"Nakal boleh, asal jangan merugikan orang lain, di mana bumi di pijak, di situlah langit di junjung." Pesan Ibuku
Bagiku sendiri devinisi nakal itu luas, dasar yang paling sederhana adalah hanya soal selera dan Ideologi.
Jika engkau adalah rakyat yang tidak sepakat dengan pemerintahmu, engkau akan di cap urakan, nakal, brandal, tidak berpendidikan, anarkis, mandul data, liar, pemberontak, arogan, pengacau, perusuh, ugal-ugalan dll. Di mana karaktermu memang sengaja untuk di bunuh, lagu lama itu😂
Jika engkau sebagai pemimpin yang kehilangan kepercayaan rakyatmu, engkau akan di cap otoriter, diktaktor, bengis, culas, sewenang-wenang, tirani, opresif, kaku beku, joker dll.
Jika engkau ada dalam suatu golongan, dan tidak sepakat dengan golongan lain, atau sebenarnya engkau bukan bagian dari suatu golongan, tapi ideologi atau kata-katamu semisal membela atau mengarah ke suatu golongan, padahal tidak ada maksud untuk itu, engkau akan di cap musuh, lawan, rival, kecebong, cicak, kadal, unta, anjing, wedus, di mana terjadi penyerangan tubuh habis-habisan, lagu lama itu😂
Jika engkau ada dalam suatu golongan, dan tidak sepakat dengan golongan lain, engkau akan di cap musuh, lawan, rival, kecebong, cicak, kadal, unta, anjing, wedus, di mana terjadi penyerangan tubuh habis-habisan, lagu lama itu😂
Jika engkau sebagai anak tidak sepakat dengan orang tuamu, engkau akan di cap nakal, bandel, bader, badung, bengal, ngeyelan, keras kepala, liar, kurang ajar, arogan, pembangkang, pembantah dll.
Jika engkau tidak sepakat dengan guru, atau dosenmu, sepintar apapun dirimu paling nilai ulangan atau IPK mu buruk😂
Siapa yang yang berada di dalam suatu sistem, harus mengikuti sistem yang ada, dan jika tidak mengikuti harus rela di marjinalkan, maka di situlah timbul banyak perlawanan.
Jika sifat tendensius, atau perlawanan itu di teruskan, hanya akan menjangkitkan penyakit keakuan akut, bahkan depresi bagi pelakunya, dan seolah tidak ada pendewasaan dan pertumbuhan iman di dalamnya, kedua pihak hanya akan terlihat seperti anak-anak, tidak lain juga perlawanan hanya akan menimbulkan perlawanan berikutnya, dan tidak akan pernah berujung pada kebahagian atau surga untuk keduanya.
Dan banyak juga sekawan tapi hanya karena beda ideologi, organisasi, kedudukan atau golongan, setiap berkumpul selalu beradu argumen, saling serang ideologi, dan hilang kewarasan sebagai manusia, semestinya ketika berkumpul, bisa meletakan atribut ormas, organisasi, partai, kedudukan atau golongan masing-masing agar bisa berbicara seperti saudara.
Dan akupun bilang sama teman2ku, bahkan siapapun yang kutemui, jika engkau membenciku karena agamaku, lebih baik aku tidak memiliki agama apapun, sebab agamaku tidak pernah mengajarkan ujaran kebencian, dan kebaikan sendiri tidak memiliki agama.
Kalau pribadiku, islam itu di hati, bukan di agama, jika kita melihat islam dalam agama, maka kita akan menemukan pertimpangan hidup, tapi jika kita menemukan islam dalam hati, kita akan menemukan hidup. Makna islam yang sesungguhnya adalah berserah, dan kebanyakan orang, termasuk islam sendiri, lupa pada makna islam yang sebenarnya.
Aku menemukan seluruh persoalan itu sebenarnya berasal dari ego, banyak orang pintar, khusuk, bahkan berkedudukan tapi bukan manusia, karena lupa bahwa dirinya masih manusia, jika kepintaran tidak di dahului jadi manusia, maka setelahnya pintar tidak menjadi manusia, jika kekhusukannya tidak di dahului jadi manusia, maka kekhusukannya tidaklah menjadikannya manusia, jika kedudukannya tidak di dahului jadi manusia, maka setelahnya bisa duduk tidak menjadi manusia.
Belajar tumbuh dalam kebijaksanaan yang berani itu memang tidak mudah, berani diam mendengarkan, berani bicara ketika di perlukan, berani menerima hinaan. Dan tidak membalas perlakuan yang sama agar tidak sama hinanya. Karena mengurus diri sendiri jauh lebih penting daripada merasa lebih pintar dari orang lain.
Banyak terjadi ad hominem, di mana lebih menyerang tubuh, personality atau orangnya, dan sama sekali tidak mengarah pada persoalannya, masalahnya atau premis(Dasar pemikiran).
Jika ingin di telisik kembali, di dunia ini sungguh banyak ketidaksepakatannya daripada sepakatnya, kadang jika tidak ada kontradiksi keluar atau external, malah timbul kontradiksi ke dalam atau internal.
Jika melihat perbedaannya, pasti akan banyak perbedaan yang tidak bisa kita sepakati, tapi jika lebih memilih melihat kesamaan dan kebaikannya, tidak menutup kemungkinan akan berujung indah, jika di nilai dalam isi kepala kita saja setiap hari pasti melakukan pertengkaran hebat, sebab adanya perbedaan pikiran satu sama lain, karena saking banyaknya kita di dalam diri kita, tapi pasti kita akan lebih memilih dan sepakat, menjalankan apa yang bisa menjadikan hati kita damai.
OFFISIAL TUHAN
Mengenai Saya
- TeGar Alam
- Mahluk asing yang di trasmigrasikan dari surga. Dan di selundupkan ke bumi melalui rahim ibu. Terlahir dari kolaborasi cinta, sinergi kasih sayang. Dan tumbuh menjadi pelaku pelecehan media sosial. Aku tidak pandai, tidak juga tampan, kebetulan saja Tuhan menyelundupkanku melalui rahim ibu. Dan di transmigrasikan ke bumi ini sebagai alat Tuhan. Sebagai alat agar sistem pentakdiran terus berjalan.
Selasa, 05 November 2019
Sabtu, 26 Oktober 2019
Improvisasi Rasa
Ini bukan soal retorika yang perlu di persoalkan, lebih muda, lebih tua atau setara, ini tentang keseimbangan hidup dan dapat berjalan seiring sejalan, meski berbeda pandangan atau ideologi, di mana tidak memiliki ukuran buruk atau bagus, melainkan bisa sampai pada pemahaman saling bisa menjadi vitamin pendorong, bukan lantas saling mematahkan semangat.
Orang lain kadang bisa menjadi keluarga daripada keluarga sendiri, di mana bisa memahami dengan hati, karena isi kepala setiap orang tidak sama, dan senantiasa saling mencari perbedaannya, bukan kesamaannya, saling membenturkan isi kepala dengan argumentasi yang ingin menang sendiri, dealektika yang memaksakan kehendak, pembunuhan karakter, saling menyerang tubuh, tidak mengarah pada persoalannya.
Jika saja manusia bisa saling menekan egonya, mau bercermin sebelum menilai orang lain, mau mengkur diri sebelum menakar kapasitas orang lain, tidak mendewakan moodnya, tidak memaksakan kehendak personaliti, maka akan melahirkan kedamaian di fikiran, menumbuhkan ketentraman di hati, meluruskan posisi, melanggengkan kenyamanan untuk selalu berdampingan. Dan cinta kasih yang tidak terlepaskan.
Tentang suka duka bersama, saling menspirit, mendoakan, mengisi dan melengkapi satu sama lain, berucap kata terbuka tanpa tertutup-tutupi, ringan tanpa beban, lepas tak terbatas tanpa berprasangka ini ideal atau tidak pas. Karena menarik senjata dari sarungnya itu tidak penting, melainkan yang terpenting adalah tujuannya menarik senjata dari sarungnya itu apa.
Seseorang yang mampu melahirkan kenyamanan, ketika dunia begitu garang ia menjadi tempatmu untuk berlindung, ketika langit menurunkan hujan lebat, ia menjadi tempatmu untuk berteduh, ketika angin melepas dingin, ia menjadi tempat penghangat, ketika perasaanmu berserakan, ia menjadi tempatmu untuk mengumpulkan senyuman dan menjadi penawar luka. Karena mawar itu indah bunganya, tapi memiliki pohon yang berduri, di mana setiap keindahan harus di ambil dengan perjuangan yang tidak mudah, itu yang perlu di imani.
Iman adalah karunia terbesar dalam hidup manusia, yang dapat mewujudkan sabar dan berupaya meski sukar, menerima apa adanya meskipun kita seadanya, wajah tak rupawan, kantong pas-pasan dan masa depan yang belum terang, tapi kebersamaan yang tercipta adalah sesuatu yang yakin harus kita perjuangkan. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, selalu ada ribuan kemungkinan dalam perjuangan, salah satu kemungkinan terbesar ketika belum saatnya berjalan adalah bertahan, hanya dengan membiasakan dalam menempa daya bertahan akan membuat seseorang akan bertumbuh semakin kuat.
Masa lalu yang tidak perlu di gali-gali, di ungkit-ungkit, di kontradiksi dan di pertanyakan lagi, karena kita menyadari itu adalah pelajaran, alat bercermin, dan alat mengukur diri, wawasan dan juga pengalaman yang membentuk dirinya sekarang. Bahkan hingga di kemudian hari, tidak ada hukum tetap di muka bumu ini, setiap yang benderang akan kembali gelap, atau sebaliknya, semestinya seorang yang di bawah bisa naik dengan memilih jalan yang benar, begitu juga seorang yang di atas, bisa turun dengan memilih jalan yang benar, jangan sampai tersungkur dari ketinggian.
Keterbatasan, kekurangan dan kelemahan masing-masing adalah tugas bersama untuk saling menerima, mengindahkan satu sama lain agar selalu tercipta keindahan bersama, dan memperbaiki apa yang belum baik agar lebih baik lagi. Jika sudah baik, maka mempertahankan agar tetap baik, di mana daya bertahan adalah kunci dalam menjatuhkan lawan, bukan sebaliknya mudah patah dan tersungkur dari ketinggian, atau melemah dalam keterbatasan, merintih dalam penyesalan, meratap dalam kemiskinan, menangis sejadi-jadinya hanya karena patah hati, tidak ada yang bisa menolong diri seseorang kecuali dirinya sendiri.
Tentang ia yang kita sayangi tulus sampai nafas terakhir menjadi imam atau makmum, membuat kita bangga lagi bahagia menjadi ayah atau ibu dari anak-anaknya, membuat kita bangga sebagai seorang sahabat, sampai kakek nenek saling percaya, setia hidup bersama hingga selama-lamanya.
Orang lain kadang bisa menjadi keluarga daripada keluarga sendiri, di mana bisa memahami dengan hati, karena isi kepala setiap orang tidak sama, dan senantiasa saling mencari perbedaannya, bukan kesamaannya, saling membenturkan isi kepala dengan argumentasi yang ingin menang sendiri, dealektika yang memaksakan kehendak, pembunuhan karakter, saling menyerang tubuh, tidak mengarah pada persoalannya.
Jika saja manusia bisa saling menekan egonya, mau bercermin sebelum menilai orang lain, mau mengkur diri sebelum menakar kapasitas orang lain, tidak mendewakan moodnya, tidak memaksakan kehendak personaliti, maka akan melahirkan kedamaian di fikiran, menumbuhkan ketentraman di hati, meluruskan posisi, melanggengkan kenyamanan untuk selalu berdampingan. Dan cinta kasih yang tidak terlepaskan.
Tentang suka duka bersama, saling menspirit, mendoakan, mengisi dan melengkapi satu sama lain, berucap kata terbuka tanpa tertutup-tutupi, ringan tanpa beban, lepas tak terbatas tanpa berprasangka ini ideal atau tidak pas. Karena menarik senjata dari sarungnya itu tidak penting, melainkan yang terpenting adalah tujuannya menarik senjata dari sarungnya itu apa.
Seseorang yang mampu melahirkan kenyamanan, ketika dunia begitu garang ia menjadi tempatmu untuk berlindung, ketika langit menurunkan hujan lebat, ia menjadi tempatmu untuk berteduh, ketika angin melepas dingin, ia menjadi tempat penghangat, ketika perasaanmu berserakan, ia menjadi tempatmu untuk mengumpulkan senyuman dan menjadi penawar luka. Karena mawar itu indah bunganya, tapi memiliki pohon yang berduri, di mana setiap keindahan harus di ambil dengan perjuangan yang tidak mudah, itu yang perlu di imani.
Iman adalah karunia terbesar dalam hidup manusia, yang dapat mewujudkan sabar dan berupaya meski sukar, menerima apa adanya meskipun kita seadanya, wajah tak rupawan, kantong pas-pasan dan masa depan yang belum terang, tapi kebersamaan yang tercipta adalah sesuatu yang yakin harus kita perjuangkan. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, selalu ada ribuan kemungkinan dalam perjuangan, salah satu kemungkinan terbesar ketika belum saatnya berjalan adalah bertahan, hanya dengan membiasakan dalam menempa daya bertahan akan membuat seseorang akan bertumbuh semakin kuat.
Masa lalu yang tidak perlu di gali-gali, di ungkit-ungkit, di kontradiksi dan di pertanyakan lagi, karena kita menyadari itu adalah pelajaran, alat bercermin, dan alat mengukur diri, wawasan dan juga pengalaman yang membentuk dirinya sekarang. Bahkan hingga di kemudian hari, tidak ada hukum tetap di muka bumu ini, setiap yang benderang akan kembali gelap, atau sebaliknya, semestinya seorang yang di bawah bisa naik dengan memilih jalan yang benar, begitu juga seorang yang di atas, bisa turun dengan memilih jalan yang benar, jangan sampai tersungkur dari ketinggian.
Keterbatasan, kekurangan dan kelemahan masing-masing adalah tugas bersama untuk saling menerima, mengindahkan satu sama lain agar selalu tercipta keindahan bersama, dan memperbaiki apa yang belum baik agar lebih baik lagi. Jika sudah baik, maka mempertahankan agar tetap baik, di mana daya bertahan adalah kunci dalam menjatuhkan lawan, bukan sebaliknya mudah patah dan tersungkur dari ketinggian, atau melemah dalam keterbatasan, merintih dalam penyesalan, meratap dalam kemiskinan, menangis sejadi-jadinya hanya karena patah hati, tidak ada yang bisa menolong diri seseorang kecuali dirinya sendiri.
Tentang ia yang kita sayangi tulus sampai nafas terakhir menjadi imam atau makmum, membuat kita bangga lagi bahagia menjadi ayah atau ibu dari anak-anaknya, membuat kita bangga sebagai seorang sahabat, sampai kakek nenek saling percaya, setia hidup bersama hingga selama-lamanya.
Rabu, 23 Oktober 2019
Ratu Adil
Aku tidak pernah percaya dengan yang namanya Ratu adil, setelah zaman kalabendu atau goro-goro dari sumpahnya Sabdo palon nawa genggong di alas purwo banyuwangi, atas anggapakan ketiada kesetiaan lagi dari Prabu Brawijaya 5(Bhre kertabhumi), lalu setelah itu sabdo palon nawa genggong mukso, sebelum mukso berkata bahwa 500 tahun lagi akan kembali, di mana agama nusantara juga akan kembali ke Budha, yang di maksud Budha adalah budi, peringai yang baik, tidak perlu menjaga nama baik, jika perbuatan seseorang baik pasti namanya juga akan baik.
Memiliki kebijaksanaan berakal, orang baik pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun, tidak mudah terprofokasi, ikut-ikutan dan senang membenarkan diri sendiri, tidak mudah patah kebaikan hatinya lalu menjadi seorang yang buruk, jahat dan kejam, sebab dendam menaun yang tersimpan di dalam dada, dendam terhadap kemiskinan, dendam terhadap masa lalu, dendam terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan, dendam terhadap keadaan, melainkan bisa memiliki kontrol diri yang tinggi, lalu meruwat dendam menjadi kebaikan dan untuk meraih masa depan.
Atau ramalan dari wangsit Siliwangi(Pamanah rasa)-> Sili artinya pengganti, Wangi adalah Nama raja sebelumnya, berarti Siliwangi adalah pengganti prabu wangi. Atau ramalan dari Jongko Joyoboyo, atau ramalan dari sastra Raden Ronggo warsito atau di balik rahasia NOTONOGORO. No: Seokarno, di mana karunia dan kemampuannya hanya sampai menjadikan Indonesia merdeka, sebab Soekarno adalah Soekarnoto, akhirnya Bung Karno sendiri harus menumbalkan dirinya demi mempertahankan Indonesia agar tetap bisa tumbuh, Bung Karno harus rela menjadi pupuk untuk pertumbunhan Bangsa Indonesia, mengalah demi tidak terjadinya perang saudara.
Setelah itu To adalah Soeharto, seorang pemimpin yang doyan harta, Seoharto...senang harto atau harta, hingga harta yang dikumpulkannya tujuh turunanpun tidak akan habis, biarpun Pak Harto di bilang senang sama harta, suka mengumpulkan harta, entah dari tempat dan arah mana, setidaknya masih lebih baik dari pemerintahan sekarang, sebab korupsi sekarang lebih mengkhawatirkan, dulu 50% ke kantong pribadi lalu 50% lagi ke rakyat, sebaliknya sekarang 99% ke golongannya lalu 1% ke rakyat, sebab itu kemajuan daripada bangsa indonesia agak terhambat, negara lain sudah menjadi apa, kita masih saja begini-begini saja, rakyat bangsa lain sudah merasakan manisnya hidup, sebab kebijakan yang mengena dan sampai ke masyarakatnya, bahkan pemerintahnya bukan hanya sebatas melakukan dukungan moril saja, melainkan juga memodali dan memfasilitasi rakyatnya agar mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya, sebaliknya pemerintah kita malah sibuk ribut dan saling berebut sendiri, hingga impact keributan itu menjadikan rakyatnya saling curiga, saling tikam, dan baku hantam, bahkan sampai menumpahkan darah.
No adalah Susilo Bambang Yudhoyono, seorang pemimpin yang suka silo atau duduk bersila saja, padahal Bambang adalah seorang anak dewa atau keurunan dari trah priyayi yang semestinya memiliki daya empati sangat tinggi dan perasaan lebih halus dari orang biasa, melainkan hanya melihat tanpa memberikan impact lebih ketika bangsanya di luluhlantahkan oleh alam, ejekan dari luar dan kericuhan dari dalam, entah diamnya sebagai strategi cari aman, atau tahtik dalam berpolitik atau memang daya empatinya kurang, seutuhnya hanya selaku pribadinya yang paham, meskipun begitu bukan berarti SBY adalah pemimpin yang tidak meninggalkan suatu yang baik buat bangsanya, pasti ada kebaikan yang di tinggalkan untuk bangsa Indonesia.
Goro adalah goro-goro, di mana suatu musibah besar melanda sekencang bengisnya angin, entah sebagai konflik internal ataupun eksternal, bisa jadi pagi jadi kawan lalu sore jadi lawan, bisa jadi sebaliknya pagi jadi lawan sore jadi kawan, di mana isu menjadi senjata terampuh untuk meraih kemenangan, isu di goreng serenyah mungkin, hingga rakyat buta wacana dan berita, tidak bisa menilai lagi mana yang benar dan mana yang salah, kecuali semua hanyalah kepentingan, isu kecil di besar-besarkan, setelahnya besar isunya di alihkan, atau di ganti isu baru yang lebih menguntungkan, hingga perang senjata bukan apa-apa di bandingkan dengan perang isu, malah dari isu bisa menjadi konflik yang tidak terkendali, saling menumpahkan darah dan perang senjata, sebab perang isu semisal perang dingin, diam-diam bukan lagi menghayutkan, melainkan menenggelam, bukan lagi menusuk hati, melainkan langsung menikam jantung.
Di mana juga kata-kata lebih tajam dari senjata, hanya satu kata hoax saja bisa mengguncang kestabilitas sebuah negara, apalagi jika sampai jutaan kata-kata hoax, sebab kebohongan yang sering di ulang-ulang bisa menjadi sebuah kebenaran, apalagi jika kebenaran yang di yakini itu terlahir dari kebohongan, sekejab kebaikan yang di bangun menaunpun bisa lenyap, dan bisa membuat orang-orang yang awalnya baik, sebab tidak sanggup menahan kebaikannya lagi bisa kalap, di mana kemarahan orang baik dan sabar itu lebih bahaya daripada kemarahan orang yang sering marah, bisa di telisik dari daerah-daerah yang terlihat aman, damai dan tidak banyak polah, sekali tersulut amarah, kekejaman yang di timbulkan bukan hanya membuat pemerintah kebakaran jenggot, mengambil banyak nyawa, menumpahkan darah di mana-mana dan nama baik bangsa inipun menjadi taruhannya.
Setelah goro-goro seorang yang di tunggu akan muncul sebagai juru selamat untuk bangsa ini, walau Bung Karno sendiri pernah berkata:" Di mana akan tercipta dunia baru dengan penuh keadilan di bawah pimpinan ratu adil," itu semua hanya suatu pendamai hati, pembahagia telinga untuk membuat senang hati rakyat Indonesia saja, di mana harapan besar rakyat atas penderitaan berlarut-larut yang tidak segera menemui kesudahan, dan berujung pada kebahagiaan, Wahyu keprabon-pun juga hanya suatu mitos yang tidak perlu terlalu di tanggapi, walau sebenarnya hanya dua pemimpin yang memperoleh Wahyu keprabon tersebut( Bung Karno& Pak Harto melaui Bu Tien), lalu sesudahnya hanya wahyu anaknya tetanggaku saja, alias belum ada lagi yang memperolehnya. Atlantis juga sama, Lemuria apalagi, Bangsa ini tidak pernah menjadi bagian dari keduanya, lihat saja kenyataan, bahwa itu semua hanya sekedar "MITOS."
"Jangan menunggu ratu adil. Jadilah pemimpin yang adil maka kamu adalah ratu adil."
Memiliki kebijaksanaan berakal, orang baik pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun, tidak mudah terprofokasi, ikut-ikutan dan senang membenarkan diri sendiri, tidak mudah patah kebaikan hatinya lalu menjadi seorang yang buruk, jahat dan kejam, sebab dendam menaun yang tersimpan di dalam dada, dendam terhadap kemiskinan, dendam terhadap masa lalu, dendam terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan, dendam terhadap keadaan, melainkan bisa memiliki kontrol diri yang tinggi, lalu meruwat dendam menjadi kebaikan dan untuk meraih masa depan.
Atau ramalan dari wangsit Siliwangi(Pamanah rasa)-> Sili artinya pengganti, Wangi adalah Nama raja sebelumnya, berarti Siliwangi adalah pengganti prabu wangi. Atau ramalan dari Jongko Joyoboyo, atau ramalan dari sastra Raden Ronggo warsito atau di balik rahasia NOTONOGORO. No: Seokarno, di mana karunia dan kemampuannya hanya sampai menjadikan Indonesia merdeka, sebab Soekarno adalah Soekarnoto, akhirnya Bung Karno sendiri harus menumbalkan dirinya demi mempertahankan Indonesia agar tetap bisa tumbuh, Bung Karno harus rela menjadi pupuk untuk pertumbunhan Bangsa Indonesia, mengalah demi tidak terjadinya perang saudara.
Setelah itu To adalah Soeharto, seorang pemimpin yang doyan harta, Seoharto...senang harto atau harta, hingga harta yang dikumpulkannya tujuh turunanpun tidak akan habis, biarpun Pak Harto di bilang senang sama harta, suka mengumpulkan harta, entah dari tempat dan arah mana, setidaknya masih lebih baik dari pemerintahan sekarang, sebab korupsi sekarang lebih mengkhawatirkan, dulu 50% ke kantong pribadi lalu 50% lagi ke rakyat, sebaliknya sekarang 99% ke golongannya lalu 1% ke rakyat, sebab itu kemajuan daripada bangsa indonesia agak terhambat, negara lain sudah menjadi apa, kita masih saja begini-begini saja, rakyat bangsa lain sudah merasakan manisnya hidup, sebab kebijakan yang mengena dan sampai ke masyarakatnya, bahkan pemerintahnya bukan hanya sebatas melakukan dukungan moril saja, melainkan juga memodali dan memfasilitasi rakyatnya agar mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya, sebaliknya pemerintah kita malah sibuk ribut dan saling berebut sendiri, hingga impact keributan itu menjadikan rakyatnya saling curiga, saling tikam, dan baku hantam, bahkan sampai menumpahkan darah.
No adalah Susilo Bambang Yudhoyono, seorang pemimpin yang suka silo atau duduk bersila saja, padahal Bambang adalah seorang anak dewa atau keurunan dari trah priyayi yang semestinya memiliki daya empati sangat tinggi dan perasaan lebih halus dari orang biasa, melainkan hanya melihat tanpa memberikan impact lebih ketika bangsanya di luluhlantahkan oleh alam, ejekan dari luar dan kericuhan dari dalam, entah diamnya sebagai strategi cari aman, atau tahtik dalam berpolitik atau memang daya empatinya kurang, seutuhnya hanya selaku pribadinya yang paham, meskipun begitu bukan berarti SBY adalah pemimpin yang tidak meninggalkan suatu yang baik buat bangsanya, pasti ada kebaikan yang di tinggalkan untuk bangsa Indonesia.
Goro adalah goro-goro, di mana suatu musibah besar melanda sekencang bengisnya angin, entah sebagai konflik internal ataupun eksternal, bisa jadi pagi jadi kawan lalu sore jadi lawan, bisa jadi sebaliknya pagi jadi lawan sore jadi kawan, di mana isu menjadi senjata terampuh untuk meraih kemenangan, isu di goreng serenyah mungkin, hingga rakyat buta wacana dan berita, tidak bisa menilai lagi mana yang benar dan mana yang salah, kecuali semua hanyalah kepentingan, isu kecil di besar-besarkan, setelahnya besar isunya di alihkan, atau di ganti isu baru yang lebih menguntungkan, hingga perang senjata bukan apa-apa di bandingkan dengan perang isu, malah dari isu bisa menjadi konflik yang tidak terkendali, saling menumpahkan darah dan perang senjata, sebab perang isu semisal perang dingin, diam-diam bukan lagi menghayutkan, melainkan menenggelam, bukan lagi menusuk hati, melainkan langsung menikam jantung.
Di mana juga kata-kata lebih tajam dari senjata, hanya satu kata hoax saja bisa mengguncang kestabilitas sebuah negara, apalagi jika sampai jutaan kata-kata hoax, sebab kebohongan yang sering di ulang-ulang bisa menjadi sebuah kebenaran, apalagi jika kebenaran yang di yakini itu terlahir dari kebohongan, sekejab kebaikan yang di bangun menaunpun bisa lenyap, dan bisa membuat orang-orang yang awalnya baik, sebab tidak sanggup menahan kebaikannya lagi bisa kalap, di mana kemarahan orang baik dan sabar itu lebih bahaya daripada kemarahan orang yang sering marah, bisa di telisik dari daerah-daerah yang terlihat aman, damai dan tidak banyak polah, sekali tersulut amarah, kekejaman yang di timbulkan bukan hanya membuat pemerintah kebakaran jenggot, mengambil banyak nyawa, menumpahkan darah di mana-mana dan nama baik bangsa inipun menjadi taruhannya.
Setelah goro-goro seorang yang di tunggu akan muncul sebagai juru selamat untuk bangsa ini, walau Bung Karno sendiri pernah berkata:" Di mana akan tercipta dunia baru dengan penuh keadilan di bawah pimpinan ratu adil," itu semua hanya suatu pendamai hati, pembahagia telinga untuk membuat senang hati rakyat Indonesia saja, di mana harapan besar rakyat atas penderitaan berlarut-larut yang tidak segera menemui kesudahan, dan berujung pada kebahagiaan, Wahyu keprabon-pun juga hanya suatu mitos yang tidak perlu terlalu di tanggapi, walau sebenarnya hanya dua pemimpin yang memperoleh Wahyu keprabon tersebut( Bung Karno& Pak Harto melaui Bu Tien), lalu sesudahnya hanya wahyu anaknya tetanggaku saja, alias belum ada lagi yang memperolehnya. Atlantis juga sama, Lemuria apalagi, Bangsa ini tidak pernah menjadi bagian dari keduanya, lihat saja kenyataan, bahwa itu semua hanya sekedar "MITOS."
"Jangan menunggu ratu adil. Jadilah pemimpin yang adil maka kamu adalah ratu adil."
Senin, 21 Oktober 2019
Satria Piningit
"Bagaimana dengan Satria Piningit?" Dia akhirnya akan menjadi Ratu Adil pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan atas kehendak Tuhan, karena di kerajaan manapun sebelum menjadi ratu pastilah menjadi kesatria dulu, Tuhan melatih kepekaan rasanya, mengasah hatinya hingga tajam dan memupuk dirinya dengan penderitaan, di mana dengan mengalami dan observasi secara langsung akan membuatnya bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, bisa peka terhadap sekitarnya, agar tidak tinggi hati dan semaunya sendiri ketika berkuasa.
King Arthur, Lancelot, Napoleon Bonaparte, Ken Arok, Karebet atau Joko tingkir, Joko Samudera, Bung Karno, Sri Krisna, Sri Rama, di mana jauh-jauh hari sebelum menjadi ratu adil berkelana meleburkan diri di rahimnya rakyat, banyak raja-raja dulu sangat arif dan bijaksana, karena pernah menjalani tapa ngluruk atau berkelana, dengan berkelana membuat mereka mengerti apa yang harus di lakukan ketika mendapatkan amanah, bisa melayani rakyat dengan segenap kemampuan dan kesungguhan hati, hukumnya tidak buta, kebijakannya tidak pincang, atau tajam ke bawah tumpul ke atas, karena mengerti apa yang harus di lakukan untuk rakyatnya, memahami apa yang di inginkan rakyatnya, dan tidak gamang dalam menjalankan kekuasaannya.
Apalagi di zaman milenial ini, di mana banyak pemimpin yang keblinger, karena kekuasaan di jadikan pemburuan harta, penciptaan nama dan penguasaan sumber daya, yang semestinya kodrat seorang pemimpin adalah pelayan, tugas pelayan adalah seluruh kepentingannya untuk tuannya, sedangkan tuannya pemimpin adalah rakyat, karena pemimpin di gaji oleh rakyat, tanpa rakyat pemimpin bukan siapa-siapa, bukan malah aji mumpung, mumpung berkuasa melakukan segala cara untuk melakukan apa saja, apalagi dengan mengatasnamakan pengabdian dan kemanusian.
Satria adalah seorang yang jantan, berani jujur di tengah kebohongan, tidak main keroyokan, tidak lari dari medan pertempuran. Pemberani, berani mengakui kekalahan, berani mengakui kesalahan dan tidak memutar balikan kenyataan karena hidup dalam kepengecutan, kokoh dalam pendirian bak batu karang yang tidak mudah terhantam gelombang, pendirian dalam melangkah di jalan yang benar, tetap menjadi orang baik dan bisa memuliakan sesamanya, bukan malah menjadi batang yang menjadi permainan gelombang, tidak mudah menyerah di medan pertempuran melawan takdirnya sendiri, ulet seulet pendaki gunung dalam mendaki ke puncak kehidupannya, tidak mudah putus asa menghadapi sebuah keadaan, meski tersulit sekalipun, tegas penuh dengan kelembutan dan kasih sayang
Sedangkan Piningit adalah keberadaannya di sembunyikan oleh Tuhan, di sembunyikan bukan berarti harus hidup di goa, atau kehidupannya berada di tengah hutan yang belum terendus oleh manusia, atau keberadaannya di langit, melainkan dia adalah seorang biasa seperti pada umumnya, hidup di tengah rakyat, berkumpul dengan rakyat, bergaul dengan rakyat hingga tidak ada yang tahu dan menyadari, bahwa dialah suatu hari yang tampil sebagai Satria piningit. Pemimpin sejati itu terlahir dari rahimnya rakyat, liat video Bung Karno bersama Ibu Ratna sari dewi, wawancara terakhirnya Bung Karno dengan Cindy Adams. "Siapa sukseksor itu?" Siapa saja bisa menjadi suksesor, dia akan tampil ketika waktunya telah tiba, dia muncul tiba-tiba dari rahimnya rakyat.
Sedikitnya ciri satria piningit adalah dewa berwujud manusia, berwajah Sri Krisna/ Govinda/Gopala/Achala/Bihari/Brajesh/Bali/Hari/Narayana/Vishnu/Gopal/Ananta/Dravin/Manohara/Yogi/Yadav/Sumedha/Shyam/Mayura/Mohana/Mahendra/Murali/Achala/Aditya/Ajanma/Ajaya/Danavendra dll( sangat tampan, ramah, muda8h bergaul, banyak teman dan suka bercanda/humor).
Berwatak Baladewa/ Kakrasana/Balarama: Tegas, keras hati tapi tidak keras perbuatannya, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana, memiliki sejata Trisula weda adalah Ilmu, Amal dan Iman, dia akan datang dari arah timur menuju barat, suka menggoda, bisa meramal dalam artian weroh sang durunge winarah(mengetahui dulu apa yang orang lain belum ketahui), bisa membaca pikiran orang lain, musuh yang memusuhinya tanpa di balas dengan memusuhi akan jatuh sendiri, dia hidup melebur bersama rakyat, sampai rakyat tidak tahu itulah yang bakal menjadi pemimpinya.
Tidak lain itu juga hanyalah MITOS, liat saja pada kenyataan yang ada, bahwa ada pemimpin tidak ada pemimpin sama saja, nasib kita di tangan kita sendiri yang berjuang, pemimpin bukan Tuhan, tidak bisa mengubah nasib siapapun, hanya saja kadang kebijakan yang di lakukan seorang pemimpin bisa membuat pengaruh dalam kehidupan rakyatnya. Jangan berharap pemimpin baik jika kita sebagai rakyat tidak mau memperbaiki diri, karena pemimpin yang baik terlahir dari rakyat yang baik, sebaliknya juga begitu! Pemimpin yang tidak baik terlahir dari rakyat yang kurang baik, maka lakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, jika sungguh-sungguh merindukan pemimpin yang baik, jangan sampai orang baik malas menjadi pemimpin karena melihat rakyatnya berkepala batu, lalu orang-orang yang tidak baik menjadi pemimpin, jadilah sekumpulan kepala batu.
Tidak lain yang ada hanya sebuah kepentingan, tidak ada lagi otak yang mengarah ke rakyat, jikalau ada hanya basa basi semata, tidak ada impact nyata, semua hanya mementingkan diri sendiri, golongannya dan siapa yang lebih menguntungkan itu yang lebih di utamakan, otaknya hanya mencari keberuntungan dan keuntungan, semua hanya memikirkan diri sendiri, bukan karena rakyatnya bodoh atau mudah di bodohi, karena rakyat sekarang juga sudah semakin pandai, tapi karena kepandaian itulah juga jadi kepala batu, munculan pemimpin yang berkepala batu, karena melihat rakyatnya kepala batu dan pemimpin yang di pilihnya memperlihatkan watak aslinya yang juga kepala batu, jadilah sesama kepala batu yang berbenturan, saling membenturkan kepala batunya dan tidak ada kesadaran berbangsa lagi di dalamnya.
King Arthur, Lancelot, Napoleon Bonaparte, Ken Arok, Karebet atau Joko tingkir, Joko Samudera, Bung Karno, Sri Krisna, Sri Rama, di mana jauh-jauh hari sebelum menjadi ratu adil berkelana meleburkan diri di rahimnya rakyat, banyak raja-raja dulu sangat arif dan bijaksana, karena pernah menjalani tapa ngluruk atau berkelana, dengan berkelana membuat mereka mengerti apa yang harus di lakukan ketika mendapatkan amanah, bisa melayani rakyat dengan segenap kemampuan dan kesungguhan hati, hukumnya tidak buta, kebijakannya tidak pincang, atau tajam ke bawah tumpul ke atas, karena mengerti apa yang harus di lakukan untuk rakyatnya, memahami apa yang di inginkan rakyatnya, dan tidak gamang dalam menjalankan kekuasaannya.
Apalagi di zaman milenial ini, di mana banyak pemimpin yang keblinger, karena kekuasaan di jadikan pemburuan harta, penciptaan nama dan penguasaan sumber daya, yang semestinya kodrat seorang pemimpin adalah pelayan, tugas pelayan adalah seluruh kepentingannya untuk tuannya, sedangkan tuannya pemimpin adalah rakyat, karena pemimpin di gaji oleh rakyat, tanpa rakyat pemimpin bukan siapa-siapa, bukan malah aji mumpung, mumpung berkuasa melakukan segala cara untuk melakukan apa saja, apalagi dengan mengatasnamakan pengabdian dan kemanusian.
Satria adalah seorang yang jantan, berani jujur di tengah kebohongan, tidak main keroyokan, tidak lari dari medan pertempuran. Pemberani, berani mengakui kekalahan, berani mengakui kesalahan dan tidak memutar balikan kenyataan karena hidup dalam kepengecutan, kokoh dalam pendirian bak batu karang yang tidak mudah terhantam gelombang, pendirian dalam melangkah di jalan yang benar, tetap menjadi orang baik dan bisa memuliakan sesamanya, bukan malah menjadi batang yang menjadi permainan gelombang, tidak mudah menyerah di medan pertempuran melawan takdirnya sendiri, ulet seulet pendaki gunung dalam mendaki ke puncak kehidupannya, tidak mudah putus asa menghadapi sebuah keadaan, meski tersulit sekalipun, tegas penuh dengan kelembutan dan kasih sayang
Sedangkan Piningit adalah keberadaannya di sembunyikan oleh Tuhan, di sembunyikan bukan berarti harus hidup di goa, atau kehidupannya berada di tengah hutan yang belum terendus oleh manusia, atau keberadaannya di langit, melainkan dia adalah seorang biasa seperti pada umumnya, hidup di tengah rakyat, berkumpul dengan rakyat, bergaul dengan rakyat hingga tidak ada yang tahu dan menyadari, bahwa dialah suatu hari yang tampil sebagai Satria piningit. Pemimpin sejati itu terlahir dari rahimnya rakyat, liat video Bung Karno bersama Ibu Ratna sari dewi, wawancara terakhirnya Bung Karno dengan Cindy Adams. "Siapa sukseksor itu?" Siapa saja bisa menjadi suksesor, dia akan tampil ketika waktunya telah tiba, dia muncul tiba-tiba dari rahimnya rakyat.
Sedikitnya ciri satria piningit adalah dewa berwujud manusia, berwajah Sri Krisna/ Govinda/Gopala/Achala/Bihari/Brajesh/Bali/Hari/Narayana/Vishnu/Gopal/Ananta/Dravin/Manohara/Yogi/Yadav/Sumedha/Shyam/Mayura/Mohana/Mahendra/Murali/Achala/Aditya/Ajanma/Ajaya/Danavendra dll( sangat tampan, ramah, muda8h bergaul, banyak teman dan suka bercanda/humor).
Berwatak Baladewa/ Kakrasana/Balarama: Tegas, keras hati tapi tidak keras perbuatannya, mudah naik darah tapi pemaaf dan arif bijaksana, memiliki sejata Trisula weda adalah Ilmu, Amal dan Iman, dia akan datang dari arah timur menuju barat, suka menggoda, bisa meramal dalam artian weroh sang durunge winarah(mengetahui dulu apa yang orang lain belum ketahui), bisa membaca pikiran orang lain, musuh yang memusuhinya tanpa di balas dengan memusuhi akan jatuh sendiri, dia hidup melebur bersama rakyat, sampai rakyat tidak tahu itulah yang bakal menjadi pemimpinya.
Tidak lain itu juga hanyalah MITOS, liat saja pada kenyataan yang ada, bahwa ada pemimpin tidak ada pemimpin sama saja, nasib kita di tangan kita sendiri yang berjuang, pemimpin bukan Tuhan, tidak bisa mengubah nasib siapapun, hanya saja kadang kebijakan yang di lakukan seorang pemimpin bisa membuat pengaruh dalam kehidupan rakyatnya. Jangan berharap pemimpin baik jika kita sebagai rakyat tidak mau memperbaiki diri, karena pemimpin yang baik terlahir dari rakyat yang baik, sebaliknya juga begitu! Pemimpin yang tidak baik terlahir dari rakyat yang kurang baik, maka lakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, jika sungguh-sungguh merindukan pemimpin yang baik, jangan sampai orang baik malas menjadi pemimpin karena melihat rakyatnya berkepala batu, lalu orang-orang yang tidak baik menjadi pemimpin, jadilah sekumpulan kepala batu.
Tidak lain yang ada hanya sebuah kepentingan, tidak ada lagi otak yang mengarah ke rakyat, jikalau ada hanya basa basi semata, tidak ada impact nyata, semua hanya mementingkan diri sendiri, golongannya dan siapa yang lebih menguntungkan itu yang lebih di utamakan, otaknya hanya mencari keberuntungan dan keuntungan, semua hanya memikirkan diri sendiri, bukan karena rakyatnya bodoh atau mudah di bodohi, karena rakyat sekarang juga sudah semakin pandai, tapi karena kepandaian itulah juga jadi kepala batu, munculan pemimpin yang berkepala batu, karena melihat rakyatnya kepala batu dan pemimpin yang di pilihnya memperlihatkan watak aslinya yang juga kepala batu, jadilah sesama kepala batu yang berbenturan, saling membenturkan kepala batunya dan tidak ada kesadaran berbangsa lagi di dalamnya.
Bocah Angon
"Siapakah sosok bocah angon atau anak gembala?" Bocah angon atau anak gembala bukan berarti dia adalah tukang angon atau pengembala kambing, kerbau, sapi, kuda, atau unta dll, melainkan dia adalah dewa yang berwujud manusia, berparas wisnu berwatak baladewa, sakti tanpa aji-aji, menang tidak menghina, mampu mengembalakan dirinya dan orang lain menuju kebaikan, sekaligus mengembalikan keburukan pada kebaikan.
Seperti halnya Firman Allah: Berlomba-lombalah dalam kebaikan, sebab tidak ada kebaikan yang tidak mendapatkan pengembalian kebaikan, bukan kebenaran, sebab kebenaran tidak berujung, kadang di lain hari kita menemukan yang lebih baik dari kebenaran yang kita pegang di hari ini, dan kebenaran yang tidak terkendali bisa menjadikan seseorang bisa merasa paling benar sendiri, bukan keadilan, sebab keadilan berada di rasa bersyukur kita, melainkan seseorang yang senantiasa menginginkan keadilan lebih banyak menemukan kekecewaan
Allah mengutus para Nabi tidak di tempat yang suci dan baik, melainkan di tempat yang buruk dan hina. Semisal Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, Daud dll terlahir ketika di zaman jahiliyah, "tugasnya apa?" Memperbaiki peradaban, menjadi pemakmur muka bumi, meluruskan kebenaran yang bengkok, mengembalikan wajah kaumnya yang berpaling dari Allah, meluruskan jalannya sejarah, menyinari kehidupan dengan kebaikan, memberikan kabar gembira dan penakut, menjadi cahaya teruntuk jiwa-jiwa yang tersesat, dan mengabdikan hidupnya teruntuk kebaikan.
Begitu juga dalam agama Hindu, di mana Wisnu turun menjelmakan dirinya sebagai Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, Parasurama, Sri Rama, Sri Kresna, Buddha, Kalki, sebab adanya kejahiliahan, kebenaran merosot dan kejahatan merajalela di mana-mana. Lalu di dalam Agama Budha Sidarta Gautama berani meninggalkan kemewahan istana sebab adanya kejahiliahan, pertimpangan kehidupan dan kebodohan yang menyebabkan kesesatan, Isa Al Masih, Yesus atau Abdullah terlahir di zaman kejahiliahan, kemerosotan moral, dan bengkoknya keimanan dari kaumnya. Muhamad terlahir di zaman fatroh, zaman kekosongan utusan kurang lebih 600 tahun, kebodohan yang merajalela dan meluapnya kesesatan yang tidak terbendung lagi.
Tidak tahunya bocah angon sekarang sudah muncul di dalam sebuah republik, beliau telah melewati kesusahan menetas kesudahan, melalui berbagai jalan yang terjal hingga berubah aspal, mendaki penderitaan hingga mencapai puncak kegembiraan, meruwat sunyi hingga berubah ramai, memupuk kesedihan hingga tumbuh kebahagiaan, menanam kesabaran hingga tumbuh keriangan, mendobrak dogma lama yang kolot menjadi flexsible dan efisiean. "Petruk dadi Ratu," Bocah angon itu jiwanya, Satria piningit itu wataknya dan Ratu Adil wujudnya.
Beliau sudah lulus weda jawa. Trisula Weda adalah SU : Sesuatu yang sangat unggul. JIWO: Berada di tempat yang sangat dalam sekali. TEJO: wujudnya cahaya yang begitu amat suci. Di mana SuJiwoTejo adalah seseorang yang unggul, sebab memiliki cahaya yang amat suci, letaknya sangat dalam dan tersembunyi. Seseorang yang jujur dan senantiasa melangkah di jalan yang benar, orang benar itu pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun.
Beliau sebagai Presiden telah memimpin Republik Jancukers dengan penuh kearifan, sebagai Ratu Adil untuk bangsa Jancukers, sebab wahyu keprabon telah jatuh kepadanya, di Republik Jancukers tidak ada lagi yang namanya rebutan pepesan kosong, saling serang argumentasi, saling hantam kata-kata, saling hujat hingga melempar fitnah, saling melakukan pembunuhan karakter, saling serang tubuh, saling mencari kesalahan, saling mengotak-ngotakan perbedaan, saling jegal-jegalan, saling ugal-ugalan dialog, saling memprofokasi, membuat keos dan merekayasa dengan alasan demi kemanusian atau tatanan yang lebih baik atau peradaban yang lebih maju, melainkan yang ada adalah daun pisang yang isinya kosong di jadikan pepesan, untuk di nikmati bersama dalam rasa penuh bersyukur dan kegembiraan. Ratu Adil telah lahir dari rahimnya rakyat Jancukers.
Seperti halnya Firman Allah: Berlomba-lombalah dalam kebaikan, sebab tidak ada kebaikan yang tidak mendapatkan pengembalian kebaikan, bukan kebenaran, sebab kebenaran tidak berujung, kadang di lain hari kita menemukan yang lebih baik dari kebenaran yang kita pegang di hari ini, dan kebenaran yang tidak terkendali bisa menjadikan seseorang bisa merasa paling benar sendiri, bukan keadilan, sebab keadilan berada di rasa bersyukur kita, melainkan seseorang yang senantiasa menginginkan keadilan lebih banyak menemukan kekecewaan
Allah mengutus para Nabi tidak di tempat yang suci dan baik, melainkan di tempat yang buruk dan hina. Semisal Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, Daud dll terlahir ketika di zaman jahiliyah, "tugasnya apa?" Memperbaiki peradaban, menjadi pemakmur muka bumi, meluruskan kebenaran yang bengkok, mengembalikan wajah kaumnya yang berpaling dari Allah, meluruskan jalannya sejarah, menyinari kehidupan dengan kebaikan, memberikan kabar gembira dan penakut, menjadi cahaya teruntuk jiwa-jiwa yang tersesat, dan mengabdikan hidupnya teruntuk kebaikan.
Begitu juga dalam agama Hindu, di mana Wisnu turun menjelmakan dirinya sebagai Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, Parasurama, Sri Rama, Sri Kresna, Buddha, Kalki, sebab adanya kejahiliahan, kebenaran merosot dan kejahatan merajalela di mana-mana. Lalu di dalam Agama Budha Sidarta Gautama berani meninggalkan kemewahan istana sebab adanya kejahiliahan, pertimpangan kehidupan dan kebodohan yang menyebabkan kesesatan, Isa Al Masih, Yesus atau Abdullah terlahir di zaman kejahiliahan, kemerosotan moral, dan bengkoknya keimanan dari kaumnya. Muhamad terlahir di zaman fatroh, zaman kekosongan utusan kurang lebih 600 tahun, kebodohan yang merajalela dan meluapnya kesesatan yang tidak terbendung lagi.
Tidak tahunya bocah angon sekarang sudah muncul di dalam sebuah republik, beliau telah melewati kesusahan menetas kesudahan, melalui berbagai jalan yang terjal hingga berubah aspal, mendaki penderitaan hingga mencapai puncak kegembiraan, meruwat sunyi hingga berubah ramai, memupuk kesedihan hingga tumbuh kebahagiaan, menanam kesabaran hingga tumbuh keriangan, mendobrak dogma lama yang kolot menjadi flexsible dan efisiean. "Petruk dadi Ratu," Bocah angon itu jiwanya, Satria piningit itu wataknya dan Ratu Adil wujudnya.
Beliau sudah lulus weda jawa. Trisula Weda adalah SU : Sesuatu yang sangat unggul. JIWO: Berada di tempat yang sangat dalam sekali. TEJO: wujudnya cahaya yang begitu amat suci. Di mana SuJiwoTejo adalah seseorang yang unggul, sebab memiliki cahaya yang amat suci, letaknya sangat dalam dan tersembunyi. Seseorang yang jujur dan senantiasa melangkah di jalan yang benar, orang benar itu pasti lurus hatinya, orang yang lurus hatinya pasti tidak suka membenar benarkan dan menyalah-nyalahkan siapapun.
Beliau sebagai Presiden telah memimpin Republik Jancukers dengan penuh kearifan, sebagai Ratu Adil untuk bangsa Jancukers, sebab wahyu keprabon telah jatuh kepadanya, di Republik Jancukers tidak ada lagi yang namanya rebutan pepesan kosong, saling serang argumentasi, saling hantam kata-kata, saling hujat hingga melempar fitnah, saling melakukan pembunuhan karakter, saling serang tubuh, saling mencari kesalahan, saling mengotak-ngotakan perbedaan, saling jegal-jegalan, saling ugal-ugalan dialog, saling memprofokasi, membuat keos dan merekayasa dengan alasan demi kemanusian atau tatanan yang lebih baik atau peradaban yang lebih maju, melainkan yang ada adalah daun pisang yang isinya kosong di jadikan pepesan, untuk di nikmati bersama dalam rasa penuh bersyukur dan kegembiraan. Ratu Adil telah lahir dari rahimnya rakyat Jancukers.
313
Sebenarnya 313 itu adalah kemurnian hati, kesucian jasmani dan keridhoan Illahi, tiada upadaya dan tiada kekuatan, kecuali upadaya dan kekuatan yang meluncurnya dari Tuhan yang maha Esa. Tidak ada yang tidak mungkin, tidak ada yang mustahil, sebab semua adalah milik Allah, semua akan menjadi, jika semua menjadi kehendak Allah, di mana Allah bersama hamba-hambanya yang bersabar, dan kebahagiaan ada di dalam kesabaran.
Esa adalah tanda dari Allah yang hendak menunjukan kemaha kuasaanNya, maha kuasa di atas segala kekuasaan, pemilik dari segala kekuasaan, memiliki kekuasaan yang tidak berujung, tidak bertepi, tidak berkurang dan tidak akan pernah runtuh. Hingga kekuasaan yang tidak sanggup di pahami, kekuasaanNya abadi, di mana tidak ada pertolongan kecuali hanya dariNya, tidak ada penolong kecuali hanya Allah, satu-satunya tempat yang bisa di mintai pertolongan dan sebagai sandaran hidup.
Saat itu di kota badar 80 mil barat daya madinah, tepatnya tanggal 13 maret 624 M/17 ramadhan 2 H, ketika Al' quran di turunkan dari langit, dari tempat tertinggi, yang tidak terjangkau, suci dan abadi, sekaligus orang-orang iman dalam keadaan berpuasa, sebagai saksi bisu buncahnya perang melawan kedzaliman, sebagai lokomotif awal dalam pembangunan pondasi islam di muka bumi, dan sebagai sinar matahari yang memecah kabut masa kejahiliyahan, bukan sebab menghendaki kekuasaan, atau membawa-bawa nama Tuhan demi perolehan kekuasaan.
Di mana di pihak orang iman di pimpin langsung oleh Nabi Muhamad, Hamzah bin abdul Muntholib atau umat islam menjulukinya sebagai Singa Allah" (أسد الله asadullah) dan Ali bin Abi Thalib pemilik kisah cinta yang keharumannya hidup sepanjang masa, sedangkan pihak orang dzalim di pimpin oleh Abu Jahal atau Amr bin Hisyam( pamannya Nabi sendiri yang dzolim),
Di mana pertama Rasullalah beserta pasukannya menghadapi Abu Sufyan, yang kemudian sebab tidak sanggup menghadapi pasukan Rasullalah, Abu Sufyan melarikan diri dari kekalahannya, tidak sanggup lagi berdiri di atas kekuatan pasukannya sendiri, kemudian Abu Sufyan meminta bantuan dari golongan Abu Jahal di makkah.
Jumlah pasukan yang tidak sebanding, di mana dari pihak pasukan orang iman berjumlah 313 berhadapan dengan pasukan lawannya dari pihak orang-orang dzalim yang berjumlah 1000, ada juga yang menyebutkan 950 dan 700 unta, di mana dalam menghadapi situasi yang amat sulit, menghimpit dan menjepit itu, hampir saja Rosullalah putus asa dengan berkata: "Mata Nasrullah( kapan pertolongan Allah)."
Kemudian Allah mengingatkan secara gamblang: "Percayalah kepadaKu, sebab pertolonganku dekat," tidak berangsur lama Allah bergegas sebagai Sang Maha Kuasa mengutus pasukan elit dari golongan para Malaikat, bertubuh sangat besar sekali, ukurannya yang tidak bisa di bayangkan, menunggangi kuda, yang berasal dari cahaya dan berbusana cahaya, Malaikat yang besar itu di kelilingi oleh 70000 ribu malaikat yang mengenakan berbagai busana dan perhiasan.
Masing-masing mereka memegang tombak yang terbuat dari cahaya, mentereng seterang matahari dan berkilauan bagaikan berlian, mereka di sebut sebagai Jundallah(Tentara Allah), di mana keberadaan mereka sebagai perantara Allah secara tidak langsung, mereka di utus oleh Allah untuk memenangkan setiap peperangan yang berlangsung, termasuk untuk membantu Rosullalah agar bisa memenangkan perang badar.
Ada yang menjelaskan 1000 Malaikat, ada yang menjelaskan 5000 Malaikat, dan ada juga yang menjelaskan 70000 ribu Malaikat, dengan datang berturut-turut seperti jatuhnya air hujan dari langit dan tidak pernah patah, kekuatan para Malaikat itu sungguh menakjubkan, kehadirannya ajaib, tidak ada satupun orang dzalim yang mengetahui kehadiran para Malaikat itu, tanpa sepengetahuan orang-orang dzolim para Malaikat menghunuskan tombaknya, menghantam tubuh, dan memporak-porandakan pasukan lawan.
Akhirnya Rasullalah memenangkan pertempuran di kota badar dengan rasa bersyukur yang hikmat, sebab nikmat Allah memperlihatkan wujudnya, dan tidak ada alasan untuk mendustakan nikmat Allah yang hadir. Dan Rasulallah bersabda: "Nasrumminallah: inilah pertolongan Allah," dari pihak orang iman yang terbunuh berjumlah 14 orang, sedangkan dari pihak orang-orang dzalim yang terbunuh berjumlah 50 sampai 70 orang. Rosullalah selalu menang di setiap pertempuran bukan sebab kekuatan dari pasukannya, atau kemampuannya sebagai manusia, melainkan adanya rahmat Allah dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, ada ridha Allah di dalamnya, ada campur tangan Allah di seluruh aktifitas hidupnya, di bersamai Allah dengan manusia-manusia luar biasa di sekekilingnya dan para Malaikat, termasuk Jundallah menyertainya di setiap pertempuran.
Betapa berdosanya jika manusia mendewakan ego dan moodnya, manusia harus sadar bahwa dia adalah mahluk sosial, di mana senantiasa dia bekerja dengan banyak orang, terhubung dengan banyak orang dan kepentingannya untuk banyak orang, oleh sebab itu Rasulallah luar biasa bukan sebab jeripayahnya sendiri, melainkan sebab kerendahan dan kemurahan hatinya, di kelilingi oleh manusia-manusia luar biasa dan Allah meridhai tindakannya.
Rosullalah tidak hebat, melainkan Allah memudahkan urusannya, Rasulallah selalu menang di setiap pertempuran, bukan sebab kemampuan pasukannya atau sebab kemampuannya sebagai manusia, melainkan sebab rahmat dari Allah, ada ridha di dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, Allah menghadirkan Jundallah sebagai alat untuk merebut kemenangan, menyertai di setiap pertempuran yang di lakukan Rasulallah, dan semua terjadi atas kehendak dari sang penyelenggara hidup. Dan juga menghadirkan para Malaikat sebagai penjaga dan membersamai Rasulallah di mana saja, kapan saja dan bagaimanapun keadaannya.
Esa adalah tanda dari Allah yang hendak menunjukan kemaha kuasaanNya, maha kuasa di atas segala kekuasaan, pemilik dari segala kekuasaan, memiliki kekuasaan yang tidak berujung, tidak bertepi, tidak berkurang dan tidak akan pernah runtuh. Hingga kekuasaan yang tidak sanggup di pahami, kekuasaanNya abadi, di mana tidak ada pertolongan kecuali hanya dariNya, tidak ada penolong kecuali hanya Allah, satu-satunya tempat yang bisa di mintai pertolongan dan sebagai sandaran hidup.
Saat itu di kota badar 80 mil barat daya madinah, tepatnya tanggal 13 maret 624 M/17 ramadhan 2 H, ketika Al' quran di turunkan dari langit, dari tempat tertinggi, yang tidak terjangkau, suci dan abadi, sekaligus orang-orang iman dalam keadaan berpuasa, sebagai saksi bisu buncahnya perang melawan kedzaliman, sebagai lokomotif awal dalam pembangunan pondasi islam di muka bumi, dan sebagai sinar matahari yang memecah kabut masa kejahiliyahan, bukan sebab menghendaki kekuasaan, atau membawa-bawa nama Tuhan demi perolehan kekuasaan.
Di mana di pihak orang iman di pimpin langsung oleh Nabi Muhamad, Hamzah bin abdul Muntholib atau umat islam menjulukinya sebagai Singa Allah" (أسد الله asadullah) dan Ali bin Abi Thalib pemilik kisah cinta yang keharumannya hidup sepanjang masa, sedangkan pihak orang dzalim di pimpin oleh Abu Jahal atau Amr bin Hisyam( pamannya Nabi sendiri yang dzolim),
Di mana pertama Rasullalah beserta pasukannya menghadapi Abu Sufyan, yang kemudian sebab tidak sanggup menghadapi pasukan Rasullalah, Abu Sufyan melarikan diri dari kekalahannya, tidak sanggup lagi berdiri di atas kekuatan pasukannya sendiri, kemudian Abu Sufyan meminta bantuan dari golongan Abu Jahal di makkah.
Jumlah pasukan yang tidak sebanding, di mana dari pihak pasukan orang iman berjumlah 313 berhadapan dengan pasukan lawannya dari pihak orang-orang dzalim yang berjumlah 1000, ada juga yang menyebutkan 950 dan 700 unta, di mana dalam menghadapi situasi yang amat sulit, menghimpit dan menjepit itu, hampir saja Rosullalah putus asa dengan berkata: "Mata Nasrullah( kapan pertolongan Allah)."
Kemudian Allah mengingatkan secara gamblang: "Percayalah kepadaKu, sebab pertolonganku dekat," tidak berangsur lama Allah bergegas sebagai Sang Maha Kuasa mengutus pasukan elit dari golongan para Malaikat, bertubuh sangat besar sekali, ukurannya yang tidak bisa di bayangkan, menunggangi kuda, yang berasal dari cahaya dan berbusana cahaya, Malaikat yang besar itu di kelilingi oleh 70000 ribu malaikat yang mengenakan berbagai busana dan perhiasan.
Masing-masing mereka memegang tombak yang terbuat dari cahaya, mentereng seterang matahari dan berkilauan bagaikan berlian, mereka di sebut sebagai Jundallah(Tentara Allah), di mana keberadaan mereka sebagai perantara Allah secara tidak langsung, mereka di utus oleh Allah untuk memenangkan setiap peperangan yang berlangsung, termasuk untuk membantu Rosullalah agar bisa memenangkan perang badar.
Ada yang menjelaskan 1000 Malaikat, ada yang menjelaskan 5000 Malaikat, dan ada juga yang menjelaskan 70000 ribu Malaikat, dengan datang berturut-turut seperti jatuhnya air hujan dari langit dan tidak pernah patah, kekuatan para Malaikat itu sungguh menakjubkan, kehadirannya ajaib, tidak ada satupun orang dzalim yang mengetahui kehadiran para Malaikat itu, tanpa sepengetahuan orang-orang dzolim para Malaikat menghunuskan tombaknya, menghantam tubuh, dan memporak-porandakan pasukan lawan.
Akhirnya Rasullalah memenangkan pertempuran di kota badar dengan rasa bersyukur yang hikmat, sebab nikmat Allah memperlihatkan wujudnya, dan tidak ada alasan untuk mendustakan nikmat Allah yang hadir. Dan Rasulallah bersabda: "Nasrumminallah: inilah pertolongan Allah," dari pihak orang iman yang terbunuh berjumlah 14 orang, sedangkan dari pihak orang-orang dzalim yang terbunuh berjumlah 50 sampai 70 orang. Rosullalah selalu menang di setiap pertempuran bukan sebab kekuatan dari pasukannya, atau kemampuannya sebagai manusia, melainkan adanya rahmat Allah dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, ada ridha Allah di dalamnya, ada campur tangan Allah di seluruh aktifitas hidupnya, di bersamai Allah dengan manusia-manusia luar biasa di sekekilingnya dan para Malaikat, termasuk Jundallah menyertainya di setiap pertempuran.
Betapa berdosanya jika manusia mendewakan ego dan moodnya, manusia harus sadar bahwa dia adalah mahluk sosial, di mana senantiasa dia bekerja dengan banyak orang, terhubung dengan banyak orang dan kepentingannya untuk banyak orang, oleh sebab itu Rasulallah luar biasa bukan sebab jeripayahnya sendiri, melainkan sebab kerendahan dan kemurahan hatinya, di kelilingi oleh manusia-manusia luar biasa dan Allah meridhai tindakannya.
Rosullalah tidak hebat, melainkan Allah memudahkan urusannya, Rasulallah selalu menang di setiap pertempuran, bukan sebab kemampuan pasukannya atau sebab kemampuannya sebagai manusia, melainkan sebab rahmat dari Allah, ada ridha di dalam setiap tindakan yang di lakukan Rasullah, Allah menghadirkan Jundallah sebagai alat untuk merebut kemenangan, menyertai di setiap pertempuran yang di lakukan Rasulallah, dan semua terjadi atas kehendak dari sang penyelenggara hidup. Dan juga menghadirkan para Malaikat sebagai penjaga dan membersamai Rasulallah di mana saja, kapan saja dan bagaimanapun keadaannya.
Minggu, 20 Oktober 2019
Berlaku Sesuai Fitrah
Agama dan politik memang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, tapi kedudukan ulama dan pemerintah harus sesuai dengan bakat atau jiwa atau fitrahnya masing-masing, sebab, setiap orang tidak bisa menduduki kodrat atau jiwa atau fitrahnya orang lain, biarpun bisa! Pasti akan menimbulkan polemik internal dan external(kurang adanya kecakapan pada dirinya), kemudian apa yang di lakukan tidak seutuhnya sesuai dengan passion yang terlahir dari hatinya(tidak sepenuh hati).
Kemudian timbulah determinisme( terbatas), ketidaksanggupannya sebagai pemimpin, tidak memiliki mental politik, tidak sanggup menekan egonya, kebijakannya tidak mengena ke rakyat, kebijakannya tidak sampai ke masyarakat, bahkan ada yang mengambil keuntungan dari wewenangnya. Ada alternatif lain yang bisa berbanding terbalik, Jikalau agama di jadikan imannere( menempatkan Tuhan hingga ke dasar hatinya yang terdalam dan sebagai pegangan hidup bukan profesi).
Semisal imam Nasai, Abi daud, Ibnu madjah, Tirmizdi, Bukhori, Muslim bisa melahirkan hadist-hadist besar, sebab sesuai passionnya. Atau mengerjakan apa yang di cintainya, melakukan sesuatu sesuai dengan hatinya, dan agama ada sebagai penengah, bukan malah memihak, atau ikut membela apa yang di anggap sesuai, kemudian menghardik apa yang tidal sesuai melalui ceramahnya, padahal agama adalah rahmat bagi seluruh alam, semestunya hadirnya menyejukan ketika dunia dalam keadaan carut makrut, mendamaikan kontradiksi yang hadir, bukan malah menghadirkan lebih besar kontradiksi lagi.
Jikalau Politik, sebenarnya setiap orang sejak lahir sudah berpolitik. Apa devinisi politik: Tujuan, ketika seseorang menghendaki sesuatu, dia sebenarnya sudah berpolitik, ketika bayi menangis dengan tujuan supaya ibunya mengerti, dia sebenarnya menginginkan air susu, itu sudah berpolitik(politik praktis), di mana tujuan itu semestinya membawa pada peradapan yang lebih indah, sampai pada pemahaman indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bisa memberikan kontribusi besar dan jalan keluar tanpa banyak bicara, bukan malah banyak bicara dan menyela tanpa memberikan jalan keluar sama sekali.
Politik itu sebenarnya baik, baik sekali, sebab sistem pasti di buat sebaik mungkin, tidak ada sistem yang di bangun ngasal, melainkan dengan daya kemampuan yang baik, ideologi yang mumpuni, pikiran yang cemerlang, pengalaman yang luar biasa dan wawasan yang menakjubkan, hanya fatalnya adalah banyak oknum yang menyalah gunakan sistem itu sesuai dengan kepentingannya masing-masing, itulah fatalnya. "Semua kembali lagi pada manusianya."
Zaman kenabian, kekhalifahan, hingga monarki absolut(kerajaan), dan ada juga sebagian utusan yang menjadi pejabat pemerintahan( Sulaiman, Daud, Yusuf"Gubernur mesir", Zulkarnaen dll) semua ikut adil dalam partisipasi politik, tapi tidak menyalahgunakan wewenang, tidak menyalah gunakan kebaikan, tidak aji mumpung dan menjalankan roda pemerintahan sesuai amanah dari Tuhannya.
Sedikit kisah tentang Bung Karno: ketika itu Bung Karno memiliki saudara seperguruan seorang ulama(Lubis Al Musawa, bukan nama sebenarnya melainkan julukkan, bukan juga orang batak, di namakan Lubis: Luar biasa, Al Musawa: karena banyak sawahnya, ketika itu Bung Karno di ajak H. Lubis berdakwah, kemudian Bung Karno menjawab: "Biarkan aku memperjuangkan bangsa ini menuju kemerdekaan, dan sampean perjuangkan agama untuk masa depan bangsa ini," jelaskan. Bisa berlaku sesuai fitrah dan jiwanya masing- masing.
Kemudian timbulah determinisme( terbatas), ketidaksanggupannya sebagai pemimpin, tidak memiliki mental politik, tidak sanggup menekan egonya, kebijakannya tidak mengena ke rakyat, kebijakannya tidak sampai ke masyarakat, bahkan ada yang mengambil keuntungan dari wewenangnya. Ada alternatif lain yang bisa berbanding terbalik, Jikalau agama di jadikan imannere( menempatkan Tuhan hingga ke dasar hatinya yang terdalam dan sebagai pegangan hidup bukan profesi).
Semisal imam Nasai, Abi daud, Ibnu madjah, Tirmizdi, Bukhori, Muslim bisa melahirkan hadist-hadist besar, sebab sesuai passionnya. Atau mengerjakan apa yang di cintainya, melakukan sesuatu sesuai dengan hatinya, dan agama ada sebagai penengah, bukan malah memihak, atau ikut membela apa yang di anggap sesuai, kemudian menghardik apa yang tidal sesuai melalui ceramahnya, padahal agama adalah rahmat bagi seluruh alam, semestunya hadirnya menyejukan ketika dunia dalam keadaan carut makrut, mendamaikan kontradiksi yang hadir, bukan malah menghadirkan lebih besar kontradiksi lagi.
Jikalau Politik, sebenarnya setiap orang sejak lahir sudah berpolitik. Apa devinisi politik: Tujuan, ketika seseorang menghendaki sesuatu, dia sebenarnya sudah berpolitik, ketika bayi menangis dengan tujuan supaya ibunya mengerti, dia sebenarnya menginginkan air susu, itu sudah berpolitik(politik praktis), di mana tujuan itu semestinya membawa pada peradapan yang lebih indah, sampai pada pemahaman indah, sebab bersahaja, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bisa memberikan kontribusi besar dan jalan keluar tanpa banyak bicara, bukan malah banyak bicara dan menyela tanpa memberikan jalan keluar sama sekali.
Politik itu sebenarnya baik, baik sekali, sebab sistem pasti di buat sebaik mungkin, tidak ada sistem yang di bangun ngasal, melainkan dengan daya kemampuan yang baik, ideologi yang mumpuni, pikiran yang cemerlang, pengalaman yang luar biasa dan wawasan yang menakjubkan, hanya fatalnya adalah banyak oknum yang menyalah gunakan sistem itu sesuai dengan kepentingannya masing-masing, itulah fatalnya. "Semua kembali lagi pada manusianya."
Zaman kenabian, kekhalifahan, hingga monarki absolut(kerajaan), dan ada juga sebagian utusan yang menjadi pejabat pemerintahan( Sulaiman, Daud, Yusuf"Gubernur mesir", Zulkarnaen dll) semua ikut adil dalam partisipasi politik, tapi tidak menyalahgunakan wewenang, tidak menyalah gunakan kebaikan, tidak aji mumpung dan menjalankan roda pemerintahan sesuai amanah dari Tuhannya.
Sedikit kisah tentang Bung Karno: ketika itu Bung Karno memiliki saudara seperguruan seorang ulama(Lubis Al Musawa, bukan nama sebenarnya melainkan julukkan, bukan juga orang batak, di namakan Lubis: Luar biasa, Al Musawa: karena banyak sawahnya, ketika itu Bung Karno di ajak H. Lubis berdakwah, kemudian Bung Karno menjawab: "Biarkan aku memperjuangkan bangsa ini menuju kemerdekaan, dan sampean perjuangkan agama untuk masa depan bangsa ini," jelaskan. Bisa berlaku sesuai fitrah dan jiwanya masing- masing.
Langganan:
Postingan (Atom)