskipun pria kadang merasa lebih bisa, lebih mampu, lebih kuat, lebih hebat, lebih tangguh, lebih unggul, dan lebih logos spermatikos dalam kehidupan. Karena perempuan adalah penguasa yang sebenarnya, meskipun perempuan kadang merepotkan, mericuhkan dan mengkacaukan, tapi tidak ada perempuan tidak ada kehidupan, terkecuali bagi pria yang memang belum menginginkan ada perempuan di sisinya.
Perempuan melihat dan menilai tidak dengan matanya, melainkan dengan suasana hatinya, oleh karena itu, kadang pria menganggap bahwa perempuan semaunya sendiri, sedangkan perempuan sendiri senantiasa menginginkan perhatian lebih, kadang yang lebih ajaib lagi, ketika di dekati malah menjauh, ketika di diamkan bingung sendiri, ketika di acuhkan marah-marah tidak jelas, ketika di tinggalkan merasa kehilangan, hingga priapun yang ketandusan ide rasanya ingin bunuh diri, sebaliknya bagi pria yang cerdik, apalagi yang maniak, tidak mau putus asa, terus berusaha dengan berbagai cara.
Perempuan bisa menjadi racun bagi pria, tapi juga bisa menjadi vitamin yang mendorongnya lebih maju, pria harus percaya sama kata dan tindak lakunya, sehingga perempuan bisa menilai bahwa pria tersebut melakukannya dengan sungguh-sungguh, kadang tidak perlu juga menonjol-nonjolkan diri di hadapan perempuan, meski perempuan lebih menyukai kelebihan apa yang di miliki oleh pria, jika saatnya harus terlihat, maka perempuan yang sesuai pasti akan melihat ketulusan hati itu, dan jauh daripada itu, perempuan sangat suka dengan kejutan yang tidak terduga.
Kadang tidak perlu memamerkan kemampuan dan memperlihatkan betapa kerennya kita, karena perempuan yang tulus hatinya tidak memerlukan itu, melainkan bisa berada di sisi pria yang sangat di cintainya adalah karunia terindah teruntuk hidupnya, meski di zaman milenial ini lebih banyak perempuan mengukur pria dari kedudukan dan materi, karenanya perempuan juga sulit menemukan pasangan hidupnya, perempuan yang baik tidak mengukur baik atau buruk, tapi bisa sampai pada pemahaman indah atau kurang indah, jika saja perempuan mampu menekan egonya, maka ia akan sampai pada pemahaman bahwa pria yang di cintainya indah, karena bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Ketika perempuan sebagai vitamin pendorong, semua itu teruntuk pria adalah tenaga pembangkit, meski otot pria lebih kuat, tapi dorongan doa lebih kuat dan berbobot menggunakan rasa, karena berdoa perlu pendalaman rasa dan menggunakan rasa yang terdalam, mungkin pria lebih unggul dalam tenaga, tapi lemah rasanya, sedangkan perempuan lemah tenaganya, tapi kuat rasanya, karenanya doa perempuan terlihat lebih mustajab, atau jikalau tidak, lebih terdepan, di utamakan dan di dengarkan, karena lebih menggunakan rasa, bukan berarti juga doa pria tidak ajaib, ada kelebihan di setiap kelemahan dan ada kelemahan di setiap kelebihan. Meski perempuan itu rumit, dia adalah raksasa.
Ngomong-ngomong soal perempuan, perihal sisi gelap perempuan yang menyimpan banyak misteri, perempuan itu semisal kutukan tapi di butuhkan, engkau ingin membenci tapi butuh, engkau ingin menjauhi tapi butuh, engkau ingin tak lagi peduli tapi juga butuh secara penuh dan utuh, terkecuali bagi pria yang memang belum membutuhkan perempuan ada di sisinya. Perempuan adalah keajaiban alam, seperti musim yang tidak bisa di prediksi, seperti cuaca yang mudah berubah-ubah, seperti kabut yang menyimpan matahari sekaligus teriknya, seperti gunung yang hanya bisa di lihat keindahannya ketika bisa sampai ke puncaknya, seperti hujan yang menyembunyikan pelangi, sekaligus juga menyimpan teriknya matahari, seperti langit yang cerah lalu tiba-tiba mendung, seperti lautan pasir yang menyimpan keindahan dan juga sejarah yang di sembunyikan, seperti angin yang mampu menaikan layar sekaligus mendatangkan gelombang, seperti udara yang bisa memanjangkan usia, seperti hutan yang tidak bisa di lihat dari luarnya saja, serumit apapun perempuan, cara terampuh untuk bisa mengerti dan menaklukannya adalah bisa hidup dalam kesehariannya.
Dunia Hijau Dan Manis
"Bagaimana seutuhnya kita percaya sama para akademisi yang berdemo itu?" para demonstran yang masih berkedudukan sebagai pelajar, atau yang hanya ikut-ikutan, meramaikan suasana, atau hanya mengikuti ajakan teman, atau agar terlihat jantan dan seolah pemberani, tanpa tahu maksud dan tujuan yang di lakukan, memang tidak semua dari mereka semisal itu, tapi seharusnya sebelum mengambil tindakan apapun harus tahu tujuan dan resiko yang akan di dapatkan, jangan hanya memikirkan diri sendiri, karena kita juga memiliki keluarga, di mana mereka yang senantiasa merindukan kabar baik dari kita, bukan kabar buruk yang berupa celaka dan duka.
Mungkin kita merasa sanggup memikul beban, matipun tidak masalah, tapi belum tentu bagi orang yang kita tinggalkan, dan jangan juga mati dalam kekonyolan, meski ada tujuan yang ingin di sampaikan, sampaikan dengan jalan yang menghindari anarkis dan merusak fasilitas apapun, karena jikalau ada kerusakan fasilitas negara, sedikitpun pemerintah tidak rugi, melainkan yang rugi adalah orang tua kita, sebab PBB bisa di naikan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, dunia sudah berubah, buat hal berbeda untuk menciptakan perubahan.
Karena perlawanan hanya akan menciptakan perlawanan berikutnya dan seterusnya berulang-ulang, tidak ada soal-soal yang benar-benar berakhir terkecuali suatu yang akhir hanyalah awal yang baru, bukan hanya keberanian melangkah dan memberi yang kita perlukan, melainkan juga keberanian menerima apapun yang terjadi, bukan melakukan apa yang kita nilai atau terlihat benar, tapi melakukan apa yang benar, sebab di dunia politik banyak orang melakukan hal benar dengan mengikuti orang yang salah. Dan jangan sampai perjuangan itu juga melampaui batas, di mana keinginan untuk membahagiakan sesama malah berujung petaka, dan yang semestinya kita perjuangkan malah menjadi korban atas ambisi kita, ambisi dan niat baik itu beda tipis, karenanya kita harus hati-hati dalam menata hati.
Memang benar bahwa kebijakan sekarang itu berlaku untuk rakyat, tapi tidak berlaku untuk si pembuat kebijakan, jikalau ingin mengubah kebijakan, berarti harus berjuang menjadi pembuat kebijakan. Dan kejadian itupun sudah sering terulang, di mana generasi-generasi dulu adalah juga segerombolan pemberontak, lalu setelah pendidikan formalnya berakhir, mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, akhirnya juga sama saja. "Apakah di kira saat reformasi yang mengulingkan penguasa orba adalah mahasiswa?" Padahal penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, dan sekarang mahasiswa salah prediksi karena ingin mengulang hal yang sama. Tanpa dukungan atau di tunggangi sama penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, mahasiswa tidak akan mengubah amandemen apapun.
Sebesar apapun masanya, tanpa ada pembonceng, sulit! Tidak ada sejarah di negara manapun kekuasaan presiden di gulingkan oleh Mahasiswa, melainkan sama orang-orang terdekatnya sendiri yang di tunggangi penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, negara adikuasa yang memiliki kepentingan di dalamnya, dan pihak-pihak multinasional yang menginginkan sebuah keuntungan. Yah, semoga ujuk rasa saat ini bukan ego dan sarana unjuk gigi, melainkan plur benar-benar untuk rakyat. Tapi, yah, sulit untuk mengetahui bukti nyatanya. Jikalau sampai terjadi perusakan, cuma militer yang bisa menggulingkan kekuasaan, untung saja militer di larang berorganisasi.
Jikalau masanya cuma mahasiswa, yah, belum bisa di katakan genting. Kecuali di era reformasi yang turun ke jalankan bukan hanya mahasiswa, melainkan juga rakyat. Dan jika pemboncengnya hanya sekelas mahasiswa, kupikir masih santui. Pemerintah kan juga anak-anak mahasiswa di jamannya. Mereka lebih pengalaman dan lebih paham dengan hal-hal seperti itu. Mereka juga punya kapasitas lebih besar, karena mereka adalah mahasiswa yang lebih dulu turun di jalan, mereka sudah mengantisipasi semuanya. Mata-mata mereka juga banyak, orang tua itu pasti lebih paham, semestinya anak muda cari jalan yang berbeda, jangan monoton, harus kreatif, tidak mengikuti cara-cara sebelumnya, biar tidak mudah di tebak dan di prediksi.
Dan siapapun yang mengeluhkan kesulitan-kesulitan hidup, padahal belum pernah merasakan seperti apa sulit dan hetirnya mencari uang untuk bertahan hidup, jangan juga fanatik dengan materi, karena memang kita belum bisa melepaskan diri dari soal-soal itu, Rakyat adalah profesor soal itu, karena yang lebih merasakan dampak langsung dari kebijakan politik dari sebuah negara, dan tidak seheboh itu, meski pun rakyat diam bukan berarti bodoh, melainkan mereka adalah singa yang sedang tertidur.
Revolusi memang akan selalu ada di sebuah bangsa, karena ketidakterimaan akan selalu ada untuk jiwa manusia, revolusi bisa menjadi penempa dan tenaga pendorong untuk kemajuan bangsa, karena peradaban berkembang dan memperoleh kemajuan hanya dari konflik, dalam konsentrasi ilmu politik revolusi adalah "Politikus tanpa memiliki mental politik hanya akan menjadi benalu buat bangsanya sendiri." Dalam filsafat revolusi adalah "Tidak menerima sesuatu yang jauh dari kesucian." Dan dalam berTuhan revolusi adalah" Bisa bercermin, memperbaiki diri dan berendah hati."
Iya, dunia itu hijau dan manis rasanya, tidak ada seorangpun yang bisa mengelak dari bujuk rayunya, siapapun akan tergiur buah yang bergelantungan di pohon peradaban, semakin hari peradaban semakin muda sebaliknya manusia semakin menua, dan tidak terasa tiba-tiba sudah tua, menanti binasa sambil merenungkan segala hal yang telah telewatkan dalam penyesalan.
Ada alkisah tiga kaum akhir zaman yang masuk ke dalam goa, di mana mereka mendengar tersiar kabar bahwa goa tersebut menyimpan apa yang mereka inginkan, lalu ketiganya mencoba masuk ke dalam goa dengan berbekalkan karung, sehabis berada di dalam mereka terdiam sejenak, sebab kegelapan berkuasa di atas mereka, mereka bertiga tidak bisa melihat apa-apa termasuk dirinya sendiri.
Mereka hanya meraba-raba menjadi si buta, tanpa tongkat petuntuk kecuali hanya melalui jamahan tangan mereka bisa merasakan, kaum pertama meraba dan yang dia rasa hanya batu lalu tidak mengambil apa-apa, kaum kedua sedikit berpikir, "sudah sampai ke dalam dengan susah payah, masak keluar tidak membawa apa-apa," lalu mengisi karungnya dengan batu itu hingga setengah karung, dan kaum ketiga males mikir langsung mengisi karungnya hingga penuh, karena tekadnya sebelum masuk sudah bulat mengambil apa saja yang berada di dalam goa sebanyak-banyaknya.
Ini hanya sebuah filosofi kehidupan, bahwa kehidupan sebagai fatamorgana yang menggiurkan segala rasa, terutama perihal ingin senantiasa memiliki dan takut sekali kehilangan, sehabis ketiga kaum itu keluar dari dalam goa, mereka melihat isi karung yang di bawanya, mereka semua kaget bukan kepalang, karena yang mereka anggap batu tidak tahunya emas murni, kaum pertama menyesal sebab tidak mengambil sama sekali, kaum kedua menyesal sebab hanya mengambil setengahnya saja, dan kaum ketiga menyesal sebab mengapa hanya mengambil satu karung, jika sebenarnya bisa lebih berkarung-karung.
Ada dua fersi: Pertama perihal amal ibadah, meski beramal sebanyak-banyaknya masih menyesal. "Mengapa tidak beramal lebih banyak lagi?" Apalagi yang tak beramal sama sekali.
Kedua perihal dunia: Meski bisa menguasai dunia, berjaya dan merajai apa saja, akan senantiasa kurang dan ingin terus menambah, hingga menyesali apa yang ia kumpulkan sendiri.
Mungkin kita merasa sanggup memikul beban, matipun tidak masalah, tapi belum tentu bagi orang yang kita tinggalkan, dan jangan juga mati dalam kekonyolan, meski ada tujuan yang ingin di sampaikan, sampaikan dengan jalan yang menghindari anarkis dan merusak fasilitas apapun, karena jikalau ada kerusakan fasilitas negara, sedikitpun pemerintah tidak rugi, melainkan yang rugi adalah orang tua kita, sebab PBB bisa di naikan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, dunia sudah berubah, buat hal berbeda untuk menciptakan perubahan.
Karena perlawanan hanya akan menciptakan perlawanan berikutnya dan seterusnya berulang-ulang, tidak ada soal-soal yang benar-benar berakhir terkecuali suatu yang akhir hanyalah awal yang baru, bukan hanya keberanian melangkah dan memberi yang kita perlukan, melainkan juga keberanian menerima apapun yang terjadi, bukan melakukan apa yang kita nilai atau terlihat benar, tapi melakukan apa yang benar, sebab di dunia politik banyak orang melakukan hal benar dengan mengikuti orang yang salah. Dan jangan sampai perjuangan itu juga melampaui batas, di mana keinginan untuk membahagiakan sesama malah berujung petaka, dan yang semestinya kita perjuangkan malah menjadi korban atas ambisi kita, ambisi dan niat baik itu beda tipis, karenanya kita harus hati-hati dalam menata hati.
Memang benar bahwa kebijakan sekarang itu berlaku untuk rakyat, tapi tidak berlaku untuk si pembuat kebijakan, jikalau ingin mengubah kebijakan, berarti harus berjuang menjadi pembuat kebijakan. Dan kejadian itupun sudah sering terulang, di mana generasi-generasi dulu adalah juga segerombolan pemberontak, lalu setelah pendidikan formalnya berakhir, mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, akhirnya juga sama saja. "Apakah di kira saat reformasi yang mengulingkan penguasa orba adalah mahasiswa?" Padahal penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, dan sekarang mahasiswa salah prediksi karena ingin mengulang hal yang sama. Tanpa dukungan atau di tunggangi sama penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, mahasiswa tidak akan mengubah amandemen apapun.
Sebesar apapun masanya, tanpa ada pembonceng, sulit! Tidak ada sejarah di negara manapun kekuasaan presiden di gulingkan oleh Mahasiswa, melainkan sama orang-orang terdekatnya sendiri yang di tunggangi penguasa yang kedudukannya jauh lebih tinggi, negara adikuasa yang memiliki kepentingan di dalamnya, dan pihak-pihak multinasional yang menginginkan sebuah keuntungan. Yah, semoga ujuk rasa saat ini bukan ego dan sarana unjuk gigi, melainkan plur benar-benar untuk rakyat. Tapi, yah, sulit untuk mengetahui bukti nyatanya. Jikalau sampai terjadi perusakan, cuma militer yang bisa menggulingkan kekuasaan, untung saja militer di larang berorganisasi.
Jikalau masanya cuma mahasiswa, yah, belum bisa di katakan genting. Kecuali di era reformasi yang turun ke jalankan bukan hanya mahasiswa, melainkan juga rakyat. Dan jika pemboncengnya hanya sekelas mahasiswa, kupikir masih santui. Pemerintah kan juga anak-anak mahasiswa di jamannya. Mereka lebih pengalaman dan lebih paham dengan hal-hal seperti itu. Mereka juga punya kapasitas lebih besar, karena mereka adalah mahasiswa yang lebih dulu turun di jalan, mereka sudah mengantisipasi semuanya. Mata-mata mereka juga banyak, orang tua itu pasti lebih paham, semestinya anak muda cari jalan yang berbeda, jangan monoton, harus kreatif, tidak mengikuti cara-cara sebelumnya, biar tidak mudah di tebak dan di prediksi.
Dan siapapun yang mengeluhkan kesulitan-kesulitan hidup, padahal belum pernah merasakan seperti apa sulit dan hetirnya mencari uang untuk bertahan hidup, jangan juga fanatik dengan materi, karena memang kita belum bisa melepaskan diri dari soal-soal itu, Rakyat adalah profesor soal itu, karena yang lebih merasakan dampak langsung dari kebijakan politik dari sebuah negara, dan tidak seheboh itu, meski pun rakyat diam bukan berarti bodoh, melainkan mereka adalah singa yang sedang tertidur.
Revolusi memang akan selalu ada di sebuah bangsa, karena ketidakterimaan akan selalu ada untuk jiwa manusia, revolusi bisa menjadi penempa dan tenaga pendorong untuk kemajuan bangsa, karena peradaban berkembang dan memperoleh kemajuan hanya dari konflik, dalam konsentrasi ilmu politik revolusi adalah "Politikus tanpa memiliki mental politik hanya akan menjadi benalu buat bangsanya sendiri." Dalam filsafat revolusi adalah "Tidak menerima sesuatu yang jauh dari kesucian." Dan dalam berTuhan revolusi adalah" Bisa bercermin, memperbaiki diri dan berendah hati."
Iya, dunia itu hijau dan manis rasanya, tidak ada seorangpun yang bisa mengelak dari bujuk rayunya, siapapun akan tergiur buah yang bergelantungan di pohon peradaban, semakin hari peradaban semakin muda sebaliknya manusia semakin menua, dan tidak terasa tiba-tiba sudah tua, menanti binasa sambil merenungkan segala hal yang telah telewatkan dalam penyesalan.
Ada alkisah tiga kaum akhir zaman yang masuk ke dalam goa, di mana mereka mendengar tersiar kabar bahwa goa tersebut menyimpan apa yang mereka inginkan, lalu ketiganya mencoba masuk ke dalam goa dengan berbekalkan karung, sehabis berada di dalam mereka terdiam sejenak, sebab kegelapan berkuasa di atas mereka, mereka bertiga tidak bisa melihat apa-apa termasuk dirinya sendiri.
Mereka hanya meraba-raba menjadi si buta, tanpa tongkat petuntuk kecuali hanya melalui jamahan tangan mereka bisa merasakan, kaum pertama meraba dan yang dia rasa hanya batu lalu tidak mengambil apa-apa, kaum kedua sedikit berpikir, "sudah sampai ke dalam dengan susah payah, masak keluar tidak membawa apa-apa," lalu mengisi karungnya dengan batu itu hingga setengah karung, dan kaum ketiga males mikir langsung mengisi karungnya hingga penuh, karena tekadnya sebelum masuk sudah bulat mengambil apa saja yang berada di dalam goa sebanyak-banyaknya.
Ini hanya sebuah filosofi kehidupan, bahwa kehidupan sebagai fatamorgana yang menggiurkan segala rasa, terutama perihal ingin senantiasa memiliki dan takut sekali kehilangan, sehabis ketiga kaum itu keluar dari dalam goa, mereka melihat isi karung yang di bawanya, mereka semua kaget bukan kepalang, karena yang mereka anggap batu tidak tahunya emas murni, kaum pertama menyesal sebab tidak mengambil sama sekali, kaum kedua menyesal sebab hanya mengambil setengahnya saja, dan kaum ketiga menyesal sebab mengapa hanya mengambil satu karung, jika sebenarnya bisa lebih berkarung-karung.
Ada dua fersi: Pertama perihal amal ibadah, meski beramal sebanyak-banyaknya masih menyesal. "Mengapa tidak beramal lebih banyak lagi?" Apalagi yang tak beramal sama sekali.
Kedua perihal dunia: Meski bisa menguasai dunia, berjaya dan merajai apa saja, akan senantiasa kurang dan ingin terus menambah, hingga menyesali apa yang ia kumpulkan sendiri.
Rabu, 16 Oktober 2019
Tuhan Maha Mengetahui
Meskipun seseorang meminta dengan cara-cara yang kurang terpuji, atau bertanya kepada kita bertujuan buat menjebak, tetap berikanlah yang terbaik dari apa yang kita bisa, dan jawablah dengan sepenuh hati yang terbungkus dalam kejujujuran, seketika kita telah terberkati oleh cinta kasih dari Sang Maha Pengasih. Sebab tidak ada yang lebih baik dari memberikan yang terbaik, tetap menerapkan kebaikan dan melangkah di atas jalan kebaikan.
Dari kebaikan yang kita berikan, kita tidak pernah kehilangan apapun, meskipun sebagian manusia mengatakan kehilangan sesuatu, dan tidak akan mungkin kembali, sesungguhnya tidak ada yang hilang, jikalau kita iklas melepasnya, melainkan yang membuat kita merasa kehilangan, adalah kita senantiasa terus memikirkannya, dan yang bahaya adalah hanya memikirkan tanpa melakukan apa-apa, padahal setiap kehilangan itu adalah pengembalian, atau tidak ada satupun yang hilang, melainkan Tuhan mengambil kembali apa yang menjadi miliknya, melalui berbagai cara yang sesuai Tuhan kehendaki.
Dan suatu hari yang terbaik akan hadir sepadan, atau malah mungkin lebih dari kebaikan-kebaikan yang kita terampilkan, sebab Tuhan lebih mengetahui mana yang terbaik buat kita, meski dalam keadaan kehilangan banyak dari kita tidak mampu menerimanya, sebab hati kita masih menolak dan enggan sepakat dengan apa yang terjadi, tapi jikalau kita mau menekan ego yang tinggi itu, maka kita akan bisa menemukan tujuan hidup.
Di mana kita pernah salah arah, pernah salah langkah, pernah berpaling dari panggilan hati, pernah berbohong kepada hati kecil kita sendiri, pernah terpelanting di jurang pesakitan, pernah mendekam di ruang kegelisahan, pernah hanya menuruti hasrat keinginan kita sendiri, dan kita tidak menemukan apapun di dalamnya, lalu kita menyadari harus mengubah cara berpikir kita, mengubah cara bertindak kita dan mengubah keadaan yang hanya menikam hati.
Tidak lain kehidupan adalah sebuah sistem yang telah di atur, kita tidak bisa melawan arus, melawan jalannya takdir teruntuk kita, mungkin takdir bisa di rubah, tapi bukan Tuhan yang seutuhnya mengubah takdir kita, melainkan diri kita sendiri, Tuhan hanya sekedar melihat dan merestui dari apa yang kita lakukan, semua kembali kepada diri kita sebagai peran utamanya, mengikuti skenario yang Tuhan sudah tuliskan, atau kita mencari jalan sendiri, dan harus bertanggung jawab penuh dari apa yang kita lakukan tanpa bantuan Tuhan.
Tuhan tidak mengubah diri seseorang, selama seseorang itu tidak mengubah apa yang ada dalam dirinya sendiri, sedangkan untuk mengubah pemikiran Tuhan, tidak semudah membalik telapak tangan, sebab Tuhan perlu bukti nyata, dari kesungguhan hati dan tekad kita, tidak akan ada konstribusi Tuhan terhadap hidup kita, jika kita sendiri tidak melakukan tindakan nyata yang penuh dengan kesungguhan, sebab Tuhan tidak menilai hasil, melainkan usaha seseorang.
Setiap saat isi dada kita gaduh, kita bergelut dengan kehidupan, sampai kita merasa bahwa keadaan adalah musuh besar kita, tanpa kita mau menyadari bahwa musuh kita sebenarnya adalah diri kita sendiri, di mana ketika di tempat yang sepi, kita dalam keadaan sendiri dan tidak ada siapapun lagi, maka yang menjadi musuh besar kita adalah diri kita sendiri, kita akan berusaha melawan rasa khawatir, rasa takut dan rasa-rasa lain yang hadir tak terduga merasuk ke dalam dada kita.
Kita adalah monster teruntuk diri kita sendiri, sekaligus adalah Malaikat teruntuk diri kita sendiri, baik buruk yang kita tampilkan bukan sebab perlakuan baik buruk orang lain terhadap kita, melainkan sebab kita cenderung tidak mau menerima dan menekan ego kita sendiri, kita merasa bahwa tidak pantas di perlakukan buruk, padahal orang lain hanya mengembalikan apa yang kita berikan, jika kita menyuguhkan kebaikan maka orang lain akan mengembalikan kebaikan dari apa yang kita suguhkan, jika kita menampilkan keburukan melalui perbuatan tubuh kita, maka orang lain akan menghadiahi kita dengan keburukan yang sesuai apa yang kita tampilkan, meski tidak langsung dari orang yang kita perlakukan buruk, bisa perlakuan buruk kita di balas melalui orang yang berbeda.
Tuhan adalah tuan bagi kita, sedangkan kita adalah pelayan bagi tuan kita, tugas pelayan adalah melayani, di mana seluruh kepentingan pelayan hanya untuk Tuannya, jika Tuhan meminta kita untuk bersabar, tapi kita menolak permintaan Tuhan, berarti kita telah berpaling dari perintah Tuhan, padahal itu adalah hal yang sangat sederhana, dan mungkin kita lebih banyak melakukan hal di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, oleh sebab itu kita tidak terberkati kedamaian, di mana hati kita hanya di penuhi dengan kegelisahan, dan tanpa sengaja perbuatan itu telah menghancurkan kedamaian hati kita sendiri.
Senantiasa hidup kita berada di ujung tanduk, setiap saat sesuatu yang tidak terduga bisa terjadi, entah itu yang kita rasa sebagai musibah, atau malah yang kita rasakan adalah suatu berkah, di mana kadang apa yang kita tidak sukai malah di dekatkan, bahkan bisa jadi apa yang kita tidak sukai di hari ini menjadi suatu hal yang amat kita cintai di lain hari, oleh sebab itu jangan sampai kita mudah takjubpan, mudah terpesona dan tinggi hati, tetap biasa saja menyikapi segala sesuatunya, dan tetap rendah hati, sebab kita tidak pernah tahu apa yang Tuhan sedang rencanakan teruntuk hidup kita.
Kita hadir kedunia dalam keadaan tidak membawa apa-apa, melainkan tubuh yang telanjang, dan kita akan kembali dalam keadaan tidak membawa apa-apa dan dalam keadaan tubuh telanjang, sehingga kita perlu juga menyadari, jika sewaktu-waktu kita di panggil tidak juga masih membawa ego kita, agar ketika saatnya kita di panggil bisa dalam keadaan damai, sudah siap bahwa itu pasti akan terjadi, agar kita tidak pernah berpikir telah kehilangan dunia, melainkan akan memperoleh ganti yang jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.
Kesenangan dunia memang bahaya, membuat seseorang selalu khawatir kehilangan, tidak ingin segera beranjak, dan ingin selalu terus berpijak, di mana kesenangan juga seringkali membuat kita ceroboh dan lalai, apalagi jika kita merasa memiliki kelebihan, pasti kita akan merasa lebih dari yang lain, sebab orang sombong adalah orang yang sedang di karuniakan kelebihan, jika sebaliknya tidak memiliki kelebihan tapi sombong, sebab hanya ingin terlihat lebih di hadapan yang lain, atau hanya tidak ingin kekurangannya terlihat di mata siapapun, dan itu penuh dengan tekanan, entah kesombongan itu dari kelebihannya, ataupun kekurangannya, pasti kehidupan kedua golongan itu tidak akan pernah menikmati kepuasan rasa damai, penuh tekanan, tertekan dan tidak memperoleh rasa nyaman.
Berkat hidup ada di dalam kerendahan hati, kedamaian hidup kita berada di dalam cara penerimaan kita, dan dasar pemikiran kita menentukan keduanya, jika pikiran kita tidak memiliki dasar yang positif, maka kita hanya akan merasakan bahwa kita adalah pemilik nasib sial, hidup kita selalu sial, kita di lahirkan hanya untuk kesialan, bahkan kita merasa hanya pembawa sial, padahal semua memerlukan proses, semua ada prosesnya, semua harus melalui proses, dan yang perlu kita pahami adalah; tidak ada pencapaian yang instan dan tidak ada juga hasil pencapaian yang abadi.
Mukzizat itu nyata, meskipun kita merasa tidak pernah atau belum pernah merasakan manisnya mukzizat dalam hidup kita, apalagi manisnya hidup, atau malah kita saja yang tidak pernah menyadari, atau seringkali tidak bersyukur atas apa yang kita terima, selalu meminta jauh lebih besar tanpa melakukan apa-apa, atau melakukan hal kecil tapi meminta hasil yang besar, bahkan tidak melakukan apa-apa tapi meminta hasil yang luar biasa, atau sudah melakukan dengan segenap tenaga, tapi tidak juga berujung pada hasil yang sesuai apa yang kita harapkan, apapun alasannya, Tuhan lebih tahu apa-apa yang tidak kita ketahui, dan tugas kita adalah terus berusaha hingga Tuhan memanggil kembali, batas berhenti dalam usaha kita adalah kematian, selama Tuhan masih memberikan kehidupan, pasti akan ada harapan, Tuhan tidak akan mungkin mendustakan firmannya sendiri, tidak akan mungkin mengkhianati kepercayaan dari hambanya, tidak akan mengingkari janjinya sendiri, sebab janji Tuhan adalah mukzizat kebenaran.
Dari kebaikan yang kita berikan, kita tidak pernah kehilangan apapun, meskipun sebagian manusia mengatakan kehilangan sesuatu, dan tidak akan mungkin kembali, sesungguhnya tidak ada yang hilang, jikalau kita iklas melepasnya, melainkan yang membuat kita merasa kehilangan, adalah kita senantiasa terus memikirkannya, dan yang bahaya adalah hanya memikirkan tanpa melakukan apa-apa, padahal setiap kehilangan itu adalah pengembalian, atau tidak ada satupun yang hilang, melainkan Tuhan mengambil kembali apa yang menjadi miliknya, melalui berbagai cara yang sesuai Tuhan kehendaki.
Dan suatu hari yang terbaik akan hadir sepadan, atau malah mungkin lebih dari kebaikan-kebaikan yang kita terampilkan, sebab Tuhan lebih mengetahui mana yang terbaik buat kita, meski dalam keadaan kehilangan banyak dari kita tidak mampu menerimanya, sebab hati kita masih menolak dan enggan sepakat dengan apa yang terjadi, tapi jikalau kita mau menekan ego yang tinggi itu, maka kita akan bisa menemukan tujuan hidup.
Di mana kita pernah salah arah, pernah salah langkah, pernah berpaling dari panggilan hati, pernah berbohong kepada hati kecil kita sendiri, pernah terpelanting di jurang pesakitan, pernah mendekam di ruang kegelisahan, pernah hanya menuruti hasrat keinginan kita sendiri, dan kita tidak menemukan apapun di dalamnya, lalu kita menyadari harus mengubah cara berpikir kita, mengubah cara bertindak kita dan mengubah keadaan yang hanya menikam hati.
Tidak lain kehidupan adalah sebuah sistem yang telah di atur, kita tidak bisa melawan arus, melawan jalannya takdir teruntuk kita, mungkin takdir bisa di rubah, tapi bukan Tuhan yang seutuhnya mengubah takdir kita, melainkan diri kita sendiri, Tuhan hanya sekedar melihat dan merestui dari apa yang kita lakukan, semua kembali kepada diri kita sebagai peran utamanya, mengikuti skenario yang Tuhan sudah tuliskan, atau kita mencari jalan sendiri, dan harus bertanggung jawab penuh dari apa yang kita lakukan tanpa bantuan Tuhan.
Tuhan tidak mengubah diri seseorang, selama seseorang itu tidak mengubah apa yang ada dalam dirinya sendiri, sedangkan untuk mengubah pemikiran Tuhan, tidak semudah membalik telapak tangan, sebab Tuhan perlu bukti nyata, dari kesungguhan hati dan tekad kita, tidak akan ada konstribusi Tuhan terhadap hidup kita, jika kita sendiri tidak melakukan tindakan nyata yang penuh dengan kesungguhan, sebab Tuhan tidak menilai hasil, melainkan usaha seseorang.
Setiap saat isi dada kita gaduh, kita bergelut dengan kehidupan, sampai kita merasa bahwa keadaan adalah musuh besar kita, tanpa kita mau menyadari bahwa musuh kita sebenarnya adalah diri kita sendiri, di mana ketika di tempat yang sepi, kita dalam keadaan sendiri dan tidak ada siapapun lagi, maka yang menjadi musuh besar kita adalah diri kita sendiri, kita akan berusaha melawan rasa khawatir, rasa takut dan rasa-rasa lain yang hadir tak terduga merasuk ke dalam dada kita.
Kita adalah monster teruntuk diri kita sendiri, sekaligus adalah Malaikat teruntuk diri kita sendiri, baik buruk yang kita tampilkan bukan sebab perlakuan baik buruk orang lain terhadap kita, melainkan sebab kita cenderung tidak mau menerima dan menekan ego kita sendiri, kita merasa bahwa tidak pantas di perlakukan buruk, padahal orang lain hanya mengembalikan apa yang kita berikan, jika kita menyuguhkan kebaikan maka orang lain akan mengembalikan kebaikan dari apa yang kita suguhkan, jika kita menampilkan keburukan melalui perbuatan tubuh kita, maka orang lain akan menghadiahi kita dengan keburukan yang sesuai apa yang kita tampilkan, meski tidak langsung dari orang yang kita perlakukan buruk, bisa perlakuan buruk kita di balas melalui orang yang berbeda.
Tuhan adalah tuan bagi kita, sedangkan kita adalah pelayan bagi tuan kita, tugas pelayan adalah melayani, di mana seluruh kepentingan pelayan hanya untuk Tuannya, jika Tuhan meminta kita untuk bersabar, tapi kita menolak permintaan Tuhan, berarti kita telah berpaling dari perintah Tuhan, padahal itu adalah hal yang sangat sederhana, dan mungkin kita lebih banyak melakukan hal di luar batas kemampuan kita sebagai manusia, oleh sebab itu kita tidak terberkati kedamaian, di mana hati kita hanya di penuhi dengan kegelisahan, dan tanpa sengaja perbuatan itu telah menghancurkan kedamaian hati kita sendiri.
Senantiasa hidup kita berada di ujung tanduk, setiap saat sesuatu yang tidak terduga bisa terjadi, entah itu yang kita rasa sebagai musibah, atau malah yang kita rasakan adalah suatu berkah, di mana kadang apa yang kita tidak sukai malah di dekatkan, bahkan bisa jadi apa yang kita tidak sukai di hari ini menjadi suatu hal yang amat kita cintai di lain hari, oleh sebab itu jangan sampai kita mudah takjubpan, mudah terpesona dan tinggi hati, tetap biasa saja menyikapi segala sesuatunya, dan tetap rendah hati, sebab kita tidak pernah tahu apa yang Tuhan sedang rencanakan teruntuk hidup kita.
Kita hadir kedunia dalam keadaan tidak membawa apa-apa, melainkan tubuh yang telanjang, dan kita akan kembali dalam keadaan tidak membawa apa-apa dan dalam keadaan tubuh telanjang, sehingga kita perlu juga menyadari, jika sewaktu-waktu kita di panggil tidak juga masih membawa ego kita, agar ketika saatnya kita di panggil bisa dalam keadaan damai, sudah siap bahwa itu pasti akan terjadi, agar kita tidak pernah berpikir telah kehilangan dunia, melainkan akan memperoleh ganti yang jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.
Kesenangan dunia memang bahaya, membuat seseorang selalu khawatir kehilangan, tidak ingin segera beranjak, dan ingin selalu terus berpijak, di mana kesenangan juga seringkali membuat kita ceroboh dan lalai, apalagi jika kita merasa memiliki kelebihan, pasti kita akan merasa lebih dari yang lain, sebab orang sombong adalah orang yang sedang di karuniakan kelebihan, jika sebaliknya tidak memiliki kelebihan tapi sombong, sebab hanya ingin terlihat lebih di hadapan yang lain, atau hanya tidak ingin kekurangannya terlihat di mata siapapun, dan itu penuh dengan tekanan, entah kesombongan itu dari kelebihannya, ataupun kekurangannya, pasti kehidupan kedua golongan itu tidak akan pernah menikmati kepuasan rasa damai, penuh tekanan, tertekan dan tidak memperoleh rasa nyaman.
Berkat hidup ada di dalam kerendahan hati, kedamaian hidup kita berada di dalam cara penerimaan kita, dan dasar pemikiran kita menentukan keduanya, jika pikiran kita tidak memiliki dasar yang positif, maka kita hanya akan merasakan bahwa kita adalah pemilik nasib sial, hidup kita selalu sial, kita di lahirkan hanya untuk kesialan, bahkan kita merasa hanya pembawa sial, padahal semua memerlukan proses, semua ada prosesnya, semua harus melalui proses, dan yang perlu kita pahami adalah; tidak ada pencapaian yang instan dan tidak ada juga hasil pencapaian yang abadi.
Mukzizat itu nyata, meskipun kita merasa tidak pernah atau belum pernah merasakan manisnya mukzizat dalam hidup kita, apalagi manisnya hidup, atau malah kita saja yang tidak pernah menyadari, atau seringkali tidak bersyukur atas apa yang kita terima, selalu meminta jauh lebih besar tanpa melakukan apa-apa, atau melakukan hal kecil tapi meminta hasil yang besar, bahkan tidak melakukan apa-apa tapi meminta hasil yang luar biasa, atau sudah melakukan dengan segenap tenaga, tapi tidak juga berujung pada hasil yang sesuai apa yang kita harapkan, apapun alasannya, Tuhan lebih tahu apa-apa yang tidak kita ketahui, dan tugas kita adalah terus berusaha hingga Tuhan memanggil kembali, batas berhenti dalam usaha kita adalah kematian, selama Tuhan masih memberikan kehidupan, pasti akan ada harapan, Tuhan tidak akan mungkin mendustakan firmannya sendiri, tidak akan mungkin mengkhianati kepercayaan dari hambanya, tidak akan mengingkari janjinya sendiri, sebab janji Tuhan adalah mukzizat kebenaran.
Jikalau Kita Bicara Sejarah
Jikalau kita bicara sejarah, di mana yang kita akan temui hanyalah kebodohan kita sendiri, kadang kita terlalu sok pandai membaca wacana, padahal yang kita temui masih periferisnya semata, sejarah itu misteri seperti halnya hati perempuan, melainkan yang tahu pasti adalah pribadinya sendiri yang mengetahui, sebab dia adalah pelaku fakta dalam kehidupannya, dia adalah pelaku sejarah bagi kehidupannya sendiri, seutuhnya adalah aktor dari kehidupannya sendiri, dia yang tahu pasti sejarah hidupnya sendiri, sebab dia adalah pelaku utama yang memerankan sejarah hidupnya sendiri.
Jikalau kita bicara soal saling hujat, saling tikam, saling jegal, saling membegal, saling dengki, saling adu argumentasi, saling adu ideologi, hingga saling menumpahkan darah, bukan hanya dari hari ini, melainkan sejak zaman purba semua itu telah terjadi, hingga zaman Monarki Absolut hingga hari ini, atau malah jauh sebelum itu sudah terjadi. Di mana hal itu terjadi bukan hanya di kalangan penduduk bumi, melainkan juga di kalangan penduduk langit, pernah dari langit para Malaikat menghujat kaum bani israil sebab kekafiran mereka, menyembah berhala, berbuat kerusakan, belajar sihir untuk mencelakai orang lain, berpaling dari ajaran para Nabi dan menyelisihi perintah Tuhan yang di jatuhkan kepada mereka, ketika para Malaikat saling hujat dan adu argumen.
Lalu Tuhan datang di kalangan para Malaikat dan berkata:" Mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih pandai dari yang lain, jikalau kalian kuturunkan di kalangan bani israil dan kuberikan nafsu, tidak menutup kemungkinan kalian juga akan seperti mereka."
"Jika kalian tidak percaya, datangkanlah Malaikat yang paling alim dan sholeh dari kalangan kalian."
Lalu para Malaikat mendatangkan Harut dan Ma'rut, sebab dua Malaikat itu di anggap paling alim dan sholeh di antara para Malaikat yang lain, setelah itu Tuhan menurunkan mereka ke bumi dengan tubuh manusia yang di bekali sihir sebagai penjagaan dan di tanami nafsu di dalamnya, di mana tugas mereka menyanpaikan pesan Tuhan dan memberikan arahan agar tidak berlaku kafir dan bermain sihir lagi, ketika di tengah perjalanan mereka melihat perempuan cantik, dan kedua Malaikat tersebut terpikat oleh daya tarik perempuan itu, tapi perempuan itu tidak ingin di setubuhi.
Dan menawarkan pilihan kepada kedua Malaikat: Minum arak, menyembah berhala atau membunuh bayi, sebab minum arak di pikir adalah pilihan yang paling ringan dengan menanggung dosa teringan, lalu keduanya memilih untuk meminum arak, setelah keduanya mabuk berat dan tidak sadarkan diri, keduanya melakukan dosa untuk kesemuanya, ya mabuk, menyembah berhala, membunuh bayi. Dan mengajarkan sihir di kalangan bani israil. Di mana sihir yang semestinya sebagai penjagaan buat diri mereka malah mereka ajarkan ke kalangan bani israil.
Sebab perbuatan dzalim keduanya, Tuhan murka berat kepada keduanya, lalu mencabut seluruh sifat kemalaikatan keduanya, dan hendak menghukum keduanya dengan menawarkan dua hukuman; Pertama di gantung sejengkal di atas lautan hingga hari kiamat atau tinggal di dalam neraka untuk selama-lamanya, lalu mereka mengambil pilihan yang pertama, di gantung sejengkal di atas lautan hingga hari kiamat, sehingga mereka menyadari bahwa nafsu adalah suatu yang sangat bahaya, saat penciptaan nafsu sendiri pernah membuat Malaikat Jibril pusing bukan kepalang.
Di mana setelah Tuhan menciptakan nafsu, Tuhan memanggil Malaikat jibril dengan tujuan supaya membunuh nafsu, lalu Malaikat Jibril menaruh nafsu di tempat yang paling panas di alam semesta, dan nafsu tidak terbunuh, setelah itu Malaikat Jibril menempatkan nafsu di tempat yang paling dingin di alam semesta, dan nafsu tidak lekas terbunuh, sebab nafsu tidak mudah terbunuh, Malaikat Jibril pusing bukan kepalang, dan datang kepada Tuhan, menanyakan bagaimana cara membunuh nafsu, sebab di taruh di tempat yang paling panas dan paling dingin sekalipun nafsu tidak bisa di bunuh, lalu Tuhan memberi tahu bahwa nafsu hanya bisa di bunuh dengan membuatnyan kelaparan, oleh sebab itu jika manusia tidak bisa menahan nafsunya, di anjurkan untuk berpuasa.
Ketika dalam penciptaan Adampun juga begitu, jauh-jauh hari saat itu sudah ada peringatan dari Tuhan teruntuk penduduk langit, di mana saat Malaikat Malik dan Izroil melihat di pintu surga ada tulisan bahwa nanti hambaku yang sangat alim dan sholeh akan tinggal di neraka untuk selama-lamanya, seketika itu pesan yang tertulis di pintu surga membuat gelisah dan geger penduduk langit, lalu seluruh para Malaikat mendatangi Azazil sebagai pemimpin para Malaikat, memohon agar Azazil mendoakan seluruh Malaikat agar tidak sampai masuk ke dalam neraka sebab sebuah dosa yang di lakukan, dan Azazilpun mendoakan seluruh Malaikat, tapi lupa tidak mendoakan dirinya sendiri, lalu peristiwa penciptaan adampun terjadi, para Malaikatpun mempertanyakan penciptaan manusia tersebut dan bertanya kepada Tuhan," Apakah penting untuk menciptakan manusia sebagai penduduk bumi?" Mahluk yang hanya akan membuat kerusakan, lalu Tuhan menjawab pertanyaan para Malaikat, bahwa Aku Tuhan lebih mengetahui apa-apa yang engkau tidak ketahui wahai para Malaikat.
Dan setelah Adam selesai di ciptakan, para Malaikatpun di panggil dan di kumpulkan oleh Tuhan, termasuk Azazil sebagai pemimpin para Malaikat, saat pertama kali melihat Adam hati para Malaikatpun berkecamuk, bercampur aduk, ada takjub, khawatir, takut, bahkan besar harapan, lalu para Malaikat bertanya kepada Tuhan,
" Apa kelebihan adam sebagai manusia?"
Bahwa Adam lebih pandai dari apa yang engkau perkirakan, jawab Tuhan.
"Apakah engkau para Malaikat mengetahui nama-nama benda yang akan mengisi bumi?" Tanya Tuhan
Para Malaikatpun tidak ada yang bisa menjawab, sebab tidak mengetahui nama-nama benda tersebut, lalu Tuhan menanyakan kepada Adam nama-nama benda tersebut, dan Adam bisa menjawab pertanyaan Tuhan dengan sempurna.
Setelah itu para Malaikat berusaha memahami sikap Tuhan, sekaligus mengimani kehendak Tuhan, apa yang Tuhan kehendaki pasti terjadi, lalu Tuhan meminta kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, sebagai bukti kepatuhan, penerimaan dan ketawadukan kepada Tuhan, sebab iman perlu bukti! Lalu seluruh para Malaikatpun mematuhi perintah Tuhan terkecuali Azazil, sebab Azazil melihat Adamnya, tidak melihat siapa yang memerintahkan, sebagaimanapun kelebihan adam sebagai manusia, Azazil tidak bisa menerimanya, sebab Azazil merasa lebih dulu tercipta, lebih dulu sebagai penghuni surga, lebih dulu memperoleh cinta kasih Tuhan, bahkan bisa di katakan bahwa Tuhan tega membuat kebohongan teruntuk dirinya yang setia, sekelas Azazil yang telah beribadah tanpa henti -+ 2000 tahun lamanya, sekejap keimanannya bisa tersungkur, apalagi kita sebagai manusia, "sebab apa?" Rasa cemburu dan dengki membutakan keimanannya sendiri.
"Hujan saja ada redanya, harusnya seorang yang di atas, bisa memilih jalan turun yang benar dan tidak tersungkur dari ketinggian!" Didi Petet
Lalu saat Tuhan melihat sikap Azazil yang berpaling dari perintahnya, seketika Tuhan murka bukan main, di kutuklah Azazil menyerupai hewan, dari peristiwa itulah Azazil di sebut sebagai Iblis(Seorang hamba yang berpaling dari perintah Tuhannya), sebagai penghuni neraka yang kekal dan di turunkan ke bumi sebagai penggoda bagi umat manusia, sebab sebelum di turunkan ke bumi Iblis meminta satu hal kepada Tuhan, agar di izinkan menggoda anak turun Adam sebagi penemannya kelak di neraka, dan hanya anak-anak Adam yang tidak pernah berpaling dari perintah Tuhannyalah yang selamat dari godaan Iblis. Jika saja Iblis mau menekan egonya yang tinggi, maka ia akan sampai pada pemahaman bahwa perintah Tuhan itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Sesungguhnya, Iblis mendapatkan ampunan dari Tuhan, saat itu Iblis pernah datang kepada nabi Musa, lalu meminta tolong kepada nabi Musa untuk bicara kepada Tuhan, agar mau mengampuni perbuatan Iblis, nabi Musa pun menyanggupinya, setelah itu nabi musa berkomunikasi dengan Tuhan mengenai Iblis, Tuhanpun mengampuni Iblis, asalkan Iblis mau bersujud di makamnya Adam, setelah itu nabi Musa kembali menemui Iblis dan mengatakan apa adanya tentang kehendak Tuhan, di mana Tuhan akan mengampuni Iblis asalkan mau bersujud di makamnya Adam, dan Iblispun menolak perintah Tuhan untuk kedua kalinya sambil berkata. "Saat Adam masih hidup saja aku tidak sudi bersujud di hadapannya, apalagi sekarang harus bersujud di pemakamannya." Jawab Iblis
Meskipun perbuatan Iblis terlihat mungkar dan cukup di pandang buruk, tapi pernahkan ada yang berpikir bahwa Iblis adalah ahli ibadah yang belum pernah tertandingi kekhusukannya, kealimannya dan keshalehannya. Dan Iblis adalah seorang hamba yang ahli ibadah, belum ada mahluk lain yang bisa menyetarai keimanan Iblis, tidak luput Iblis di cap kafir oleh umat manusia, tapi adakah dari umat manusia yang mengecap Iblis memiliki daya karunia dan kemampuan ibadah yang menyamai Iblis, meski Iblis di nilai membelot dari perintah Tuhan, di cap kafir dan menjadi bahan hujatan umat manusia, kadar cinta Iblis kepada Tuhan tidak pernah berkurang sedikitpun, masih ibadah kepada Tuhan, masih takut kepada Tuhan, masih mengimani Tuhan, sebab Iblis tidak merasa pernah memiliki masalah dengan Tuhan, meskipun Iblis kecewa terhadap kehendak Tuhan, melainkan Iblis merasa memiliki masalah dengan manusia semenjak Adam di ciptakan, sejak itu juga Iblis berusaha menghancurkan umat manusia, di mana Iblis menganggap bahwa semua yang terjadi sebab keberadaan manusia. Dan Iblis juga merasa telah kehilangan cinta kasih Tuhan kepadanya. Dan tanpa di sadari siapapun yang berpaling dari perintah Tuhan adalah Iblis, sebab Iblis hanyalah sebutan.
Iblis dan kita kodratnya sama, sebagai alat Tuhan, mengapa sering kali kita jijik dengan iblis, mendengar nama Iblis saja kita enggan, padahal ibadah dan kepatuhan iblis lebih besar dari kita. Jangan-jangan kita hanya merasa lebih baik dan suci, padahal tidak sama sekali.
Ketika zaman setelahnya Rasulallah wafat, lalu kaum muslimin galau tentang siapa yang pantas menjadi pengganti Rasulallah, sebagian kalangan muslimin memilih Ali bin Abi Thalib sebab di anggap sebagai orang terdekatnya Rasulallah, sebagian lagi kaum muslimim memilih Abu Bakar As Sidiq sebab di anggap yang lebih layak, lalu dalam situasi yang semakin memanas dan genting tersebut, Umar Bin Khatab menengahi bahwa Abu Bakar As Sidiq yang lebih pantas sebagai pengganti Rasulallah, dan kaum muslimin pun sepakat dengan keputusan yang di ambil oleh Umar Bin Khatab, meski gejolak hati sebagian muslimin yang menolak hanya di simpannya di dalam dada, dan kenyataan pahit tersebut bergulir menjadi kenyataan ketika Umar Bin Khatab meninggal dunia, di mana zaman fitnah muncul ke permukaan, mulai dari Umar Bin Khatab sendiri di bunuh oleh orang munafik, hingga Ustman Bin Affan juga terbunuh oleh orang munafik, dan perselisihan ideologi itu benar-benar memuncak ketika Ali Bin Abi Thalib menjadi Khalifah.
Di mana munculah perang jamal, sesama orang iman saling mengangkat pedang dan menumpahkan darah, sengketa lama yang terpendam itu menetas ke luar, Aisyah yang di profokasi oleh orang-orang munafik, hingga masa lalupun terniang kembali di dalam kepalanya, sebab ketika Aisyah pernah di tuduh selingkuh dari Rasulallah, Ali Bin Abi Thalib menyarankan untuk menceraikan Aisyah, di tambah lagi sebagian kaum muslimin yang tidak menerima perihal kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib, memprofokasi kaum muslimin yang lain untuk oposisi dari pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, membuat pemberontakan besar-besaran, hingga perangpun tidak bisa di hindari, antara kaum muslimin yang berpihak pada Ali Bin Abu Thalib dan kaum muslimin yang berpihak kepada Aisyah. Di mana Tuhanpun memiliki ribuan kemungkinan, sebab itu Tuhan mampu menyuguhkan kejutan yang tidak terduga di antara umat manusia, hingga manusia kacau dan terperangah menyaksikan kekonyolan Tuhan, sebab manusia hanya penghibur, dan manusia di ciptakan untuk menghibur, sedangkan Tuhan menghendaki manusia agar bisa menjadi penghibur yang baik.
Lalu masuk zaman monarki absolut, khusunya di nusantara, di mana sebab perbedaan ideologi, ego yang tinggi dan memiliki kepentingan yang tersembunyi, hampir seluruh kerajaan di nusantara sekarang hanya tersisa peninggalannya saja, adakalanya peninggalan itu di temukan dan di rawat, adakalanya di mana konflik politik di masa itu tidak membiarkan suatu kerajaan meninggalkan kenangan untuk generasi berikutnya, di mana sebuah kerajaan di hancurkan rata dan tanpa sisa, jikalau kita bahas mengenai zaman Majapahit, di mana konfliknya hampir sama dengan kejadian setelah merdeka. Sudah pasti ada yang mendengar nama Ranggalawe, "Siapakah Ranggalawe?" Ia adalah putera Arya Wiraraja, seorang yang di sepuhkan di Majapahit, seorang yang menyelamatkan Raden wijaya ketika di usir oleh raja Kertanegara, Ranggalawe adalah seorang yg memiliki andil dan jasa besar dalam terbentuknya Kerajaan Majapahit.
Ia adalah yang membantu Raden Wijaya membangun Majapahit, lalu akhirnya Ranggalawe di cap pemberontak dan di hukum mati, hingga dendam kusumat itu turun menurun, hingga membuat Arya Wiraraja keluar dari Majapahit, dan melawan Majapahit dengan tapa bisu atau tidak mau bicara hingga meletuslah pemberontakkan Rakuti dan Sadeng, itulah kekuasaan, selalu akan meminta tumbal, dan ada yang harus di tumbalkan ketika adu argumentasi tidak pernah berakhir damai, selisih pendapat yang semakin memanas, tidak ada kesadaran berbangsa, perbedaan ideologi tidak memiliki akhir, ada kepentingan yang jauh di muliakan, dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mengambil keuntungan atas situasi tersebut, bahkan ada pihak luar yang ikut campur masuk ke dalam, hingga tidak lagi terlihat mana yang putih dan mana yang hitam.
Di zaman orba pun tidak kalah berbeda, Letkol Untung di anggap sebagai otak dari pembunuhan para jendral, padahal Letkol untung sendiri memiliki kedekatan khusus dengan Pak Harto, lalu hubungan itu kandas ketika kepentingan yang di Tuhankan, rasa kedekatan keduanya sekejab pecah dan hancur, letkol Untung semisal Ranggalawe, dan Pak Harto semisal Raden Wijaya, bukan hanya soal-soal sejarah kekuasan sampai di situ saja, semua saling mencari kesempatan agar bisa mengambil keuntungan dari sebuah kekuasaan, ketika semua ingin mengkudeta Bung Karno, lalu semua saling tikam hingga menumbalkan lebih dari 3 juta jiwa, lalu ada pihak-pihak tertentu hadir seolah menjadi pahlawan, kekuasaan hanya selalu soal permainan remi, "Siapa cepat dia dapat? "Siapa yang paling ulung mencari kesempatan?" Siapa yang paling cerdik membaca suasana?" Siapa yang ulet dalam tekanan? "Siapa yang licin dalam segi penyelinapan akan menang?" Jika kala itu para jendral yang menang dan salah satu mereka yang berkuasa, tidak menutup kemungkinan akan menyulitkan yang lainnya, bila dari pihak PKI yang menang dan salah satu mereka yang menjadi penguasa, tidak menutup kemungkinan akan mengintimidasi yang lainnya, akhirnya setelah melalui perselisihan panjang yang berujung kemenangan, adalah pihak Pak Harto, dan akhirnya mereka yang kalah harus rela terbantai.
Lalu kejadian di era roformasi juga tidak kalah sangar, di mana banyak pihak mengambil kesempatan dan keuntungan sebab adanya konflik internal di kalangan elit sendiri, hingga memakan korban jiwa, ada yang di bakar, ada yang di perkosa, ada yang di lecehkan hidupnya, hingga kepercayaan rakyat yang runtuhpun menggugat, situasi yang sudah terlajur miris, membuat Pak Harto terpojok dan di tambah lagi pihak-pihak yang sengaja memojokan, lalu secara terpaksa dan rela membuat Pak Harto harus melepaskan jabatannya sebagai Presiden, haruskah hari ini kejadian kelam itu terulang, di mana sebab konflik di kalangan para elit sendiri membuat rakyat harus terbangun dari kuburnya, sebab kebijakan yang tidak relevan dan transparan, membuat mahasiswa menggeliat, lalu pertumpahan darah tidak terhindar lagi, di mana kebijakan kurang cakap pemerintah membuat kstabilan negara cacat, atau adanya kepentingan tertentu di kalangan para elit, haruskah membuat rakyatnya sendiri berkelahi, saling tikam dan baku hantam hingga menumpahkan darah, padahal mereka adalah anak dari ibunya, ayah dari anaknya, suami dari istrinya yang senantiasa menanti kabar baik, bukan lantas kabar buruk yang masuk ke dalam rumahnya, jika saja pemerintah mampu menekan egonya, maka akan sampai pada pemahaman bahwa di atas seluruh kepentingan, bukankah kepentingan rakyat yang utama.
Jikalau kita bicara soal saling hujat, saling tikam, saling jegal, saling membegal, saling dengki, saling adu argumentasi, saling adu ideologi, hingga saling menumpahkan darah, bukan hanya dari hari ini, melainkan sejak zaman purba semua itu telah terjadi, hingga zaman Monarki Absolut hingga hari ini, atau malah jauh sebelum itu sudah terjadi. Di mana hal itu terjadi bukan hanya di kalangan penduduk bumi, melainkan juga di kalangan penduduk langit, pernah dari langit para Malaikat menghujat kaum bani israil sebab kekafiran mereka, menyembah berhala, berbuat kerusakan, belajar sihir untuk mencelakai orang lain, berpaling dari ajaran para Nabi dan menyelisihi perintah Tuhan yang di jatuhkan kepada mereka, ketika para Malaikat saling hujat dan adu argumen.
Lalu Tuhan datang di kalangan para Malaikat dan berkata:" Mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih pandai dari yang lain, jikalau kalian kuturunkan di kalangan bani israil dan kuberikan nafsu, tidak menutup kemungkinan kalian juga akan seperti mereka."
"Jika kalian tidak percaya, datangkanlah Malaikat yang paling alim dan sholeh dari kalangan kalian."
Lalu para Malaikat mendatangkan Harut dan Ma'rut, sebab dua Malaikat itu di anggap paling alim dan sholeh di antara para Malaikat yang lain, setelah itu Tuhan menurunkan mereka ke bumi dengan tubuh manusia yang di bekali sihir sebagai penjagaan dan di tanami nafsu di dalamnya, di mana tugas mereka menyanpaikan pesan Tuhan dan memberikan arahan agar tidak berlaku kafir dan bermain sihir lagi, ketika di tengah perjalanan mereka melihat perempuan cantik, dan kedua Malaikat tersebut terpikat oleh daya tarik perempuan itu, tapi perempuan itu tidak ingin di setubuhi.
Dan menawarkan pilihan kepada kedua Malaikat: Minum arak, menyembah berhala atau membunuh bayi, sebab minum arak di pikir adalah pilihan yang paling ringan dengan menanggung dosa teringan, lalu keduanya memilih untuk meminum arak, setelah keduanya mabuk berat dan tidak sadarkan diri, keduanya melakukan dosa untuk kesemuanya, ya mabuk, menyembah berhala, membunuh bayi. Dan mengajarkan sihir di kalangan bani israil. Di mana sihir yang semestinya sebagai penjagaan buat diri mereka malah mereka ajarkan ke kalangan bani israil.
Sebab perbuatan dzalim keduanya, Tuhan murka berat kepada keduanya, lalu mencabut seluruh sifat kemalaikatan keduanya, dan hendak menghukum keduanya dengan menawarkan dua hukuman; Pertama di gantung sejengkal di atas lautan hingga hari kiamat atau tinggal di dalam neraka untuk selama-lamanya, lalu mereka mengambil pilihan yang pertama, di gantung sejengkal di atas lautan hingga hari kiamat, sehingga mereka menyadari bahwa nafsu adalah suatu yang sangat bahaya, saat penciptaan nafsu sendiri pernah membuat Malaikat Jibril pusing bukan kepalang.
Di mana setelah Tuhan menciptakan nafsu, Tuhan memanggil Malaikat jibril dengan tujuan supaya membunuh nafsu, lalu Malaikat Jibril menaruh nafsu di tempat yang paling panas di alam semesta, dan nafsu tidak terbunuh, setelah itu Malaikat Jibril menempatkan nafsu di tempat yang paling dingin di alam semesta, dan nafsu tidak lekas terbunuh, sebab nafsu tidak mudah terbunuh, Malaikat Jibril pusing bukan kepalang, dan datang kepada Tuhan, menanyakan bagaimana cara membunuh nafsu, sebab di taruh di tempat yang paling panas dan paling dingin sekalipun nafsu tidak bisa di bunuh, lalu Tuhan memberi tahu bahwa nafsu hanya bisa di bunuh dengan membuatnyan kelaparan, oleh sebab itu jika manusia tidak bisa menahan nafsunya, di anjurkan untuk berpuasa.
Ketika dalam penciptaan Adampun juga begitu, jauh-jauh hari saat itu sudah ada peringatan dari Tuhan teruntuk penduduk langit, di mana saat Malaikat Malik dan Izroil melihat di pintu surga ada tulisan bahwa nanti hambaku yang sangat alim dan sholeh akan tinggal di neraka untuk selama-lamanya, seketika itu pesan yang tertulis di pintu surga membuat gelisah dan geger penduduk langit, lalu seluruh para Malaikat mendatangi Azazil sebagai pemimpin para Malaikat, memohon agar Azazil mendoakan seluruh Malaikat agar tidak sampai masuk ke dalam neraka sebab sebuah dosa yang di lakukan, dan Azazilpun mendoakan seluruh Malaikat, tapi lupa tidak mendoakan dirinya sendiri, lalu peristiwa penciptaan adampun terjadi, para Malaikatpun mempertanyakan penciptaan manusia tersebut dan bertanya kepada Tuhan," Apakah penting untuk menciptakan manusia sebagai penduduk bumi?" Mahluk yang hanya akan membuat kerusakan, lalu Tuhan menjawab pertanyaan para Malaikat, bahwa Aku Tuhan lebih mengetahui apa-apa yang engkau tidak ketahui wahai para Malaikat.
Dan setelah Adam selesai di ciptakan, para Malaikatpun di panggil dan di kumpulkan oleh Tuhan, termasuk Azazil sebagai pemimpin para Malaikat, saat pertama kali melihat Adam hati para Malaikatpun berkecamuk, bercampur aduk, ada takjub, khawatir, takut, bahkan besar harapan, lalu para Malaikat bertanya kepada Tuhan,
" Apa kelebihan adam sebagai manusia?"
Bahwa Adam lebih pandai dari apa yang engkau perkirakan, jawab Tuhan.
"Apakah engkau para Malaikat mengetahui nama-nama benda yang akan mengisi bumi?" Tanya Tuhan
Para Malaikatpun tidak ada yang bisa menjawab, sebab tidak mengetahui nama-nama benda tersebut, lalu Tuhan menanyakan kepada Adam nama-nama benda tersebut, dan Adam bisa menjawab pertanyaan Tuhan dengan sempurna.
Setelah itu para Malaikat berusaha memahami sikap Tuhan, sekaligus mengimani kehendak Tuhan, apa yang Tuhan kehendaki pasti terjadi, lalu Tuhan meminta kepada para Malaikat untuk bersujud kepada Adam, sebagai bukti kepatuhan, penerimaan dan ketawadukan kepada Tuhan, sebab iman perlu bukti! Lalu seluruh para Malaikatpun mematuhi perintah Tuhan terkecuali Azazil, sebab Azazil melihat Adamnya, tidak melihat siapa yang memerintahkan, sebagaimanapun kelebihan adam sebagai manusia, Azazil tidak bisa menerimanya, sebab Azazil merasa lebih dulu tercipta, lebih dulu sebagai penghuni surga, lebih dulu memperoleh cinta kasih Tuhan, bahkan bisa di katakan bahwa Tuhan tega membuat kebohongan teruntuk dirinya yang setia, sekelas Azazil yang telah beribadah tanpa henti -+ 2000 tahun lamanya, sekejap keimanannya bisa tersungkur, apalagi kita sebagai manusia, "sebab apa?" Rasa cemburu dan dengki membutakan keimanannya sendiri.
"Hujan saja ada redanya, harusnya seorang yang di atas, bisa memilih jalan turun yang benar dan tidak tersungkur dari ketinggian!" Didi Petet
Lalu saat Tuhan melihat sikap Azazil yang berpaling dari perintahnya, seketika Tuhan murka bukan main, di kutuklah Azazil menyerupai hewan, dari peristiwa itulah Azazil di sebut sebagai Iblis(Seorang hamba yang berpaling dari perintah Tuhannya), sebagai penghuni neraka yang kekal dan di turunkan ke bumi sebagai penggoda bagi umat manusia, sebab sebelum di turunkan ke bumi Iblis meminta satu hal kepada Tuhan, agar di izinkan menggoda anak turun Adam sebagi penemannya kelak di neraka, dan hanya anak-anak Adam yang tidak pernah berpaling dari perintah Tuhannyalah yang selamat dari godaan Iblis. Jika saja Iblis mau menekan egonya yang tinggi, maka ia akan sampai pada pemahaman bahwa perintah Tuhan itu indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Sesungguhnya, Iblis mendapatkan ampunan dari Tuhan, saat itu Iblis pernah datang kepada nabi Musa, lalu meminta tolong kepada nabi Musa untuk bicara kepada Tuhan, agar mau mengampuni perbuatan Iblis, nabi Musa pun menyanggupinya, setelah itu nabi musa berkomunikasi dengan Tuhan mengenai Iblis, Tuhanpun mengampuni Iblis, asalkan Iblis mau bersujud di makamnya Adam, setelah itu nabi Musa kembali menemui Iblis dan mengatakan apa adanya tentang kehendak Tuhan, di mana Tuhan akan mengampuni Iblis asalkan mau bersujud di makamnya Adam, dan Iblispun menolak perintah Tuhan untuk kedua kalinya sambil berkata. "Saat Adam masih hidup saja aku tidak sudi bersujud di hadapannya, apalagi sekarang harus bersujud di pemakamannya." Jawab Iblis
Meskipun perbuatan Iblis terlihat mungkar dan cukup di pandang buruk, tapi pernahkan ada yang berpikir bahwa Iblis adalah ahli ibadah yang belum pernah tertandingi kekhusukannya, kealimannya dan keshalehannya. Dan Iblis adalah seorang hamba yang ahli ibadah, belum ada mahluk lain yang bisa menyetarai keimanan Iblis, tidak luput Iblis di cap kafir oleh umat manusia, tapi adakah dari umat manusia yang mengecap Iblis memiliki daya karunia dan kemampuan ibadah yang menyamai Iblis, meski Iblis di nilai membelot dari perintah Tuhan, di cap kafir dan menjadi bahan hujatan umat manusia, kadar cinta Iblis kepada Tuhan tidak pernah berkurang sedikitpun, masih ibadah kepada Tuhan, masih takut kepada Tuhan, masih mengimani Tuhan, sebab Iblis tidak merasa pernah memiliki masalah dengan Tuhan, meskipun Iblis kecewa terhadap kehendak Tuhan, melainkan Iblis merasa memiliki masalah dengan manusia semenjak Adam di ciptakan, sejak itu juga Iblis berusaha menghancurkan umat manusia, di mana Iblis menganggap bahwa semua yang terjadi sebab keberadaan manusia. Dan Iblis juga merasa telah kehilangan cinta kasih Tuhan kepadanya. Dan tanpa di sadari siapapun yang berpaling dari perintah Tuhan adalah Iblis, sebab Iblis hanyalah sebutan.
Iblis dan kita kodratnya sama, sebagai alat Tuhan, mengapa sering kali kita jijik dengan iblis, mendengar nama Iblis saja kita enggan, padahal ibadah dan kepatuhan iblis lebih besar dari kita. Jangan-jangan kita hanya merasa lebih baik dan suci, padahal tidak sama sekali.
Ketika zaman setelahnya Rasulallah wafat, lalu kaum muslimin galau tentang siapa yang pantas menjadi pengganti Rasulallah, sebagian kalangan muslimin memilih Ali bin Abi Thalib sebab di anggap sebagai orang terdekatnya Rasulallah, sebagian lagi kaum muslimim memilih Abu Bakar As Sidiq sebab di anggap yang lebih layak, lalu dalam situasi yang semakin memanas dan genting tersebut, Umar Bin Khatab menengahi bahwa Abu Bakar As Sidiq yang lebih pantas sebagai pengganti Rasulallah, dan kaum muslimin pun sepakat dengan keputusan yang di ambil oleh Umar Bin Khatab, meski gejolak hati sebagian muslimin yang menolak hanya di simpannya di dalam dada, dan kenyataan pahit tersebut bergulir menjadi kenyataan ketika Umar Bin Khatab meninggal dunia, di mana zaman fitnah muncul ke permukaan, mulai dari Umar Bin Khatab sendiri di bunuh oleh orang munafik, hingga Ustman Bin Affan juga terbunuh oleh orang munafik, dan perselisihan ideologi itu benar-benar memuncak ketika Ali Bin Abi Thalib menjadi Khalifah.
Di mana munculah perang jamal, sesama orang iman saling mengangkat pedang dan menumpahkan darah, sengketa lama yang terpendam itu menetas ke luar, Aisyah yang di profokasi oleh orang-orang munafik, hingga masa lalupun terniang kembali di dalam kepalanya, sebab ketika Aisyah pernah di tuduh selingkuh dari Rasulallah, Ali Bin Abi Thalib menyarankan untuk menceraikan Aisyah, di tambah lagi sebagian kaum muslimin yang tidak menerima perihal kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib, memprofokasi kaum muslimin yang lain untuk oposisi dari pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, membuat pemberontakan besar-besaran, hingga perangpun tidak bisa di hindari, antara kaum muslimin yang berpihak pada Ali Bin Abu Thalib dan kaum muslimin yang berpihak kepada Aisyah. Di mana Tuhanpun memiliki ribuan kemungkinan, sebab itu Tuhan mampu menyuguhkan kejutan yang tidak terduga di antara umat manusia, hingga manusia kacau dan terperangah menyaksikan kekonyolan Tuhan, sebab manusia hanya penghibur, dan manusia di ciptakan untuk menghibur, sedangkan Tuhan menghendaki manusia agar bisa menjadi penghibur yang baik.
Lalu masuk zaman monarki absolut, khusunya di nusantara, di mana sebab perbedaan ideologi, ego yang tinggi dan memiliki kepentingan yang tersembunyi, hampir seluruh kerajaan di nusantara sekarang hanya tersisa peninggalannya saja, adakalanya peninggalan itu di temukan dan di rawat, adakalanya di mana konflik politik di masa itu tidak membiarkan suatu kerajaan meninggalkan kenangan untuk generasi berikutnya, di mana sebuah kerajaan di hancurkan rata dan tanpa sisa, jikalau kita bahas mengenai zaman Majapahit, di mana konfliknya hampir sama dengan kejadian setelah merdeka. Sudah pasti ada yang mendengar nama Ranggalawe, "Siapakah Ranggalawe?" Ia adalah putera Arya Wiraraja, seorang yang di sepuhkan di Majapahit, seorang yang menyelamatkan Raden wijaya ketika di usir oleh raja Kertanegara, Ranggalawe adalah seorang yg memiliki andil dan jasa besar dalam terbentuknya Kerajaan Majapahit.
Ia adalah yang membantu Raden Wijaya membangun Majapahit, lalu akhirnya Ranggalawe di cap pemberontak dan di hukum mati, hingga dendam kusumat itu turun menurun, hingga membuat Arya Wiraraja keluar dari Majapahit, dan melawan Majapahit dengan tapa bisu atau tidak mau bicara hingga meletuslah pemberontakkan Rakuti dan Sadeng, itulah kekuasaan, selalu akan meminta tumbal, dan ada yang harus di tumbalkan ketika adu argumentasi tidak pernah berakhir damai, selisih pendapat yang semakin memanas, tidak ada kesadaran berbangsa, perbedaan ideologi tidak memiliki akhir, ada kepentingan yang jauh di muliakan, dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mengambil keuntungan atas situasi tersebut, bahkan ada pihak luar yang ikut campur masuk ke dalam, hingga tidak lagi terlihat mana yang putih dan mana yang hitam.
Di zaman orba pun tidak kalah berbeda, Letkol Untung di anggap sebagai otak dari pembunuhan para jendral, padahal Letkol untung sendiri memiliki kedekatan khusus dengan Pak Harto, lalu hubungan itu kandas ketika kepentingan yang di Tuhankan, rasa kedekatan keduanya sekejab pecah dan hancur, letkol Untung semisal Ranggalawe, dan Pak Harto semisal Raden Wijaya, bukan hanya soal-soal sejarah kekuasan sampai di situ saja, semua saling mencari kesempatan agar bisa mengambil keuntungan dari sebuah kekuasaan, ketika semua ingin mengkudeta Bung Karno, lalu semua saling tikam hingga menumbalkan lebih dari 3 juta jiwa, lalu ada pihak-pihak tertentu hadir seolah menjadi pahlawan, kekuasaan hanya selalu soal permainan remi, "Siapa cepat dia dapat? "Siapa yang paling ulung mencari kesempatan?" Siapa yang paling cerdik membaca suasana?" Siapa yang ulet dalam tekanan? "Siapa yang licin dalam segi penyelinapan akan menang?" Jika kala itu para jendral yang menang dan salah satu mereka yang berkuasa, tidak menutup kemungkinan akan menyulitkan yang lainnya, bila dari pihak PKI yang menang dan salah satu mereka yang menjadi penguasa, tidak menutup kemungkinan akan mengintimidasi yang lainnya, akhirnya setelah melalui perselisihan panjang yang berujung kemenangan, adalah pihak Pak Harto, dan akhirnya mereka yang kalah harus rela terbantai.
Lalu kejadian di era roformasi juga tidak kalah sangar, di mana banyak pihak mengambil kesempatan dan keuntungan sebab adanya konflik internal di kalangan elit sendiri, hingga memakan korban jiwa, ada yang di bakar, ada yang di perkosa, ada yang di lecehkan hidupnya, hingga kepercayaan rakyat yang runtuhpun menggugat, situasi yang sudah terlajur miris, membuat Pak Harto terpojok dan di tambah lagi pihak-pihak yang sengaja memojokan, lalu secara terpaksa dan rela membuat Pak Harto harus melepaskan jabatannya sebagai Presiden, haruskah hari ini kejadian kelam itu terulang, di mana sebab konflik di kalangan para elit sendiri membuat rakyat harus terbangun dari kuburnya, sebab kebijakan yang tidak relevan dan transparan, membuat mahasiswa menggeliat, lalu pertumpahan darah tidak terhindar lagi, di mana kebijakan kurang cakap pemerintah membuat kstabilan negara cacat, atau adanya kepentingan tertentu di kalangan para elit, haruskah membuat rakyatnya sendiri berkelahi, saling tikam dan baku hantam hingga menumpahkan darah, padahal mereka adalah anak dari ibunya, ayah dari anaknya, suami dari istrinya yang senantiasa menanti kabar baik, bukan lantas kabar buruk yang masuk ke dalam rumahnya, jika saja pemerintah mampu menekan egonya, maka akan sampai pada pemahaman bahwa di atas seluruh kepentingan, bukankah kepentingan rakyat yang utama.
Langganan:
Postingan (Atom)